Sabtu, 05 November 2016

MENELUSURI KETOKOHAN MBAH KYAI RADEN DARSO WARI KUSUMO DI DESA TINGAL KECAMATAN GARUM KABUPATEN BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

“Tulislah apapun yang bisa Anda tulis, siapa tahu bermanfaat”
(Anonim)

Perlu diketahui bahwa orang yang pertama kali mengajak saya berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo atau yang sering disebut “Eyang Darso Wari Kusumo” di desa Tingal, kecamatan Garum, kabupaten Blitar adalah Kyai Muhammad AP dan jama’ahnya. Bisa disebutkan beberapa anggota jamaah pengajian yang di asuh Kyai Muhammad AP, di antaranya: Gus Sahrul Faizin (Kauman, Blitar), Ki Abdulloh Narto Sabdo (Karangtengah, Blitar), Gus Imam Ghozali (Sanankulon, Blitar), Kyai Muhtarom (Balong, Blitar), Gus Hammam (Ponggok), Mbah Gelung Al-Hindi (Bendosewu), Ki Jadug (Kuningan), dan lain sebagainya. Jamaah pengajian ini biasanya mengkaji berbagai kitab tasawuf, di antaranya: Kitab Al-Hikam karya Syaikh Ibnu Athoillah as-Sakandari; Kitab Mastnawi karya Syaikh Jalaluddin ar-Rumi; dan kitab-kitab tasawuf yang berisi kajian ilmu makrifat dari tradisi tharikah Sathariyyah dan Akmaliyyah.

Kata Mbah Jawoko, nama asli Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo adalah Raden Putut atau Raden Petut. Konon beliau pernah di sekolahkan oleh Belanda di Leiden, Belanda. Sepulang dari negeri Belanda, beliau bergabung dengan Pangeran Diponegoro dan menjadi salah satu orang yang membuat strategi perang saat itu. Makanya, beliau dicari-cari oleh Belanda hingga hijrah ke daerah Tingal, Garum, Blitar. Diceritakan pula bahwa beliau juga memiliki seorang putra yang berada di negara Siam. Salah satu putra Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo tersebut pada akhirnya juga mencari ayahnya di tempat tersebut. Salah satu putra tersebut juga dimakamkan di barat mushalla "Eyang Darso Wari Kusumo" tersebut. Masih menurut Mbah Jawoko, bila Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo merupakan strategi perang era Diponegoro, maka tokoh seperti Sentot Ali Basyah dan Kyai Mojo merupakan penasehat Pangeran Diponegoro.

Sekitar tahun 2004, saya diajak ziarah ke makam Eyang Warso Wari Kusumo bersama kawan-kawan jamaah pengajian di atas. Biasanya, kawan-kawan di makam Eyang Warso wari Kusumo tersebut melakukan wirid Surat al-Ikhlas sebanyak 1000x (seribu kali). Setelah itu, mereka lalu melakukan diskusi-diskusi kecil di teras mushalla Eyang Darso Wari Kusumo. Terkadang, di areal makam tersebut kami bertemu dengan beberapa orang yang juga berziarah ke tempat tersebut. Ada santri-santri dari kalangan pesantren yang berziarah. Ada pula orang-orang Islam-Jawa (Kejawen) yang berziarah di situ. Kami semua di tempat tersebut selalu mengadakan diskusi-diskusi kecil tentang tasawuf Islam, kebatinan Islam-Jawa (Kejawen), dan lain sebagainya. Tak lupa, terkadang berbagai gorengan (seperti; ote-ote, pisang goreng, ketela goreng, tahu goreng), rokok filter dan kopi panas juga menjadi teman kami berdiskusi bersama.

Dalam diskusi tersebut, saya dan kawan-kawan juga tak pernah mengalami perdebatan hingga menyebabkan pertengkaran yang tak berarti walau dengan mereka yang Islam-Jawa (Kejawen). Sebab dalam kami berdiskusi selalu menggunakan “Rasa Sejati”, bukan hanya berpatokan pada “Logika Akal” seperti mahasiswa-mahasiswa kuliah pada umumnya. Dengan selalu mengedepankan “Rasa Sejati”, kami semua selalu bisa “Ngudo Roso” (menelanjangi rasa) dengan siapapun yang berbeda aliran kepercayaan, agama, budaya, dan semacamnya. Dengan kita saling menelanjangi rasa, maka kita semua yang berdiskusi bisa merasakan rasa yang benar-benar muncul dari dalam diri, bukan hanya dari olah akal pikiran yang kadang masih meloncat-loncat seperti kera.

Kembali ke kisah Eyang Darso Wari Kusumo. Saya bertanya kepada Mbah Muhsin (yakni seorang spiritualis dari Solo yang sudah 12 tahun menetap di makam tersebut) tentang kisah Eyang Darso Wari Kusumo. Mbah Muhsin mengatakan bahwa Eyang Darso Wari Kusumo merupakan tokoh penasehat Pangeran Diponegoro. Pada saat pecahnya perang Diponegoro banyak sekali para sahabat dan penasehat utama Pangeran Diponegoro yang hijrah ke arah Timur, seperti Eyang Darso Wari Kusumo yang dimakamkan di tempat tersebut. Kata Mbah Muhsin bahwa zaman dulu banyak sekali tokoh yang pintar-pintar dan alim-alim dari sahabat dan penasehat Pangeran Diponegoro yang hijrah menyelamatkan diri ke arah Timur hingga Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya.

Konon Eyang Darso Wari Kusumo hijrah ke desa Tingal, Garum, Blitar, tidak sendirian. Bisa disebutkan di sini bahwa Mbah Kyai Imam Syafii yang berada di desa Tingal sebelah Selatan juga merupakan teman seperjuangan Eyang Darso Wari Kusumo. Apabila Mbah Kyai Imam Syafii membabat desa Tingal sebelah Selatan dan mendirikan sebuah masjid, maka Eyang Darso Wari Kusumo membabat desa Tingal bagian Utara dan mendirikan sebuah mushalla kecil yang hingga kini kedua tempat ibadah tokoh tersebut masih terawat dengan baik. Di tempat baru inilah sampai kini kedua tokoh ini sering disebut-sebut sebagai orang yang bedol desa (mbabat; Jawa) desa Tingal, Garum, Blitar.

Banyak orang yang berziarah ke makam Eyang Darso Wari Kusumo, terutama pada malam Jumat Legi. Sementara malam-malam hari yang lain kadang tampak sepi. Saya tidak tahu mengapa harus memilih malam Jumat Legi. Konon dalam tradisi Islam-Jawa (Kejawen), malam Jumat Legi merupakan malam yang keramat dan mustajabah bila berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Makam yang berada di dalam mushalla bagian Utara tersebut selalu semerbak berbau kembang boreh, dupa, minyak misik, minyak jakfaron, menyan dan lain sebagainya. Selain itu, tepat di atas pusara Eyang Darso Wari Kusumo juga ada papan kitab suci al-Qur’an, buku Tahlil dan Yasin. Bagi para penziarah bisa meminjam kitab dan buku tersebut untuk mengirim doa kepada arwah Eyang Darso Wari Kusumo.

Dulu ketika saya berziarah ke tempat tersebut bersama Gus Burhanuddin (Sekardangan) dan Mbah Jawoko (Jatimalang), saya bertiga tak lupa mampir di sanggar Mbah Muhsin yang berada di utara mushalla Eyang Darso Wari Kusumo. Saya lalu berdiskusi mengenai perjalanan spiritual dengan Mbah Muhsin dan kawan-kawan yang ada. Mbah Muhsin terkadang mengkaji tentang “Nur Muhammad” yang merupakan asal kejadian dari segala hal di dunia. Kata Kyai Muhammad AP bahwa “Nur Muhammad” bukanlah “Nur-nya Nabi Muhammad”, bahkan Nabi Muhammad juga berasal dari “Nur Muhammad” tersebut. Wah, banyak sekali yang kami diskusikan di tempat tersebut, mulai dari konsep “Insan Kamil” (manusia sempurna) hingga bermacam-macam kajian lainnya. Tempat tersebut merupakan tempat diskusi yang nyaman dan jauh dari hiruk pikuk dunia. Bukan tempat bermusyrik-syirik seperti anggapan mereka yang hanya melihat dari jauh dan tak menerjuninya.

Akhir kata, semoga segala apa yang saya lakukan selama hidup di dunia selalu diridhai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Mudah-mudahan semua kawan saya selalu diberi kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Memberi Kemudahan. Mudah-mudahan warga desa Tingal, kecamatan Garum, kabupaten Blitar selalu mendapatkan kebahagiaan dari Tuhan Yang Maha Esa, diberi rizki yang berkah, manfaat di kehidupan kini dan mendatang. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Kuasa selalu memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada semua makhluk-Nya. Ya, semua makhluk ciptaan-Nya tanpa pandang bulu, tanpa memandang aliran, suku, bangsa, ras, agama, dan kepercayaannya. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.

“Sluman, slumun, slamet. Slameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun selalu mendapatkan keselamatan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raganya masing-masing)
Gapura menuju Makam Eyang Darso Wari Kusumo
 
Makam Eyang Darso Wari Kusumo di samping mushalla
 
Mbah Muhsin, seorang yang berasal dari Solo dan sudah puluhan tahun di makam Eyang Darso Wari Kusumo
 
Mushalla Eyang Darso Wari Kusumo tampak salah satu penziarah sedang shalat Isya

Tentang Penulis
Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing, maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean” tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

1 komentar:

  1. saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m

    BalasHapus