Sabtu, 05 November 2016

MENELUSURI KETOKOHAN MBAH KYAI RADEN DJAYENG KUSUMO CIKAL BAKAL DUSUN PAKEL, BANGGLE, KANIGORO, BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

“Tulislah apapun yang bisa Anda tulis, siapa tahu bermanfaat”
(Anonim)

Pada suatu hari, saya ke rumah Bapak Siswanto di dusun Pakel, desa Banggle, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar. Bincang-bincangpun dengan Bapak Siswanto itupun dimulai dari berbagai hal. Dari memperbincangkan masalah lembaga sekolah hingga masalah cikal-bakal dusun maupun desa. Bapak Siswanto mengatakan bahwa cikal-bakal dusun Pakel bernama Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo. Nama lain dari Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo adalah Mbah Kyai Raden Djayeng Saputra dan kadang disebut pula Mbah Kyai Raden Santri. Makam tersebut berada di dusun Pakel bagian utara, tepatnya berada di sebelah barat makam Mbah Kyai Busro kurang lebih berjarak 200 meteran. Diceritakan oleh beberapa sesepuh, bahwa makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo tersebut dulu pernah akan dibangun oleh Kyai Muhtarom, sang muballigh dari Sanankulon, Blitar. Namun belum sempat Kyai Muhtarom membangun makam tokoh tersebut, beliau sudah keburu meninggal dunia. “Allohumaghfir lahu wa afihi wa’fu anhu.”

Hari ini, saya dikontak sama Mbah Jawoko. Kata Mbah Jawoko: “Gus, ayo mubeng-mubeng ning elormu. Engko mampir ziarah ning makame Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo sing diziarahi ndisik” (Gus, ayo kita jalan-jalan keliling di desa utaramu. Nanti kita singgah ke makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo yang pernah kita ziarahi dulu). Jawabku: “Iyo, ora opo-opo. Ningo mahku” (Iya, tidak apa-apa. Silahkan ke rumahku). Kata Mbah Jawoko: “Iyo, tunggunen sik” (Iya tunggu aku). Jawabku: “Oke” (Oke). Kurang lebih 15 menit kemudian Mbah Jawoko sudah sampai di depan rumah saya. Saat itu, saya masih melakukan shalat Dzuhur beserta rangkaian wirid-wiridnya. Mbah Jawoko menunggu saya di teras rumah sambil ber-WA-ria dengan kawan-kawannya.

Usai shalat Dzuhur beserta rangkaian wirid-wirid yang saya baca, kemudian saya membukakan pintu rumah saya dan mempersilahkan Mbah Jawoko masuk. Saya lalu menegaskan lagi: “Iki engko ning ngendi?” (Ini nanti kita kemana?). Jawab Mbah Jawoko: “Yo engko ngetan, terus ngalor ning makame Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo, terus ning makame Eyang Darso Wari Kusumo nyetuki Mbah Muhsin. Wis suwi ora mrono aku” (Ayo nanti ke timur, terus ke utara di makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo, terus ke makam Eyang Darso Wari Kusumo menemui Mbah Muhsin. Sudah lama saya tidak ketemu Mbah Muhsin). Perlu diketahui bahwa Mbah Muhsin merupakan orang dari Solo dan menetap di samping makam Eyang Darso Wari Kusumo Tingal, Garum, Blitar.

Sesampai di makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo, lalu Mbah Jawoko melakukan tahlil dan wirid-wirid kemudian memotret makam beliau. Begitu juga saya, setelah rangkaian Surat Al-Fatikah saya kirimkan kepada para nabi, rasul, auliya, ulama, dan mengkhususkannya kepada Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo, saya pun juga memotret makamnya yang berada dekat di pinggir jalan tersebut. 

Setelah itu, Mbah Jawoko berkata: “Gus, wis mangan opo durung?. Aku luwe, awan durung mangan. Yo golek mangan” (Gus, sudah makan apa belum?. Saya lapar, belum makan siang. Yo kita cari makan). Kataku: “Ayo, aku iyo durung mangan kok.” (Ayo, saya juga belum makan kok). Kemudian kami berdua mencari warung di dekat tempat tersebut. Ketetapan di perempatan desa Combong ada sebuah warung yang bercirikhas ikan wader sebagai menu utamanya. Kami berdua lalu mampir ke warung tersebut dan makan siang. Saya memilih menu ikan cengor, sedangkan Mbah Jawoko memilih menu ikan wader.

Usai makan, kami berdua meneruskan perjalanan ke utara tempatnya di makam kuno desa Combong, tengah sawah. Di tempat tersebut, saya dengan Mbah Jawoko mencari makam eyang buyut saya yang bernama Mbah Kyai Marto Broni dan istrinya. Dikisahkan oleh Mbah Kyai Zainuddin bahwa Mbah Kyai Marto Broni berasal dari Lodoyo, Blitar selatan. Konon sampai tua, beliau belum memiliki seorang anak. Lalu sowan kyai-nya yang berada di desa Bacem, Lodoyo, bahwa dia bisa memiliki anak tapi ada syaratnya. Syaratnya adalah ritual dibakar bersama istrinya. Benar, beliau berani dengan ritual tersebut dan akhirnya setelah dibakar, istrinya bisa hamil dan memiliki seorang anak yang dinamakan Mbah Kyai Marto Sentono (Mbah Kyai Marto Diningrat) yang makamnya berada di Patuk utara desa Manukan, Garum, Blitar.

Bila dirunut dari segi silsilah nasab, maka saya merupakan urutan ke-6 dari Mbah Kyai Marto Broni yang ayahnya berasal dari Lodoyo, Blitar tersebut. Hingga saat ini, saya belum begitu mengetahui dengan jelas siapa nama ayah Mbah Kyai Marto Broni yang berada di Lodoyo, Blitar selatan tersebut. Kata saudara di Manukan, Garum, Blitar, bahwa yang tahu silsilahnya ke atas adalah Bapak Badri (langgar/mushalla selatan jalan desa Sawentar). Tepatnya, barat toko emas desa Sawentar. Berikut silsilah nasab yang dimaksud:

1.    Mbah Kyai Marto Broni, berputra;
2.    Mbah Kyai Marto Sentono (Mbah Kyai Marto Dikromo), Manukan, Garum, Blitar, berputra:
3.    Mbah Kyai Ahmad Dasuqi, Sekardangan, Kanigoro, Blitar, berputra:
4.    Mbah Umi Kulsum (istri Mbah Kyai Muhammad Irjaz Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra:
5.    Siti Rofiah (istri Mbah Tamam Thahir Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra;
6.    Arif Muzayin Shofwan (penulis)

Mungkin hanya sampai di sini dulu catatan harian saya. Tujuan catatan harian ini adalah untuk mendokumentasikan tulisan-tulisan ringan saya dari hasil berbagai penelusuran di berbagai situs dan makam kuno seputar Blitar dan sekitarnya. Akhir kata, mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kemudahan bagi saya dalam masalah apapun di kehidupan kini dan mendatang. Tak lupa, semoga warga dusun Pakel, Banggle, Kanigoro, Blitar selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Pemberi Berkah. Mudah-mudahan apa saja yang saya lakukan dicatat di sisi Allah sebagai amal kebaikan di kehidupan kini dan mendatang.

Sluman, slumun, slamet. Slameto lek ngemongi jiwo rogo
(Dimanapun dan dalam situasi serta kondisi apapun semoga selamat sejahtera. Selamat sejahtera dalam mengasuh jiwa raga masing-masing. Amiin.)
 
Makam Mbah Kyai Raden Djayeng Kusumo (Mbah Kyai Raden Djayeng Saputra/ Mbah Kyai Raden Santri)
 
Makam Mbah Kyai Marto Broni
 
Makam istri Mbah Marto Broni

Tentang Penulis
Arif Muzayin Shofwan, pria kelahiran asli Blitar ini merupakan peneliti situs-situs dan pemakaman kuno dari para tokoh yang cikal-bakal berbagai dusun maupun desa di seputar Blitar dan sekitarnya. Pria yang memiliki hobi menulis dan membaca tersebut beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Nomor HP. 085649706399.

1 komentar:

  1. saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m

    BalasHapus