Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Tulislah
apapun yang bisa Anda tulis, siapa tahu bermanfaat”
(Anonim)
Perlu
diketahui bahwa orang yang pertama kali mengajak saya berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo atau
yang sering disebut “Eyang Darso Wari
Kusumo” di desa Tingal, kecamatan Garum, kabupaten Blitar adalah Kyai
Muhammad AP dan jama’ahnya. Bisa disebutkan beberapa anggota jamaah pengajian yang
di asuh Kyai Muhammad AP, di antaranya: Gus Sahrul Faizin (Kauman, Blitar), Ki
Abdulloh Narto Sabdo (Karangtengah, Blitar), Gus Imam Ghozali (Sanankulon,
Blitar), Kyai Muhtarom (Balong, Blitar), Gus Hammam (Ponggok), Mbah Gelung Al-Hindi
(Bendosewu), Ki Jadug (Kuningan), dan lain sebagainya. Jamaah pengajian ini
biasanya mengkaji berbagai kitab tasawuf, di antaranya: Kitab Al-Hikam karya Syaikh Ibnu Athoillah as-Sakandari; Kitab Mastnawi karya Syaikh Jalaluddin
ar-Rumi; dan kitab-kitab tasawuf yang berisi kajian ilmu makrifat dari tradisi
tharikah Sathariyyah dan Akmaliyyah.
Kata Mbah Jawoko, nama asli Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo adalah Raden Putut atau Raden Petut. Konon beliau pernah di sekolahkan oleh Belanda di Leiden, Belanda. Sepulang dari negeri Belanda, beliau bergabung dengan Pangeran Diponegoro dan menjadi salah satu orang yang membuat strategi perang saat itu. Makanya, beliau dicari-cari oleh Belanda hingga hijrah ke daerah Tingal, Garum, Blitar. Diceritakan pula bahwa beliau juga memiliki seorang putra yang berada di negara Siam. Salah satu putra Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo tersebut pada akhirnya juga mencari ayahnya di tempat tersebut. Salah satu putra tersebut juga dimakamkan di barat mushalla "Eyang Darso Wari Kusumo" tersebut. Masih menurut Mbah Jawoko, bila Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo merupakan strategi perang era Diponegoro, maka tokoh seperti Sentot Ali Basyah dan Kyai Mojo merupakan penasehat Pangeran Diponegoro.
Kata Mbah Jawoko, nama asli Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo adalah Raden Putut atau Raden Petut. Konon beliau pernah di sekolahkan oleh Belanda di Leiden, Belanda. Sepulang dari negeri Belanda, beliau bergabung dengan Pangeran Diponegoro dan menjadi salah satu orang yang membuat strategi perang saat itu. Makanya, beliau dicari-cari oleh Belanda hingga hijrah ke daerah Tingal, Garum, Blitar. Diceritakan pula bahwa beliau juga memiliki seorang putra yang berada di negara Siam. Salah satu putra Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo tersebut pada akhirnya juga mencari ayahnya di tempat tersebut. Salah satu putra tersebut juga dimakamkan di barat mushalla "Eyang Darso Wari Kusumo" tersebut. Masih menurut Mbah Jawoko, bila Mbah Kyai Raden Darso Wari Kusumo merupakan strategi perang era Diponegoro, maka tokoh seperti Sentot Ali Basyah dan Kyai Mojo merupakan penasehat Pangeran Diponegoro.
Sekitar
tahun 2004, saya diajak ziarah ke makam Eyang
Warso Wari Kusumo bersama kawan-kawan jamaah pengajian di atas. Biasanya,
kawan-kawan di makam Eyang Warso wari Kusumo tersebut melakukan wirid Surat al-Ikhlas sebanyak 1000x (seribu
kali). Setelah itu, mereka lalu melakukan diskusi-diskusi kecil di teras
mushalla Eyang Darso Wari Kusumo. Terkadang, di areal makam tersebut kami
bertemu dengan beberapa orang yang juga berziarah ke tempat tersebut. Ada
santri-santri dari kalangan pesantren yang berziarah. Ada pula orang-orang
Islam-Jawa (Kejawen) yang berziarah di situ. Kami semua di tempat tersebut
selalu mengadakan diskusi-diskusi kecil tentang tasawuf Islam, kebatinan
Islam-Jawa (Kejawen), dan lain sebagainya. Tak lupa, terkadang berbagai gorengan
(seperti; ote-ote, pisang goreng, ketela goreng, tahu goreng), rokok filter dan
kopi panas juga menjadi teman kami berdiskusi bersama.
Dalam
diskusi tersebut, saya dan kawan-kawan juga tak pernah mengalami perdebatan
hingga menyebabkan pertengkaran yang tak berarti walau dengan mereka yang
Islam-Jawa (Kejawen). Sebab dalam kami berdiskusi selalu menggunakan “Rasa Sejati”, bukan hanya berpatokan
pada “Logika Akal” seperti
mahasiswa-mahasiswa kuliah pada umumnya. Dengan selalu mengedepankan “Rasa Sejati”, kami semua selalu bisa “Ngudo Roso” (menelanjangi rasa) dengan
siapapun yang berbeda aliran kepercayaan, agama, budaya, dan semacamnya. Dengan
kita saling menelanjangi rasa, maka kita semua yang berdiskusi bisa merasakan
rasa yang benar-benar muncul dari dalam diri, bukan hanya dari olah akal
pikiran yang kadang masih meloncat-loncat seperti kera.
Kembali
ke kisah Eyang Darso Wari Kusumo.
Saya bertanya kepada Mbah Muhsin (yakni seorang spiritualis dari Solo yang
sudah 12 tahun menetap di makam tersebut) tentang kisah Eyang Darso Wari Kusumo. Mbah Muhsin mengatakan bahwa Eyang Darso Wari
Kusumo merupakan tokoh penasehat Pangeran Diponegoro. Pada saat pecahnya perang
Diponegoro banyak sekali para sahabat dan penasehat utama Pangeran Diponegoro
yang hijrah ke arah Timur, seperti Eyang
Darso Wari Kusumo yang dimakamkan di tempat tersebut. Kata Mbah Muhsin
bahwa zaman dulu banyak sekali tokoh yang pintar-pintar dan alim-alim dari
sahabat dan penasehat Pangeran Diponegoro yang hijrah menyelamatkan diri ke
arah Timur hingga Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya.
Konon
Eyang Darso Wari Kusumo hijrah ke
desa Tingal, Garum, Blitar, tidak sendirian. Bisa disebutkan di sini bahwa Mbah Kyai Imam Syafii yang berada di
desa Tingal sebelah Selatan juga merupakan teman seperjuangan Eyang Darso Wari Kusumo. Apabila Mbah Kyai Imam Syafii membabat desa Tingal
sebelah Selatan dan mendirikan sebuah masjid, maka Eyang Darso Wari Kusumo membabat desa Tingal bagian Utara dan
mendirikan sebuah mushalla kecil yang hingga kini kedua tempat ibadah tokoh
tersebut masih terawat dengan baik. Di tempat baru inilah sampai kini kedua
tokoh ini sering disebut-sebut sebagai orang yang bedol desa (mbabat; Jawa) desa Tingal, Garum,
Blitar.
Banyak
orang yang berziarah ke makam Eyang
Darso Wari Kusumo, terutama pada malam
Jumat Legi. Sementara malam-malam hari yang lain kadang tampak sepi. Saya
tidak tahu mengapa harus memilih malam Jumat Legi. Konon dalam tradisi
Islam-Jawa (Kejawen), malam Jumat Legi merupakan malam yang keramat dan
mustajabah bila berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Makam yang berada di dalam
mushalla bagian Utara tersebut selalu semerbak berbau kembang boreh, dupa,
minyak misik, minyak jakfaron, menyan dan lain sebagainya. Selain itu, tepat di
atas pusara Eyang Darso Wari Kusumo
juga ada papan kitab suci al-Qur’an, buku Tahlil dan Yasin. Bagi para penziarah
bisa meminjam kitab dan buku tersebut untuk mengirim doa kepada arwah Eyang
Darso Wari Kusumo.
Dulu
ketika saya berziarah ke tempat tersebut bersama Gus Burhanuddin (Sekardangan)
dan Mbah Jawoko (Jatimalang), saya bertiga tak lupa mampir di sanggar Mbah
Muhsin yang berada di utara mushalla Eyang
Darso Wari Kusumo. Saya lalu berdiskusi mengenai perjalanan spiritual
dengan Mbah Muhsin dan kawan-kawan yang ada. Mbah Muhsin terkadang mengkaji
tentang “Nur Muhammad” yang
merupakan asal kejadian dari segala hal di dunia. Kata Kyai Muhammad AP bahwa “Nur Muhammad” bukanlah “Nur-nya Nabi Muhammad”, bahkan Nabi
Muhammad juga berasal dari “Nur Muhammad”
tersebut. Wah, banyak sekali yang kami diskusikan di tempat tersebut, mulai
dari konsep “Insan Kamil” (manusia
sempurna) hingga bermacam-macam kajian lainnya. Tempat tersebut merupakan
tempat diskusi yang nyaman dan jauh dari hiruk pikuk dunia. Bukan tempat
bermusyrik-syirik seperti anggapan mereka yang hanya melihat dari jauh dan tak
menerjuninya.
Akhir
kata, semoga segala apa yang saya lakukan selama hidup di dunia selalu diridhai
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Mudah-mudahan semua kawan saya selalu diberi
kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Memberi Kemudahan. Mudah-mudahan warga desa
Tingal, kecamatan Garum, kabupaten Blitar selalu mendapatkan kebahagiaan dari
Tuhan Yang Maha Esa, diberi rizki yang berkah, manfaat di kehidupan kini dan
mendatang. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Kuasa selalu memberikan keselamatan
dan kesejahteraan kepada semua makhluk-Nya. Ya, semua makhluk ciptaan-Nya tanpa
pandang bulu, tanpa memandang aliran, suku, bangsa, ras, agama, dan
kepercayaannya. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.
“Sluman, slumun, slamet.
Slameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun selalu mendapatkan keselamatan. Yakni, selamat
dalam mengasuh jiwa dan raganya masing-masing)
Gapura menuju Makam Eyang Darso Wari Kusumo |
Mbah Muhsin, seorang yang berasal dari Solo dan sudah puluhan tahun di makam Eyang Darso Wari Kusumo |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing, maesan,
kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam bau-bauan ini
beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan,
Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh Kyai
Muhammad AP dengan sebutan “Ki Gadhung
Melathi” atau “Mbah Pasarean” tersebut
dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m
BalasHapus