Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Tulislah
apapun yang bisa anda tulis, siapa tahu bermanfaat.”
(Anonim)
Sang
Wiku Kyai R.M. Djojopernomo (Pangeran Papak Natapraja) merupakan pendiri
Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU). Beliau merupakan cucu Nyi Ageng Serang
(Pahlawan Nasional) dan keturunan ke-12 dari Sunan Kalijaga seorang
ulama anggota Walisanga yang memiliki banyak murid, di antaranya: Sunan
Tembayat, Sunan Geseng, Jaka Tingkir, Sunan Panggung, dan lain sebagainya. Kyai
R.M. Djojopernomo (Pangeran Papak Natapraja) pernah menjadi putra angkat Kyai
Ponco Suwiryo atau Kyai Suwiryo Hadi Kesumo (Sayyid Bukhori Mukmin) saat berada
di Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, Jawa Timur.
Kyai Ponco Suwiryo (Sayyid Bukhori Mukmin) memiliki sembilan (9) anak, salah
satu anak angkatnya adalah Kyai R.M. Djojopernomo Sang Pendiri Pirukunan Purwa
Ayu Mardi Utama (PAMU). Lama Kyai R.M. Djojopernomo hidup di Mbrebresmili
Santren Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, kemudian beliau hijrah ke daerah
Tojo, Temuguruh, Banyuwangi, hingga beliau wafat dan dimakamkan di sana.
Adapun
“kaweruh pranataning kamanungsan” warga Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU) diajarkan
berdasarkan penuntun kaweruh pranataning kamanungsan yang sudah berusia sekitar
satu abad saat tulisan artikel ini saya tulis. Perlu diketahui bahwa buku
penuntun yang dipakai warga Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU) dipetik dari
karya Kyai R.M. Djojopernomo yang dipayungi hukum Staatsblad tahun 1912 No.
600. Yakni sebuah kitab tuntunan yang ditulis dengan Aksara Jawa
(Ha.Na.Ca.Ra.Ka). Kemudian diubah dengan tulisan Latin pada tahun 1932.
Kemudian buku yang bertuliskan aksara Latin tersebut direvisi pertama pada
tahun 1938. Dan pada tahun 1985, buku aksara Latin tersebut direvisi kembali
dengan tambahan bab-bab yang penting, di antaranya: (1) Bab nama buku; (2) Isi
buku dan penanggungjawabnya; (3) Lampiran keterangan agama Jawa dari Sesepuh
Pembina Pusat PAMU; dan (4) Surat keputusan inventaris sebagai penguat PAMU.
Adapun
beberapa anggaran dasar kaweruh pranataning kamanungsan “Purwa Ayu Mardi Utama”
di antaranya disebutkan bahwa PAMU bukanlah agama, bukan pula partai politik. Akan
tetapi, PAMU mengajarkan bahwa seorang hidup di dunia hendaknya bisa “HIDUP”
yang “UTAMA” dan “MATI” yang “SAMPURNA”. Yakni, PURWA
berarti amiwiti (memulai), AYU berarti keslametan (keselamatan atau
kesejahteraan), MARDI berarti kencenging pambudi (baiknya budi pekerti),
dan UTAMA berarti kang tanpa cacat (yang tiada cacat baik lahir maupun
batin). Dengan demikian, PURWA AYU MARDI UTAMA berarti memulai
keselamatan atau kesejahteraan hidup dengan memperkuat budi pekerti yang tanpa
cacat baik lahir maupun batin. Hal inilah sebuah harapan untuk menuju hidup
yang utama dan kematian yang sempurna.
Disebutkan
pula bahwa SAKIT-MATI (LARA-PATI) itu tidak datang dengan PERSIAPAN
HATI (SEDIYANING ATI), maka harus DIJAGA (DIJAGA) jangan sampai CACAT-CIRI-KANAN-KIRI.
Oleh karenanya, manusia hidup hendaknya harus memakai anggaran empat hal, di
antaranya:
1. Kudu
titi ngerti pranatane WIJI
2. Kudu
titi ngerti pranatane DUMADI
3. Kudu
titi ngerti pranatane PAMBUDI
4. Kudu
titi ngerti pranatane PATI
Selanjutnya, semua manusia
juga harus bisa melaksanakan kewajiban empat pranatan, di antaranya:
1. Kudu
rukun marang tangga JIWA
2. Kudu
rukun marang tangga WISMA
3. Kudu
rukun marang tangga DESA
4. Kudu
rukun marang tangga NEGARA
Selanjutnya, manusia hidup
hendaknya memiliki empat tekad, di antaranya:
1. Kudu
wani bela BANGSA
2. Kudu
wani bela PRANATAN
3. Kudu
wani bela PANGUWASA
4. Kudu
wani bela NEGARA
Begitu pula, seorang hidup
harus mencegah tiga hal berikut:
1. Aja
nganti nyepelekake marang BANGSANE
2. Aja
nganti mecah-belah marang PEMERINTAH
3. Aja
nganti menghina marang AGAMA
Jadi
kewajiban manusia hidup di dunia adalah harus JAGA-JINAGA (SALING
MENJAGA), RENGGA-RINENGGA (SALING TOLONG-MENOLONG) terhadap sesama
manusia, NETEPAKE PIRUKUNAN (MENETAPKAN KERUKUNAN), yang mana hal
tersebut akan menjadikan kebaikan buat sesama. Makanya, manusia hidup harus
mencegah CIDRA SIYA (LAKU ANIAYA) terhadap sesama manusia hidup tanpa
memandang agama, suku, budaya, bangsa, etnis, dan semacamnya. Hal itu bisa dilakukan
dengan tanda kiasan sebagai berikut: “ABANG dumunung ana ing KEKAREPAN,
PUTIH dumunung ana ing KASUCIAN, dan IRENG dumunung ana
ing KELANGGENGAN”. Yakni, manusia hidup hendaknya bisa melaksanakan SUCI
dan LANGGENG LAHIR BATIN selamanya.
IDAM-IDAMANIPUN SANG WIKU KYAI
R.M. DJOJOPERNOMO
Mboten pisan-pisan kapingin
kaganjar pangkat, mboten kapingin kaganjar donya brana, ingkang dipun kapingini
amung: “TETEPE PRANATAN PRAJA, KATENTREMANING PRAJA, KAMAREMANING SEDAYA BANGSA.”
Sampun ngantos wonten raos pengancam tuwin kebencian, saha tumindak
sawenang-wenang, mila srananipun tumindak kanthi “ANGGARAN DHASARING: KAWERUH
PRANATANING KAMANUNGSAN PURWA AYU MARDI UTAMA.”
Demikianlah apa yang dapat
saya sampaikan dalam catatan harian saya kali ini. Ada kurang lebihnya, saya
minta maaf yang sebesar-besarnya. Saya akhiri dengan dhawuh Sang Wiku Kyai R.M.
Djojopernomo berikut: “Iki dudu PANGAJAK, dudu PAMENGGAK, dudu
PANOLAK, mung gumantung marang TEKADE KANG NGLAKONI.”
CATATAN TAMBAHAN
1.
Kyai Ponco Suwiryo
atau Kyai Suwiryo Hadi Kesumo (Sayyid Bukhori Mukmin) ayah angkat Sang Wiku
Kyai R.M. Djojopernomo dimakamkan dalam areal “Makam Auliya Mbrebesmili
Santren” Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, Jawa Timur. Di areal makam
tersebut juga dikuburkan jasad Mbah Kyai Muhammad Sya’ban (Mbah Kyai Sya’ban
Gembrang Serang atau Mbah Kyai Sya’ban Tumbu), Mbah Kyai Muhammad Asrori
(Pendiri Masjid Al-Asror Kedungcangkring, Pakisrejo, Srengat, Blitar), Mbah
Kyai Hasan Mujahid (Pendiri Masjid Baitul Hasanah Mbrebesmili Santren, Bedali,
Purwokerto, Srengat, Blitar), Sayyid Abdullah, Mbah Kyai Kembang Arum, Mbah
Banjir, Mbah Imam Kastawi, dan lain sebagainya.
2.
Sang Wiku Kyai R.M.
Djojopernomo (Pangeran Papak Natapraja) dimakamkan dalam areal “Makam Candi
Sonyaruri” di Tojo, Temuguruh, Banyuwangi, Jawa Timur. Disana dimakamkan
pula jasad Raden Ajeng Soeprapti Djojopoernomo, Mbah Kyai Siddiq, Mbah Kyai Mangun Kusududihardjo (keturunan dari
Kyai Juru Martani), dan tokoh-tokoh lainnya.
“The
Will springs the knowledge”
(Kemauan
menjadi sumber pengetahuan)
Semoga
welas asih Tuhan menebar ke seluruh alam semesta.
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Foto Sang Wiku Kyai R.M. Djojopoernomo |
Makam Kyai Ponco Suwiryo (Sayyid Bukhori Mukmin) ayah angkat Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo dalam areal "Makam Auliya' Mbrebesmili Santren" Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, Jawa Timur. |
Makam Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo di Tojo, Temuguruh, Banyuwangi |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi
perpetualang dalam samudera dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti,
menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, dan berbagai pekerjaan lain
yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar