Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Menulislah, siapa tahu bermanfaat bagi yang
membutuhkan.”
(Anonim)
Sabtu
pagi, tanggal 4 Februari 2017, saya di SMS oleh Mbah Jawoko, Jatimalang, Blitar
begini: “Engko ono acara opo ora?. Lek ora ono acara ayo melu aku ning
makame Mbah Kyai Raden Kertojaman.” Lama SMS tersebut tak saya balas, sebab
saya masih ada kesibukan yang lebih penting. Karena tak saya balas, akhirnya pada
pukul 14.00 WIB Mbah Jawoko nelpon saya. Dia mengatakan, akan mengajak saya
ziarah ke makam Mbah Kyai Raden Kertojaman, Syaikh Abu Naim Fathullah (Kyai Raden
Setro Menggolo atau Mbah Kyai Putih), Kyai Raden Imam Sampurna (Pangeran Prabu)
Lodoyo, dan lain-lainnya. Mbah Jawoko juga mengatakan bahwa dia bersama
kawannya yang bernama Mas Rozikin Sawentar. Saya jawab: “Ya, oke. Siap. Iki
pas gak ada acara.”
Akhirnya
pertemuan tiga orang, saya, Mbah Jawoko, dan Mas Rozikin diadakan di rumah
saya. Setelah bincang-bincang sebentar, kami bertiga lalu meluncur ke makam
yang akan dituju. Sebelum ke makam, Mas Rozikin membeli dupa Kawi dan bunga
boreh untuk nyekar sebanyak 10 (sepuluh) bungkus. Dalam batin saya, waduh
banyak sekali kalau beli bunga. Ah, nggak apalah, wong pakai uangnya dia
sendiri kok. Bukan pakai uang saya. Hehehe. Apalagi Mas Rozikin memang ingin
nyekar ke tempat-tempat yang akan dituju memang sudah lama. Dan baru berhasil
kali ini. Katanya, dia (Mas Rozikin) ziarah ke tempat tersebut memang diperintah
(atas rekomendasi) dari seorang kyai. Yah, sudahlah. Namun esoknya Mbah Jawoko
bercerita bahwa Mas Rozikin pada saat makan di warung Timur makam Mbah Kyai
Raden Kertojaman pernah mendapat bisikan gaib bahwa dia diminta nyekar di
makam tersebut, lalu menghubungi Mbah Jawoko. Gituuu.
Pertama
kali makam yang kami tuju adalah makam Mbah Kyai Raden Kertojaman yang
berada di puncak gunung Betet, Sutojayan, Lodoyo. Yah, cukup lumayan
menyenangkan dan suasana sejuk ketika kami bertiga naik ke puncak gunung
tersebut. Ada jalan clondakan setapak bila kita ingin ke makam Mbah Kyai Raden
Kertojaman tersebut. Dikisahkan bahwa Mbah Kyai Raden Kertojaman merupakan
seorang ulama yang berdakwah secara kultural di masyarakat. Sewaktu hidupnya
konon beliau berwasiat kalau kelak meninggal dunia, minta jasadnya dimakamkan
di puncak gunung Betet, Sutojayan, Lodoyo. Yah, sejuk sekali udara di areal
makam Mbah Kyai Raden kertojaman, sampai-sampai saya hampir tertidur. Ternyata
Mbah Jawoko dan Mas Rozikin juga demikian.
Sesampai
di makam tersebut, Mbah Jawoko langsung mengeluarkan dua bungkus bunga boreh
untuk nyekar dan tiga batang dupa Kawi untuk dibakar. Sementara itu, saya kirim
hadiah fatikah, wirid (istighfar, shalawat, dan tahlil) yang pahalanya
saya kirimkan khususnya buat Mbah Kyai Raden Kertojaman. Lha, Mas Rozikin
setelah usai ritual lalu memotret saya dan Mbah Jawoko yang masih khusuk
berzikir. Dan setelah semua selesai ritual, kami bertiga asyik diskusi, ngobrol
ngalor-ngidul mengkisahkan para tokoh ulama yang mbabat desa sana dan sini.
Usai
dari makam Mbah Kyai Raden Kertojaman, kami bertiga lalu menuju makam Syaikh
Abu Naim Fathullah (Kyai Raden Setro Menggolo atau Mbah Putih). Ditempat
tersebut, saya berfoto di depan patung “Singa” atau “Macan” yang
merupakan simbol Lodoyo sejak jaman Majapahit. Patung tersebut
bukan untuk disembah seperti prasangka mereka yang tak mau belajar sejarah.
Akan tetapi, patung Singa atau Macan tersebut merupakan simbol
sebuah daerah. Contohnya, di Surabaya ada patung ikan “Suro” dan
“Boyo”, itu untuk simbol saja kang. Ngertiyo!!. Ojo gur fanatik saja
kamu. Hehehe. Di dusun Gajah, desa Papungan, Kanigoro, Blitar, juga ada patung
Gajah yang besar hanya sebagai simbol saja kang. Bukan untuk disembah.
Ngono loo. Blajar sejarah lah. Hehehe.
Selanjutnya,
setelah ritual nyekar dengan bunga boreh dan tiga batang dupa Kawi, serta
bacaan kalimah toyyibah (istighfar, shalawat, dan tahlil)
kami bertiga segera menuju ke areal “Makam Sentono” Lodoyo Blitar. Ada
beberapa makam yang dituju di tempat itu, di antaranya: Kyai Raden Imam
Sampurno (Pangeran Prabu), Mbah Boinem (wali perempuan), Mbah Kasan Besari
(Mbah Bontar), Ki Ronggo Lodoyo, Mbah Sroyo, Mbah Kyai Mahfudz Ali (Abdullah
Mas’ud atau Abdul Manaf), Mbah Kyai Sutojoyo (pendiri Sutojayan), dan
makam-makam lainnya.
Mungkin
hanya ini dulu catatan harian saya kali ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha
Kuasa memberikan berkah kepada kami bertiga. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa
selalu mengabulkan doa-doa kebaikan yang kami pancarkan. Mudah-mudahan Tuhan
Yang Maha Pengampun mengampuni segala dosa-dosa para tokoh yang kami ziarahi.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pemurah menempatkan para tokoh yang kami ziarahi
di tempat yang penuh kebahagiaan. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Pemberi
Kemudahan memudahkan segala urusan kami di kehidupan kini dan mendatang. Amin,
amin, amin, Ya Rabbal Alamin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Jalan menuju puncak gunung Betet di makam Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mbah Jawoko) |
Jalan menuju puncak Gunung Betet di makam Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mas Rozikin) |
Jalan menuju puncak Gunung Betet di makam Mbah Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mbah Jawoko yang memamerkan dupa Kawi) |
Berzikir dengan aroma kembang Boreh dan dupa Kawi yang dibakar Mbah Jawoko |
Berfoto bersama patung "Singa" atau "Macan" simbol daerah Lodoyo di depan makam Syaikh Abu Naim Fathullah (Raden Setro Manggolo) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Assalamu'alaikum
BalasHapusMau tanya, apakah di puncak/diatas gunung betet ada gubuk? Apa ada kuburan lain selain yg disebutkan di cerita atas?
Menurut yg sy lht di lokasi di atas gunung Betet sebelah Utara ad beberapa makam dan 1 gubuk terkenal di masyarakat makam Mbah kartojaman di gunung pandan dgn 2 bangunan tugu lawas.Klau seblah selatan makam Mbah song song buwono jg ad 1 gubuk dan 1 makam.salam santun dari kang parno gondrong lodoyo Rahayu Rahayu Rahayu.
BalasHapus