Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kata
guru saya:
“Menulislah!
Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof.
Dr. Syamsul Arifin, M.Si.)
Hari
ini saya menelusuri makam Mbah Kyai Raden Suro Menggolo bersama Kyai
Muhammad AP, Gus Habib, Gus Tarom, Gus Heri, Gus Abdullah Narko Sabdo, dan
kawan-kawan jamaah pengajian makrifatullah setiap malam Jumat di Jl. Riau No.
35, kota Blitar. Sebenarnya, orang yang pertama kali mengajak saya ke makam
tokoh ini adalah Mbah Jawoko, Jatimalang, Sentul, Blitar. Mbah Jawoko
mengatakan bahwa nama asli Mbah Kyai Raden Suro Menggola adalah Raden
Songgolo Yudho. Namun tulisan yang terdapat pada batu nisan makam tersebut
menggunakan nama “Suro Menggolo.” Mbah Jawoko sendiri merupakan
keturunan ke-6 dari Mbah Kyai Raden Suro Menggolo yang saya kunjungi hari ini.
Adapun silsilah Mbah Jawoko dari tokoh yang saya kunjungi hari ini adalah
sebagaimana berikut:
1.
Mbah Kyai Raden Suro
Menggolo (Raden Songgolo Yudho), berputra:
2.
Mbah Kyai Suto Kromo,
berputra:
3.
Mbah Nyai Semi
(istri Mbah Karso Semito), berputra:
4.
Mbah Nyai Saini
Jatimalang, berputra:
5.
Mbah Nyai Warsini
Jatimalang, berputra:
6.
Mbah Jawoko
Jatimalang, Sentul, kota Blitar.
Berdasarkan
silsilah nasab di atas, apabila Mbah Kyai Raden Suro Menggolo hingga
kini menempati urutan keturunan ke-6 sampai 9, maka dapat disimpulkan bahwa
beliau hidup sezaman dengan Mbah Kyai Raden Ngabehi Wirogati (Jatimalang,
Sentul, kota Blitar), Mbah Kyai Raden Gunondiko, Mbah Kyai Raden Conomo,
Mbah Kyai Raden Marsidiq (Plosorejo, Kademangan, Blitar), dan Mbah Kyai
Abu Yamin (Sekardangan, Kanigoro, Blitar). Tak berhenti pada beberapa tokoh
yang telah disebutkan, dapat disimpulkan pula bahwa Mbah Kyai Raden Suro
Menggolo sezaman dengan Mbah Kyai Raden Setrojati (Gajah, Papungan,
Kanigoro, Blitar), Mbah Kyai Raden Setro Kromo (Sekardangan, Papungan,
Kanigoro, Blitar), dan lain sebagainya.
Diperkirakan
bahwa para tokoh di atas hidup dimasa pergolakan politik Kerajaan Islam Mataram
rentetan dari zaman Amangkurat I hingga dua atau tiga generasi berikutnya. Pada
masa itu, pergolakan politik kerajaan Islam Mataram sangatlah hebat hingga
menewaskan lebih dari 6000 ulama Tembayat dan Kajoran. Banyak perselingkuhan
politik pada saat itu, mulai dari perjuangan Pangeran Kajoran, Pangeran Pajang,
dan Pangeran Tembayat yang telah meluluh lantahkan Istana Plered berlanjut
penghancuran Istana Kartasura yang memaksakan Raja Mataram harus boyongan
kesana-kemari. Selain itu, ada kisah heroik, kisah cinta yang menikam yang
melibatkan keluarga kerajaan, hingga saling tikam, saling bunuh, saling bantai,
saling bakar dan berbagai penghianatan-penghianatan lainnya.
Konon
semua peristiwa itu tertulis dalam buku yang berjudul “Sejarah Masalah
Kajoran” karya H. De Graff yang menukil dari naskah kuno tulisan
Kajoran tahun 1677. Ada salah seorang luar biasa dari Solo yang bernama Raden
Ayu Linawati yang banyak mengupas masalah-masalah pergolakan politik di atas.
Beliau merupakan wanita hebat dan energik yang bisa menggemparkan dunia
persilatan masalah ranji-ranji atau nasab-nasab Walisongo hingga sekarang ini. Saya
sering berkomunikasi dengan beliau melalu WA Group maupun WA pribadi. Saya
sangat menghormati Raden Ayu Linawati dalam kapasitasnya sebagai pendekar ranji-ranji
atau silsilah kuno trah Sunan Tembayat, Kajoran, Pengging, dan silsilah nasab
Walisongo se-Nusantara, dan lain sebagainya. Semoga Tuhan memberi kekuatan
kepada beliau atas tugas berat yang hingga kini dikerjakannya.
Tak
jauh dari hal di atas, kalau saya kaji, apabila para keturunan cikal-bakal yang
ada di seputar kota dan kabupaten Blitar hingga kini menempati urutan ke-6, 7,
8, 9, dan 10, maka dapat saya simpulkan bahwa para tokoh cikal-bakal yang bedol
dusun atau desa tersebut hidup dari rentetan perpolitikan kerajaan Islam
Mataram era Amangkurat I ke bawah sampai generasi keturunan ke-2, 3, dan 4 yang
nantinya terus berlanjut di era Pangeran Diponegoro. Misalnya; Mbok Nyai
Tubinem (cikal-bakal dusun Papungan, desa Papungan, kecamatan Kanigoro,
kabupaten Blitar); Mbah Kyai Raden Setrojati (cikal-bakal dusun Gajah,
desa Papungan, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar); dan lain sebagainya. Namun
ada pula di seputar dusun atau desa di Blitar yang bedol dusun atau desa di era
perpolitikan kerajaan Demak, Pajang, dan awal Mataram. Bisa disebutkan di sini
seperti kecamatan Kanigoro, Blitar; Sekardangan, Kanigoro, Blitar; Dogong,
Kanigoro, Blitar yang konon dibabat atau pernah disinggahi oleh Ki Kebo
Kanigoro (Kyai Purwoto Siddiq Banyubiru; Nyi Gadhung Melati, dan Rara
Tenggok) di era perpolitikan kerajaan Islam Demak, Pajang, Mataram awal
tersebut.
Kembali
mengenai makam Mbah Kyai Raden Suro Menggolo yang merupakan tokoh
cikal-bakal dusun Ngadipuro, desa Sumberejo, kecamatan Sanankulon, kota Blitar.
Perlu diketahui bahwa dalam areal makam tokoh tersebut dimakamkan pula seorang
ulama yang bernama Mbah Kyai Toyyib Atmowijdodjo dan muridnya yang
bernama Kyai Machsun. Disebutkan dalam tulisan pada prasasti di pintu
masuk makam bahwa Mbah Kyai Toyyib Atmowijdodjo merupakan ulama guru makrifat
di dusun Ngadipuro, desa Sumberejo, kecamatan Sanankulon, kota Blitar. Saya
tidak tahu bagaimana aliran makrifat yang diajarkan beliau. Begitu pula, dari
cerita yang saya dapat bahwa selain Mbah Kyai Toyyib Atmowidjodjo guru
makrifat, beliau juga ahli mengobati segala macam penyakit. Beliau juga ahli
menumbali tanah-tanah yang dianggap angker atau wingit.
Apa
lagi ya, yang dapat saya kisahkan?. Ya, mungkin sudah tak ada lagi yang ingin
saya kisahkan dalam catatan harian (cahar) kali ini. Akhirnya, saya hanya bisa
berdoa kepada Tuhan, mudah-mudahan Dia senantiasa memberikan berkah dan
kebahagiaan bagi warga dusun Ngadipuro, desa Sumberejo, kecamatan Sanankulon,
kota Blitar. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan
kemudahan, kebahagiaan, dan kesuksesan kepada saya pribadi, dan umumnya kepada
semua sanak kerabat, handai taulan, saudara-saudari, dan seluruh makhluk-Nya. Dalam
tulisan ini, saya juga ingin berdoa “Rabbi zidnii ilma warzuqnii fahmaa”,
artinya Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan dan berikanlah kami
rezeki berupa kepahaman dalam segala hal yang saya tidak memahaminya. Termasuk
paham segala sejarah kisah cikal-bakal berbagai dusun atau desa yang saya belum
paham. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.
A
healthy sense lies in a healthy body
(Akal
yang sehat itu terletak pada badan yang sehat)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Areal Makam Mbah Kyai Raden Suromenggolo dan Mbah Kyai Toyyib Atmowidjojo (www.inilahblitar.blogspot.com) |
Papan Nama Makam Eyang Suromenggolo dan Mbah Kyai Toyyib Atmowidjojo (www.inilahblitar.blogspot.com) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Putra siapa warok suromenggolo
BalasHapusNampaknya hanya namanya sama, Suromenggolo. Sedangkan yang ini, bukan Warok Suromenggolo.
HapusAdapun Warok Suromenggolo, anak dari Ki Ageng Kutu atau Ki Ageng Suryangalam.
Assalamualaikum Pak Arif Muzayin Shofwan,
BalasHapusNyuwun tanglet,
Apakah Eyang Suro Menggolo merupakan keturunan dari Panembahan Romo.?
Assalaamu 'alaikum. Pak Arif, apakah Suro Menggolo mempunyai nama lain yakni Soero Sentiko bin Wongsotjipto bin Astrodjojo? Dan masih keturunan Sayyid Ali Rohmatulooh Sunan Ampel?
BalasHapusAssalamualaikum Wak Gus Marwan...
HapusBarangkali Panjenengan punya sejarah Bliyau yang mengarah pada "Turunan Kanjeng Sunan Ampel", mohon infonya
Pangapunten lan hatur nuwon sanget 🙏🏾
Suradiwangsa
BalasHapussmoga bertemu
BalasHapusKeturunan trah suramenggala, barangkali ada yang hapal mohon informasi nya
BalasHapussaya yang asli lahir di satu pekarangan dgn makam eyang suro menggolo belum pernah tau sejarah yg aslinya
BalasHapusSuromenggolo nama yg tertera di makam dusun ngadipuro desa Sumberejo kec sanankulon itu blum benar, yg sebenarnya adalah Sanggoloyudha. Adalah gelar pangkat ketentaraan era Mataram Islam. Untuk nama asli eya adalah Raden Harya Suradipuro
BalasHapusEyang nama aslinya Raden Prawiro Noto Kusumo...kurang lebih umur 780 tahun dan memiliki putra Raden Suwiryo Noto Satrio...Cucunya Raden Pawungko Alam dll
HapusTermasuk cikal bakal desa saya tapi dahulu terkenal dg joko thatit atau eyang manggolo yudo
BalasHapus