Oleh: Arif Muzayin Shofwan
“Tulislah apapun yang dapat anda
tulis, siapa tahu bermanfaat”
(Anonim)
Mbah Kyai
Dimyathi Baran, Selopuro, Blitar, yang terkenal sebagian dari waliyullah (min
ba’dil Auliya) merupakan putra dari Mbah Kyai Hasbulloh. Dua tokoh ayah dan anak ini
dimakamkan dalam areal makam umum desa Kasim, Selopuro, Blitar, Jawa Timur.
Telah disebutkan bahwa Mbah Kyai Hasbulloh dikenal sebagai Kyai Nalindra,
yakni seorang ksatria yang merangkap kiai dan pejabat. Mbah Kyai Hasbulloh
pernah menjabat dewan legislatif dan kepala desa Ploso. Nama kecil Mbah Kyai
Hasbulloh adalah Irdali dan berganti Roihuddin, setelah mondok. Ketika naik
haji namanya ditambah menjadi Mbah Kyai Hasbulloh. Konon beliau merupakan
keturunan Sunan Geseng (Ki Cakrajaya), seorang waliyullah murid agung
yang lahir di Kali Watubumi, Bedug Butuh, Begelen, Purworejo, Jawa Tengah.
Semasa hidupnya,
Mbah Kyai Hasbulloh konon pernah menikah dua kali. Dalam pernikahan pertama
dengan Nyai Siyam dikaruniai seorang anak bernama Nyai Saroh. Setelah pernikahan
tersebut mengalami perceraian, Mbah Kyai Hasbulloh menikah lagi dengan Nyai
Maryam. Dalam pernikahan kedua tersebut, Mbah Kyai Hasbulloh (+ Nyai Maryam)
dikaruniai tujuh anak, di antaranya: (1) Haji Sofwan; (2) Nyai Munawwaroh; (3)
Wuryan; (4) Mbah Kyai Dimyathi; (5) Nyai Robiah; (6) Hajjah Ruqoyyah; dan (7) Gus
Kafi. Konon Gus Kafi inilah yang mewarisi ilmu Sunan Geseng, yakni tidak
terbakar oleh api yang menyala. Akan tetapi, oleh karena ada orang jahil saat
Gus Kafi melakukan atraksi di bakar dalam api, maka dia pun juga tidak luput
dari kejahilan orang yang berniat jahat tersebut.
Kembali ke
kisah Mbah Kyai Hasbulloh bahwa konon atas bantuan Mbah Kyai Abdul Ghaffar,
Gading, Selopuro, maka Roihuddin (Mbah Kyai Hasbulloh) menerima tanah hibah
dari Mbah Kyai Syamsudin, Gading di dusun Baran, desa Ploso dan menjadi cikal
bakal Pondok Pesantren Baran. Beberapa santri Mbah Kyai Hasbulloh, antara lain;
(1) Mbah Kyai Kholil; (2) Mbah Kyai Shodiq Damanhuri, pendiri Pondok Pesantren
Sanan Gondang, Gandusari, Blitar; (3) Mbah Kyai Ridwan: Mbah Kyai Abbas
Toegoeng; (4) Mbah Kyai Mawardi; (5) Mbah Kyai Syamsudin; (6) Mbah Kyai Syamsuri;
(7) Mbah Kyai Bakri; dan kyai-kyai lain yang tak bisa disebutkan di sini.
Adapun Mbah
Kyai Dimyathi putra Mbah Kyai Hasbulloh selama hidupnya dikenal sebagai kyai
yang memiliki karomah yang tinggi. Tak hanya itu, Mbah Dimyati adalah kyai yang
sangat dermawan dan pandai merahasiakan sedekah, tidak pernah membuat repot, dan
menyakiti orang. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, Mbah Kyai Dimyathi
mendapatkan sebutan sebagai Kyai Pendito. Tak hanya itu, beliau juga
gigih dan berani menegakkan kebenaran.
Mbah Kyai
Dimyathi, lahir di dusun Baran, desa Ploso, pada tahun 1921 dan wafat pada tahun
1989, dalam usia 68 tahun. Sejak kecil, Mbah Kyai Dimyathi dikenal pendiam dan
suka menyendiri (uzlah). Beliau menikah pertama dengan Nyai Rufiah Mondo
dan dikaruniai seorang anak bernama Mahfudz.
Setelah pernikahan tersebut terjadi perceraian, maka Mbah Kyai Dimyathi
menikahi lagi dengan seorang wanita yang bernama Nyai Muawanah dan dikaruniai
empat anak, di antaranya: (1) Lailatul Badriyah; (2) Ngatiqullah; (3) Umi
Mukarommah; dan (4) Barroh. Semua anaknya telah wafat mendahului Mbah Kyai Dimyathi
selain anaknya yang bernama Hajjah Umi Mukarommah.
Kisah Lain tentang Mbah Kyai
Dimyathi
Mbah
Kyai Dimyathi juga memiliki seorang kakek buyutnya yang bernama Mbah
Ekomedjo dan dimakamkan di Domot, Purwokerto, Srengat, Blitar. Mbah
Ekomedjo merupakan lurah pertama desa Purwokerto, Srengat, Blitar. Pada masa
mudanya, Mbah Kyai Dimyathi sering berada di rumah kakek buyutnya tersebut.
Pada saat berada di rumah kakek buyutnya tersebut, Mbah Kyai Dimyathi sering
berziarah ke “Makam Auliya Mbrebesmili Santren”, Bedali, Purwokerto,
Srengat, Blitar. Di makam tersebut dimakamkan para tokoh sebagai berikut, di
antaranya: (1) Mbah Kyai Ponco Suwiryo atau Sayyid Bukhori Mukmin, yakni ayah
angkat Pangeran Papak Natapraja atau Kyai R.M. Djojopernomo; (2) Mbah Kyai Muhammad
Sya’ban Gembrang Serang, yakni leluhur para kyai di daerah Kerjen, Pakisrejo,
Kunir, Srengat dan lainnya; (3) Mbah Kyai Kasan Mujahid, pendiri Masjid Baitul
Hasanah Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar; (4) Mbah Kyai Muhammad Asrori,
pendiri masjid Al-Asror Kedungcangkring, Pakisrejo, Srengat, Blitar; (5) Sayyid
Abdullah; (6) Mbah Kyai Kembang Arum, dan makam-makam lainnya. Hal tersebut
diceritakan oleh Mbah Tugiman dan beberapa tokoh lainnya yang sering diajak
Mbah Kyai Dimyathi ziarah ke makam Auliya’ Mbrebesmili Santren, Bedali,
Purwokerto, Srengat, Blitar.
Kisah
lainnya bahwa konon Mbah Kyai Dimyathi juga pernah berguru dan meminta saran kepada
Mbah Kyai Kasan Munajat (Mbah Kasan Munojo) Kesamben, Blitar. Mbah Kyai
Dimyathi juga pernah memberikan ijazah “Shalawat Dalailul Khairat” karya
Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Sekardangan, Papungan, Kanigoro, Blitar. Dikisahkan pula bahwa Mbah
Kyai Dimyathi dalam menerima tamu tidak pernah membeda-bedakan orang besar,
kecil, dan lain sebagainya. Bahkan seorang yang di dalam masyarakat dianggap
sebagai sampah masyarakatpun juga beliau terima dengan santun, ramah, lapang
dada, dan semacamnya. Ketinggian budi pekerti Mbah Kyai Dimyathi inilah yang
hingga akhirnya mengantarkan beliau mencapai tingkat kewalian di hadapan Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Selain itu,
Muhammad Kurniansyah (28/8/2016) menyatakan bahwa beliau (Mbah Kyai Dimyathi )
ketika masih mondok di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, pernah menemukan granat
sisa-sisa peperangan jaman penjajahan Belanda di sekitar pondok, dengan rasa
penasaran granat tersebut dibawa pulang ke pondok untuk diotak-atik di dalam
kamar, tak disangka tiba-tiba granat tersebut meledak hebat hingga kamar hunian
Mbah Kyai Dimyathi hancur
berkeping-keping. Tetapi anehnya, anggota tubuh Mbah Kyai Dimyathi tidak
mengalami luka sedikitpun. Atas peristiwa tersebut, semua santri Pondok
Pesantren Lirboyo terkagum-kagum melihat peristiwa tersebut.
Akhir kisah, Untuk mengenang jasa-jasa kedua kyai tersebut (Mbah Kyai Hasbulloh dan Mbah
Kyai Dimyathi) maka digelar dzikir akbar Majelis Dzikir Kanzul Jannah “Jumpa
Sehat” pada Kamis Legi malam Jumat Pahing.
(Diadopsi dari berbagai sumber, di
antaranya: hasil wawancara para sesepuh; dan situs http://inilahblitar.blogspot.co.id/2014/07/kh-hasbulloh-kh-dimyati-selopuro.html).
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat di kehidupan kini dan mendatang.
“Today’s
egg is better that the chicken of tomorrow”
(Telur
hari ini lebih baik daripada ayam esok hari)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Makam Mbah Kyai Hasbulloh dan Mbah Kyai Dimyathi Baran, Selopuro, Blitar |
Makam Mbah Kyai Hasbulloh dan Mbah Kyai Dimyathi Baran, Selopuro, Blitar |
Foto Mbah Kyai Hasbulloh, Mbah Kyai Dimyathi, dan Mbah Kyai Ismail Hasyim (www.inilahblitar.blogspot.com) |
Susunan Pengurus Majlis Dzikir Kanzul Jannah "Jumpa Sehat" (www.inilahblitar.blogspot.com) |
Makam Mbah Kyai Muhammad Asrori (salah satu makam dalam areal Makam Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar), di mana Mbah Kyai Dimyathi muda sering berziarah ke tempat tersebut. |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Togel mestian ki
BalasHapusWahai saudaraku, janganlah dekati Judi apalagi sampai berjudi ... ini Dosa Besar ... Bertawbatlah ....sebelum ajalmu datang ..
BalasHapusJangan diiklankan dan disebar2 lagi ini
Tolong informasi tentang mbah dim sering uzlah dipuncak gunung wilis
BalasHapus