Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Menulislah, siapa tahu bermanfaat bagi yang
membutuhkan.”
(Anonim)
Mbah
Kyai Hadin Mahdi merupakan ulama mursyid/muqaddam Tharikah Tijaniyyah yang
berada di dusun Tulungsari, desa Tingal, kecamatan Garum, kabupaten Blitar. Menurut
cucu kesayangannya, Mbah Kyai Hadin Mahdi lahir pada hari Jumat Wage bulan
Rojab tahun 1909 masehi. Beliau merupakan putra dari pasangan Mbah Kyai
Abdurrahman (+ Nyai Siti Khodijah) Kebonsari, Garum, Blitar. Di antara suadara
kandung Mbah Kyai Hadin Mahdi adalah Mbah Kyai Busro, Mbah Kyai Ridwan, Mbah
Kyai Malak, dan lain-lainnya. Menurut cucu kesayangannya, Mbah Kyai Hadin Mahdi
wafat pada malam Ahad sekitar pukul 9-10 (malam hari). Yakni, bertepatan pada
hari Ahad Wage tanggal 31 Desember 1995 masehi. Semoga Tuhan memberikan
kebahagiaan kepada beliau. Al-Fatikah...
Adapun
silsilah nasab Mbah Kyai Hadin Mahdi dari pihak neneknya, yakni Nyai Siti
Syarifah istri dari Kyai Muhammad Arif Sang Mursyid Tharikah Naqsyabandiyah (Talok,
Garum, Blitar) bersambung kepada Sunan Giri (Prabu Satmata), Gresik, Jatim.
Berikut silsilah tersebut:
1. Sunan
Giri (Pabu Satmata), berputra;
2. Panembahan
Giri Gajah, berputra;
3. Panembahan
Giri, berputra;
4. Panembahan
Lasem (Wirokusumo), berputra;
5. Panembahan
Kadilangu, berputra;
6. Kyai
Ageng Abdul Madjid, berputra;
7. Kyai
Ageng Abdullah As’ad, berputra;
8. Kyai
Nur Ali Tepus, berputra;
9. Kyai
Ahmad Baidhowi (Bedug, Bagelen), berputra;
10. Nyai
Ali Ibrahim (Wojo, Bagelen), berputra;
11. Kyai
Ali Muhtarom (Selopuro, Blitar), berputra;
12. Nyai
Siti Syarifah (suami dari Mbah Kyai Muhammad Arif Sang Mursyid Tharikah
Naqsyabandiyah Talok, Garum, Blitar), berputra;
13. Nyai
Siti Khodijah (suami dari Mbah Kyai Abdurrahman Kebonsari, Garum, Blitar),
berputra;
14. Mbah
Kyai Hadin Mahdi Tulungsari, Garum, Blitar.
Catatan:
Perlu diketahui bahwa Mbah Kyai Abdurrahman (point ke-13) merupakan salah satu guru
dari Mbah Kyai Ahmad Dasuqi Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Setelah berguru
kepada Mbah Kyai Abdurrohman, lalu Mbah Kyai Ahmad Dasuqi berguru kepada Mbah
Kyai Muhammad Sholeh Kuningan, Kanigoro, Blitar.
Sementara
itu, silsilah Mbah Kyai Hadin Mahdi dari kakeknya bersambung kepada Ki Ageng
Gribig. Adapun Ki Ageng Gribig II sendiri dalam http://ranji.sarkub.com dari Raden Ayu
Linawati Djojodiningrat Solo (yakni cucu dari Prof. Dr. Hoessein
Djojodiningrat) yang mengacu dari kitab kuno Sunan Tembayat tahun 1443 Saka
merupakan putra dari Ki Kebo Kanigoro (Kyai Ageng Purwoto Siddiq) yang
makamnya berada di dusun Sarehan, desa Jatingarang, kecamatan Weru,
kabupaten Sukoharjo-Solo, Jateng. Ki Kebo Kanigoro sendiri dalam salah satu
kisah diakui sebagai pendiri kecamatan Kanigoro-Blitar pada zaman perpolitikan
kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram. Berikut silsilah tersebut: Ki Kebo
Kanigoro (Kyai Purwoto Siddiq Banyubiru) => Ki Ageng Gribig I/ Pangeran
Kedhanyang Malang Jatim => Ki Ageng Gribig II Jatinom, Klaten => Ki Ageng
Gribig II (pelopor acara ritual “Ya Qowiyyu” tahun 1589 masehi) => Ki Ageng
Gribig IV (pembantu Sultan Agung Hanyakrakusuma tahun 1636 masehi) => Kyai
Ageng Ahmad Lebak => Kyai Ageng Abdurrahman => Kyai Ageng Cokro Wijoyo
(Syarif Nuriman Kutowinangun, Kebumen) => Kyai Muhammad Arif (Talok, Garum,
Blitar) => Nyai Siti Khodijah (Kebonsari, Garum, Blitar) => Mbah Kyai
Hadin Mahdi Tulungsari, Garum, Blitar. (Lihat foto Kitab Silsilah dari Nyai
Raden Ayu Linawati Djojodiningrat dari “ranji sarkub” di bawah).
Catatan: Merujuk catatan kuno Pangeran Kajoran tahun 1677 yang menyebutkan bahwa Kyai Ageng Gribig II Jatinom, Klaten bernama lain Sunan Geseng murid dari Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar serta menantu dari Sunan Pandanaran II beliau lebih di kenal dengan sebutan Kyai Ageng Kebo Kanigoro dari Pajang. Pada jaman dulu jamak satu orang mengunakan beberapa nama penyamaran untuk menyembunyikan jati diri mereka untuk menghindar dari kejaran tentara Demak Bintaro.
Ada lagi
yang menyatakan bahwa Ki Ageng Gribig I (Pangeran Kadhanyang Malang, Jawa Timur)
merupakan keturunan Sunan Giri Gresik. Hal ini seperti yang terdapat dalam
silsilah Mbah Kyai Muhammad Arif Talok, Garum, Blitar dan silsilah nasab Mbah
Kyai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyyah). Tentu saja, tidak hanya dua versi
ini yang ada dalam catatan sejarah. Yah, tentu saja segala ragam catatan sejarah
itu ada berbagai versi dengan menyuguhkan berbagai data masing-masing. Mudah-mudahan
versi-versi tersebut tidak menjadikan antara satu orang dengan orang yang lain
saling “gontok-gontokan” dan merasa versi-nya yang paling benar. Semoga
kita menempatkan semua itu dalam tataran kajian ilmu sejarah sebagai sumber
peradaban manusia di bumi. Sebab bila hanya menyebabkan “gontok-gontokan”
ibaratnya adalah “Rebutan Balung Tanpo Isi”. Mudah-mudahan semua makhluk
hidup saling menebar kebahagiaan. Amiiin.
Menurut cucu
kesayangannya, Mbah Kyai Hadin Mahdi pernah menimba ilmu agama Islam di dua
pesantren, yaitu: (1) Pondok Pesantren Bendo, Pare, Kediri selama satu setengah
tahun; dan (2) Pondok Pesantren Tremas Pacitan asuhan Mbah Kyai Dimyathi selama
satu setengah tahun. Di antara teman Mbah Kyai Hadin Mahdi selama mondok di
Pesantren Tremas Pacitan di antaranya: Mbah Kyai Ismail Selopuro (ayah dari dai
kondang Kyai Harun Ismail Selopuro), Mbah Kyai Daim Tingal, Garum, Blitar. Kata
cucunya, hanya sekitar tiga tahun Mbah Kyai Hadin Mahdi menuntut ilmu agama di
pesantren. Begitulah tegasnya.
Dalam
kehidup pribadinya, Mbah Kyai Hadin Mahdi pernah menikah empat kali. Di
antaranya istri-istrinya adalah (1) Nyai Siti Fadilah putri dari Kyai Kasan;
(2) Nyai Siti Dalilah putri dari Kyai Bendosewu; (3) Nyai Siti Romlah; dan (4)
Nyai Siti Badriyah. Keempat istri tersebut selama menikah dengan Mbah Kyai
Hadin Mahdi, yang memiliki anak dan keturunan ada dua orang istri, yaitu istri
pertama dan terakhir/ ke-empat (yakni; Nyai Siti Fadhilah dan Nyai Siti
Badriyah). Dari istri ke-empat ini lalu menurunkan ulama bernama Mbah Kyai
Mujab yang saat ini meneruskan sebagai mursyid/muqaddam Tharikah Tijaniyyah.
Selain
sebagai mursyid/muqaddam tharikah Tijaniyyah, Mbah Kyai Hadin Mahdi juga
merupakan ahli pengobatan berbagai macam penyakit. Ada beberapa pengobatan dari
Mbah Kyai Hadin Mahdi yang diijazahkan Kang Muhammad Sakya (cucu Mbah Kyai
Hadin Mahdi) kepada saya, di antaranya: (1) Obat Sakit Perut dan Batuk: perasan
buah Pace/Bentis dibacakan ayat Kursi 7x lalu diminum; (2) Untuk Sakit Pas
Sekarat Mati: bacakan Surat Fatikah secara washol sebanyak 3000x tiga ribu kali
di air, lalu dimunumkan pada yang sakit. Kalau Allah berkehendak menyembuhkan,
biarlah si sakit sembuh. Apabila Allah berkehendak tidak menyembuhkan/ si sakit
wafat, semoga bacaan Fatikah tersebut untuk bekal bagi si sakit di alamnya
sana. (Dua amalan di atas, saya ijazahkan lagi kepada siapa saja yang mau
mengamalkannya, sebagai bagian dari kegiatan menebarkan sebuah ilmu. Semoga
berkah. Amin).
Mungkin
hanya ini catatan harian saya kali ini. Ada kurang dan lebihnya saya minta maaf
yang sebesar-besarnya. Mudah-mudahan Mbah Kyai Hadin Mahdi, ahli baitnya,
keluarganya, sahabat-sahabatnya, tetangganya, murid-murid, dan santri-santrinya
selalu mendapat limpahan rahmat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Semoga tharikah
Tijaniyyah yang dikembangkan dan disebarkan oleh Mbah Kyai Hadin Mahdi dapat
berkembang pesat dan memberikan berkah, manfaat kepada semua santri dan kaum
muslimin-muslimat. Semoga dusun Tulungsari, Tingal, Garum, Blitar (di mana di
sana dimakamkan jasad Mbah Kyai Hadin Mahdi Sang Mursyid Tharikah Tijaniyyah)
selalu menjadi tempat yang sejuk, damai sepanjang zaman yang tiada tertandingi.
Amin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Foto kitab di ranji sarkub dari Nyai Raden Ayu Linawati Djojodiningrat yang menyebutkan bahwa Ki Ageng Gribig merupakan anak dari Kyai Kebo Kanigoro (Kyai Purwoto Siddiq Banyubiru Sukoharjo-Solo) |
Foto kitab silsilah Ki Ageng Gribig keturunan dari Ki Kebo Kanigoro dari Ranji Sarkub yang diasuh oleh Nyai Raden Ayu Linawati Djajadiningrat Solo |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.