Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Tulislah
apapun yang bisa Anda tulis, siapa tahu bermanfaat”
(Anonim)
Pada
suatu hari, saya ke rumah Bapak Siswanto di dusun Pakel, desa Banggle,
kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar. Bincang-bincangpun dengan Bapak Siswanto
itupun dimulai dari berbagai hal. Dari memperbincangkan masalah lembaga sekolah
hingga masalah cikal-bakal dusun maupun desa. Bapak Siswanto mengatakan bahwa
cikal-bakal dusun Pakel bernama Mbah
Kyai Raden Djayeng Kusumo. Nama lain dari Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo adalah Mbah Kyai Raden Djayeng Saputra dan kadang disebut pula Mbah Kyai Raden Santri. Makam tersebut berada di dusun Pakel bagian
utara, tepatnya berada di sebelah barat makam Mbah Kyai Busro kurang lebih
berjarak 200 meteran. Diceritakan oleh beberapa sesepuh, bahwa makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo tersebut
dulu pernah akan dibangun oleh Kyai Muhtarom, sang muballigh dari Sanankulon,
Blitar. Namun belum sempat Kyai Muhtarom membangun makam tokoh tersebut, beliau
sudah keburu meninggal dunia. “Allohumaghfir
lahu wa afihi wa’fu anhu.”
Hari
ini, saya dikontak sama Mbah Jawoko. Kata Mbah Jawoko: “Gus, ayo mubeng-mubeng ning elormu. Engko mampir ziarah ning makame
Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo sing diziarahi ndisik” (Gus, ayo kita
jalan-jalan keliling di desa utaramu. Nanti kita singgah ke makam Mbah Kyai
Raden Djayeng Kusumo yang pernah kita ziarahi dulu). Jawabku: “Iyo, ora opo-opo. Ningo mahku” (Iya,
tidak apa-apa. Silahkan ke rumahku). Kata Mbah Jawoko: “Iyo, tunggunen sik” (Iya tunggu aku). Jawabku: “Oke” (Oke). Kurang lebih 15 menit
kemudian Mbah Jawoko sudah sampai di depan rumah saya. Saat itu, saya masih
melakukan shalat Dzuhur beserta rangkaian wirid-wiridnya. Mbah Jawoko menunggu
saya di teras rumah sambil ber-WA-ria dengan kawan-kawannya.
Usai
shalat Dzuhur beserta rangkaian wirid-wirid yang saya baca, kemudian saya
membukakan pintu rumah saya dan mempersilahkan Mbah Jawoko masuk. Saya lalu
menegaskan lagi: “Iki engko ning ngendi?”
(Ini nanti kita kemana?). Jawab Mbah Jawoko: “Yo engko ngetan, terus ngalor ning makame Mbah Kyai Raden Djayeng
Kusumo, terus ning makame Eyang Darso Wari Kusumo nyetuki Mbah Muhsin. Wis suwi
ora mrono aku” (Ayo nanti ke timur, terus ke utara di makam Mbah Kyai Raden
Djayeng Kusumo, terus ke makam Eyang Darso Wari Kusumo menemui Mbah Muhsin.
Sudah lama saya tidak ketemu Mbah Muhsin). Perlu diketahui bahwa Mbah Muhsin
merupakan orang dari Solo dan menetap di samping makam Eyang Darso Wari Kusumo
Tingal, Garum, Blitar.
Sesampai
di makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo, lalu Mbah Jawoko melakukan tahlil dan
wirid-wirid kemudian memotret makam beliau. Begitu juga saya, setelah rangkaian
Surat Al-Fatikah saya kirimkan kepada para nabi, rasul, auliya, ulama, dan
mengkhususkannya kepada Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo, saya pun juga memotret
makamnya yang berada dekat di pinggir jalan tersebut.
Setelah
itu, Mbah Jawoko berkata: “Gus, wis
mangan opo durung?. Aku luwe, awan durung mangan. Yo golek mangan” (Gus,
sudah makan apa belum?. Saya lapar, belum makan siang. Yo kita cari makan). Kataku:
“Ayo, aku iyo durung mangan kok.”
(Ayo, saya juga belum makan kok). Kemudian kami berdua mencari warung di dekat
tempat tersebut. Ketetapan di perempatan desa Combong ada sebuah warung yang
bercirikhas ikan wader sebagai menu utamanya. Kami berdua lalu mampir ke warung
tersebut dan makan siang. Saya memilih menu ikan cengor, sedangkan Mbah Jawoko
memilih menu ikan wader.
Usai
makan, kami berdua meneruskan perjalanan ke utara tempatnya di makam kuno desa
Combong, tengah sawah. Di tempat tersebut, saya dengan Mbah Jawoko mencari
makam eyang buyut saya yang bernama Mbah
Kyai Marto Broni dan istrinya. Dikisahkan oleh Mbah Kyai Zainuddin bahwa Mbah Kyai Marto Broni berasal dari
Lodoyo, Blitar selatan. Konon sampai tua, beliau belum memiliki seorang anak.
Lalu sowan kyai-nya yang berada di desa Bacem, Lodoyo, bahwa dia bisa memiliki
anak tapi ada syaratnya. Syaratnya adalah ritual dibakar bersama istrinya.
Benar, beliau berani dengan ritual tersebut dan akhirnya setelah dibakar,
istrinya bisa hamil dan memiliki seorang anak yang dinamakan Mbah Kyai Marto Sentono (Mbah Kyai Marto
Diningrat) yang makamnya berada di Patuk utara desa Manukan, Garum, Blitar.
Bila
dirunut dari segi silsilah nasab, maka saya merupakan urutan ke-6 dari Mbah Kyai Marto Broni yang ayahnya
berasal dari Lodoyo, Blitar tersebut. Hingga saat ini, saya belum begitu
mengetahui dengan jelas siapa nama ayah Mbah
Kyai Marto Broni yang berada di Lodoyo, Blitar selatan tersebut. Kata
saudara di Manukan, Garum, Blitar, bahwa yang tahu silsilahnya ke atas adalah
Bapak Badri (langgar/mushalla selatan jalan desa Sawentar). Tepatnya, barat
toko emas desa Sawentar. Berikut silsilah nasab yang dimaksud:
1. Mbah Kyai Marto Broni,
berputra;
2. Mbah Kyai Marto Sentono (Mbah Kyai
Marto Dikromo), Manukan, Garum, Blitar, berputra:
3. Mbah Kyai Ahmad Dasuqi,
Sekardangan, Kanigoro, Blitar, berputra:
4. Mbah Umi Kulsum
(istri Mbah Kyai Muhammad Irjaz Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra:
5. Siti Rofiah
(istri Mbah Tamam Thahir Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra;
6. Arif Muzayin Shofwan
(penulis)
Mungkin
hanya sampai di sini dulu catatan harian saya. Tujuan catatan harian ini adalah
untuk mendokumentasikan tulisan-tulisan ringan saya dari hasil berbagai
penelusuran di berbagai situs dan makam kuno seputar Blitar dan sekitarnya.
Akhir kata, mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kemudahan
bagi saya dalam masalah apapun di kehidupan kini dan mendatang. Tak lupa,
semoga warga dusun Pakel, Banggle, Kanigoro, Blitar selalu diberkahi oleh Tuhan
Yang Maha Pemberi Berkah. Mudah-mudahan apa saja yang saya lakukan dicatat di
sisi Allah sebagai amal kebaikan di kehidupan kini dan mendatang.
“Sluman,
slumun, slamet. Slameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Dimanapun
dan dalam situasi serta kondisi apapun semoga selamat sejahtera. Selamat
sejahtera dalam mengasuh jiwa raga masing-masing. Amiin.)
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, pria kelahiran asli Blitar ini merupakan
peneliti situs-situs dan pemakaman kuno dari para tokoh yang cikal-bakal
berbagai dusun maupun desa di seputar Blitar dan sekitarnya. Pria yang memiliki
hobi menulis dan membaca tersebut beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur
Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Nomor HP. 085649706399.
saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m
BalasHapus