Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kata
guru saya:
“Menulislah! Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof.
Dr. Syamsul Arifin, M.Si)
Suatu
hari, ketika saya sedang googling berbagai data sebagai bahan artikel di The
Post Institute Jl. Muradi, No. 01 Kota Blitar, Mbah Jawoko kirim SMS kepada
saya. SMS Mbah Jawoko tersebut berbunyi: “Gus,
engko mahkuo yo?.” (Gus, nanti silahkan ke rumah saya ya?). Beberapa lama
kemudian setelah meng-googling beberapa data, saya lalu membalas SMS tersebut:
“Yo. Arep ning ngendi to?” (Iya, mau
pergi kemana ta?). Jawab Mbah Jawoko: “Tak
jak mubeng-mubeng ning desa elor nggonku, ning makame Mbah Kyai Ma’lum
Bangsongan, petilasan Mbah Gadhung Melati Dayu, lan liya-liyane.” (Saya
ajak jalan-jalan di sebuah desa utara desa saya, menuju makam Mbah Kyai Ma’lum Bangsongan, petilasan
Mbah Gadhung Melati Dayu, dan lain sebagainya). Jawabku: “Yo, entenono. Aku ijek ning The Post Institute. Tak marekne disik
tugasku.” (Iya, kamu tunggu dulu. Saya masih di The Post Institute. Saya
selesaikan dulu tugasku). Balas Mbah Jawoko: “ok.”
Sekitar
pukul 11.30 WIB saya berangkat menuju rumah Mbah Jawoko yang berada di
Jatimalang, Sentul, kota Blitar. Di rumah Mbah Jawoko, saya lalu ngobrol
sebentar kemudian berwudhu dan melakukan shalat Dzuhur di mushallanya. Setelah
shalat Dzuhur, saya dipersilahkan makan siang di dapur Mbah Jawoko. Hari ini,
menu makan siang adalah nasi putih, sayur tahu, sayur pepaya, sayur tewel, dan
lauk-pauk telur goreng. Saya makan siang dengan lahap. Tak lupa setelah makan
siang, saya harus menelan obat flu bermerk Sana
Flu, sebab saat itu saya mulai terkena flu pilek. Setelah menelan obat flu
merk di atas, tak terasa beberapa menit kemudian, hidung saya yang sejak dari
The Post Institute sempat mbeler
segera mampet, tidak mbeler lagi. Dalam hati saya ucapkan
‘Puji Tuhan, Puji Tuhan, Puji Tuhan. Alhamdulillahi Rabbil Alamin.”
Usai
ritual makan siang, shalat Dzuhur, dan menelan obat flu, saya dan Mbah Jawoko
kemudian berangkat menuju tempat yang sudah direncanakan. (Ya, saya perlu
menyebutkan makan siang juga sebagai ritual wajib saya dalam sehari-hari). Dalam
perjalanan tersebut Mbah Jawoko bercerita bahwa orang yang mbabat dusun Bangsongan,
desa Ngadirejo, kecamatan Kepanjen Kidul, kota Blitar itu ada dua, yaitu: (1) Dusun Bangsongan bagian Selatan
dibabat oleh orang yang beraliran Islam-Jawa atau Kejawen. Konon makam tokoh
ini berada di bawah pohon Beringin yang berada di tengah sawah. Mbah Jawoko
sudah lupa siapa nama tokoh tersebut; (2)
Dusun Bangsongan bagian Utara dibabat oleh tokoh santri yang bernama Mbah Kyai Ma’lum. Tokoh inilah yang
sengaja saya ziarahi bersama Mbah Jawoko. Tokoh ini merupakan seorang ulama
yang mbabat dusun Bangsongan bagian Utara dan mendirikan sebuah masjid yang
hingga kini masih berdiri kokoh.
Sebenarnya,
kepergian saya berziarah ke makam Mbah
Kyai Maklum tersebut saya lakukan sesudah kepulangan saya dari ziarah makam
leluhurnya Mbah Jawoko yang berada di pemakaman umum desa Dayu. Begitu pula,
perjalanan saya tersebut saya lakukan setelah perjalanan saya bersama Mbah
Jawoko di petilasan Mbah Gadhung Melati yang area-nya sudah menjadi mushalla atau
langgar warga dusun Dayu. Ah, perjalanan yang menyenangkan, meletihkan. Tampak
dalam areal makam Mbah Kyai Ma’lum di
dusun Bangsongan, desa Ngadirejo, kecamatan Kepanjen Kidul, kota Blitar
tersebut saya tidak menemukan seseorang tokoh dusun atau juru kunci yang dapat
saya mintai informasi tentang ketokohan Mbah Kyai Ma’lum tersebut. Akhirnya,
saya hanya bisa memotret makam kyai tersebut serta papan nama menuju makam Mbah
Kyai Ma’lum yang dipasang di pinggir jalan dusun Bangsongan, tepatnya berada di
utara masjid dusun tersebut.
Terkait
dengan ketokohan Mbah Kyai Ma’lum tersebut saya tidak bisa berkomentar banyak
karena memang tak ada informan yang dapat saya temui. Dengan demikian pada akhirnya,
sampai disini dulu catatan harian (cahar) saya kali ini. Dengan iringan doa,
“Mudah-mudahan semua warga dusun Bangsongan, desa Ngadirejo, kecamatan Kepanjen
Kidul, kota Blitar selalu diberi kebahagiaan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Mudah-mudahan
Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan rezeki yang berlimpah dan berkah
kepada semua warga dusun Bangsongan. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pemberi
Berkah selalu memberkahi perjalanan saya mulai awal hingga akhir nantinya.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Penyayang memberikan kebahagiaan dan kesuksesan kepada
saya, keluarga saya, anak cucu saya, dan semua makhluk Tuhan seluruh dunia.”
Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.
“Time
is priceless than gold”
(Waktu
itu lebih mahal daripada emas)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mempelajari sejarah
kisah tokoh yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m
BalasHapusTerimakasih atas informasinya,semoga bermanfaat,dan mkn bisa di tambah dengan keterangan yg lain,tksh
BalasHapus