Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Tulislah
apapun yang ingin anda tulis!. Apapun bisa anda tulis!.
Tulis,
tulis, tulis, dan tulis!.
Sewaktu
senggang, sambil bincang-bincang ringan dengan kawan-kawan di kantor, lagi-lagi
saya ingin menuliskan sesuatu yang tidak serius dalam hidup ini. Ya, tidak
serius!. Betul tidak serius!. Sebab bila ingin menulis tulisan yang serius,
maka saya harus baca-baca buku, semedi
dan menggali teori-teori pakar yang sesuai pula. Dengan prinsip, “tulislah apapun yang ingin anda
tulis!. Apapun bisa anda tulis!”, kali ini, saya akan menuliskan
beberapa guru-guru saya yang berada di dusun Sekardangan dan sekitarnya. Perlu
diketahui bahwa dusun Sekardangan (termasuk dalam wilayah Papungan, Kanigoro,
Blitar) merupakan tempat kelahiran saya. Oya, saya perkenalkan pula bahwa ayah
saya bernama Mbah Tamam Thahir, sedangkan ibu saya bernama Siti Rofiah.
Tentu
saja, saya tidak bisa menyebutkan semua guru-guru saya secara lengkap dan
sempurna. Sebab pada hakekatnya,
siapapun dan apapun bisa dijadikan guru dalam kehidupan ini. Saya bisa
berguru kepada para pemuka agama yang bermacam-macam. Saya bisa berguru kepada
tumbuh-tumbuhan yang sedang memancarkan aura kehijauan atau kering kerontang.
Saya bisa berguru kepada patung-patung yang dianggap berhala oleh sebagian
manusia. Saya bisa berguru kepada hewan-hewan liar seperti ular, singa, dan
semacamnya. Saya bisa berguru dari rumput yang sedang bergoyang. Saya bisa
belajar dari anak-anak kecil yang tertawa ringan tanpa beban. Saya bisa berguru
kepada orang tua yang mengalami kesakitan pada tubuhnya. Saya bisa berguru pada
anjing yang sedang menggonggong di luar sana. Dan lain sebagainya.
Dalam
tulisan ini, saya akan memfokuskan menulis guru-guru saya yang merupakan kaum
pesantren dan ikhlas mengajar pelajaran norma-norma dan nilai-nilai kehidupan di
dusun kecil semacam Sekardangan. Dari mereka inilah saya belajar agama dan
kehidupan. Dari mereka inilah saya belajar sopan santun, kitab-kitab kuning, amalan-amalan
yang pernah diamalkan oleh ulama salaf yang shalih, dan semacamnya. Berikut
merupakan nama-nama guru saya yang berada di dusun Sekardangan dan sekitarnya,
khusus yang sudah mendiang (almarhum):
1.
Mbah
Kyai Abbas Abdul Halim (Sekardangan, Kanigoro, Blitar).
Beliau
merupakan putra dari Mbah Kyai Imam Fakih Sekardangan dan salah satu murid dari
Mbah Kyai Dimyati, Baran, Selopuro, Blitar. Saya dulu belajar al-Qur’an kepada
beliau ini sewaktu duduk di bangku SD/MI. Beliau sering memberi uang saku
kepada saya. Saya juga sering “ngidek-idek” punggung beliau (apa ya
bahasa Indonesia yang tepat untuk “ngidek-ngidek”?). Saya memperoleh
amalan “Shalawat Nuridz Dzati” karya Syaikh Abul Hasan As-Syadzili iya berasal
dari Mbah Kyai Abbas Abdul Halim ini.
2.
Mbah
Kyai Imam Mahdi (Sekardangan, Kanigoro, Blitar)
Beliau
merupakan pendiri amaliyah “Shalawat Dala’ilul Khairat” karya Syaikh Abu
Abdillah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli. Beliau juga merupakan pengikut
Tharikah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Saya juga pernah mendapatkan ijazah
“Shalawat Munjiyat” karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan “Shalawat Ridha”
dari guru saya ini. Sewaktu beliau masih hidup, saya inilah yang biasa mencukur
rambut beliau.
3.
Mbah
Kyai Mahrus Yunus (Sekardangan, Kanigoro, Blitar)
Beliau
merupakan ulama ahli hisab dan fikih berbagai madzhab. Beliau inilah yang
mengijazahkan “Shalawat Nariyah” karya Syaikh Ibrahim At-Tazi kepada warga
Sekardangan. Biasanya, sebelum membaca shalawat Nariyah sebanyak 4444x diawali
dengan membaca ayat Kursi sebanyak 50x. Saya juga pernah diberi amalan shalat
hajat oleh guru saya ini. Amalan shalat hajat itu masih saya simpan di buku
catatan harian (cahar) saya. Saya juga pernah mendapatkan ijazah doa Kanzul
Arsy dari guru saya ini.
4.
Mbah
Kyai Zainuddin Dasuqi (Sekardangan, Kanigoro, Blitar)
Beliau
merupakan adik nenek saya. Saya berguru berbagai kitab kuning terutama dalam
bidang tasawuf kepada beliau. Beliau inilah yang sering mengajak saya ke
berbagai makam ulama seperti Mbah Kyai Dimyati (Tremas, Pacitan), dan lain
sebagainya. Beliau juga sering mengajak saya melakukan dzikir-dzikir yang
sangat panjang.
5.
Mbah
Kyai Hamzah (Sekardangan, Kanigoro, Blitar)
Ulama
sering disebut-sebut KH. Marzuki Mustamar Malang sebagai gurunya ini juga
merupakan guru saya dalam bidang fikih, ilmu alat, usul fikih, dan lain
sebagainya. Saya sering diajak Mbah Kyai Hamzah mengisi pengajian di
dusun-dusun sebelah. Kitab Risalatul Muawanah karya Habib Abdillah bin Alwi
Al-Haddad merupakan kitab kesukaan guru saya yang satu ini.
6.
Mbah
Kyai Nasruddin (Sekardangan, Kanigoro, Blitar)
Beliau
merupakan salah satu pengikut tharikah Shalawat Wahidiyyah yang didirikan oleh
Mbah Kyai Abdul Madjid Ma’roef, Kedunglo, Kediri. Saya banyak berguru ilmu
tasawuf kepada Mbah Kyai Nasruddin, terutama dalam “Kitab Al-Hikam” karya
Syaikh Ahmad bin Athoillah As-Sakandari dan khatam beberapa kali. Saya juga
sering diajak beliau ke Kedunglo, Kediri.
7.
Mbah
Kyai Muhtar Fauzi (Sekardangan, Kanigoro, Blitar)
Saya
banyak belajar tentang hizib-hizib Auliya kepada Kyai Muhtar Fauzi ini. Ada
hizib Bahri, Hizib Nasri, dan lain sebagainya yang merupakan karya Syaikh Abul
Hasan As-Syadzili, pendiri tharikah Syadziliyyah. Guru saya yang satu ini kalau
mengajar selalu sambil bergurau. Tak lupa, ia juga selalu “kedul-kedul” dengan rokok Tengwe-nya. Oya, beliau juga mengajari
saya Shalawat Dalailul Khairat karya Syaikh Abu Abdillah Muhammad Bin Sulaiman
al-Jazuli.
8.
Mbah
Kyai Daiman (Tlogo, Kanigoro, Blitar)
Saya
pertama kali berguru tentang ilmu tauhid yang agak mendalam kepada Mbah Kyai
Daiman ini. Saya belajar “Kitab Nata’ijul
Afkar” karya Mbah Kyai Muhammad Sholeh al-Kuningani kepada guru saya ini. Guru
saya ini juga merupakan pengikut tharikah Shalawat Wahidiyyah yang pusatnya di
Kedunglo, Kediri. Seberti kyai yang saya sebutkan pada nomor 7 di atas, Mbah
Kyai Daiman kalau mengajar juga sambil “kedul-kedul”
dengan rokok Tengwe-nya.
9.
Mbah
Kyai Hafidz Syafii (Tlogo, Kanigoro, Blitar)
Saya
belajar terutama “Kitab Ihya’ Ulumuddin”
karya Imam al-Ghazali kepada guru saya ini. Beliau merupakan ulama ahli tasawuf
yang mahir dengan kitab-kitab klasik. Di pesantren beliau, saya juga belajar
berbagai ilmu alat seperti Nahwu Sharaf dan lain-lainnya.
10.
Mbah
Kyai Bakri (Pakel, Banggle, Kanigoro, Blitar)
Beliau
merupakan adik nenek saya dari pihak ibu. Saya belajar terutama “Kitab Ta’limul Muta’allim” karya
Az-Zarnuji dan lain sebagainya. Guru yang satu ini ketika mengajar juga sambil
nyantai dengan “kedul-kedul” rokok Tengwe-nya. Tak berhenti kepada guru ini,
saya juga sering berdiskusi dengan putranya yang bernama Nur Hayat Bakri dan
Habib Ahmad. Ya, berdiskusi tentang berbagai hal mulai dari spiritual hingga
lainnya.
11.
Mbah
Kyai Ali Amir (Gaprang, Kanigoro, Blitar)
Saya
belajar berbagai shalawat ghairu ma’tsurah kepada Mbah Kyai Ali Amir ini.
Beliau mengajari dan mengijazahi saya beberapa shalawat, di antaranya: Shalawat
Dalailul Khairat, Shalawat Badawi Kubra, Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah,
dan lain sebagainya.
12.
Mbah
Kyai Ali Yasin (Gaprang, Kanigoro, Blitar)
Beliau
merupakan adik dari Mbah Kyai Ali Amir. Saya banyak diijazahi amalan wirid oleh
Mbah Kyai Ali Amir yang dia peroleh dari Mbah Kyai Nur Ali (Kebonsari, Garum,
Blitar) dan Mbah Kyai Hadin Mahdi (mursyid tharikah Tijaniyyah Tingal, Garum,
Blitar).
Mungkin
hanya ini dulu catatan harian saya. Sebenarnya, banyak sekali para kyai yang
menjadi guru saya yang tak bisa saya sebutkan di sini. Ada Mbah Kyai Mahrosin
(mursyid tharikah Sathoriyyah Jajar, Selopuro, Blitar), Mbah Kyai Masykur
Muhammad (mursyid tharikah Mahabbah Ishariyyah, Tawangsari, Garum, Blitar),
Mbah Kyai Malak (Kebonsari, Garum, Blitar), Mbah Kyai Nur Ali (Kebonsari,
Garum, Blitar), Mbah Kyai Imam Hambali Arifin (mursyid tunggal Dzikrul Ghofilin
Pakisrejo, Srengat, Blitar), Mbah Kyai Roihan (Gempolkenceng, Wonorejo, Srengat,
Blitar), dan lain sebagainya. Belum lagi, guru-guru saya dalam perkuliahan
(baik di S1, S2, dan S3), guru saya dalam meditasi-meditasi Buddhis, yoga
Hindu, meditasi Reiki Usui, reiki Tummo, reiki Kundalini, guru-guru saya
berkeliling di petilasan-petilasan plus sadranan-sadranan cikal-bakal, dan lain
sebagainya.
Semua
guru saya memiliki kontribusi masing-masing bagi saya. Semoga semua guru saya,
mulai saya lahir hingga saya mati nanti selalu mendapat kebahagiaan di
kehidupan ini dan mendatang. Ya, semua guru apapun: guru di perkuliahan (S1,
S2, dan S3); guru spiritualis dari berbagai macam tradisi; dan guru-guru
kehidupan yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu dalam tulisan catatan harian
(cahar) ini. Oleh karena tulisan ini saya tulis sambil bincang-bincang atau di
sela-sela ngobrol di kantor dengan kawan-kawan, kemungkinan banyak kekurangan
di sana-sini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan maaf kepada saya dan yang
membaca. Akhir kata, semoga selamat, selamat, selamat sampai tujuan.
“Selamat
belajar menulis diriku sendiri!. Semoga diriku menjadi diriku sendiri!.”
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, pria berbau polo kependem (cengkuk, uwi
ulo, nggote, dan semacamnya), polo gumantung (kates, katak, timun, buncis, dan
semacamnya) ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan, RT. 03
RW. 09, Papungan, Kanigoro, Blitar. HP. 085649706399.