Secuplik
Cerita bersama Sang Kyai Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Mutaallimin Dawuhan
Kota Blitar
Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kata
guru saya:
“Menulislah!
Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof.
Dr. Syamsul Arifin, M.Si.)
Pada
hari Minggu, 30 Agustus 2015 saya meluncur ke Pondok Pesantren Bustanul
Mutaallimin Dawuhan Kota Blitar. Tujuan saya adalah ingin ikut menjala ikan di
sungai Lahar Kedawung, Nglegok, Blitar, bersama Mbah Kyai Abdul Halim Zahid,
sang pengasuh pesantren tersebut. Sesampai di lokasi pesantren tersebut, tampak
berbagai kegiatan para santri yang biasanya dilakukan sejak pukul 07.30 WIB
hingga 14.00 WIB. Perlu diketahui bahwa setiap hari Minggu di pesantren
tersebut selalu dilakukan semaan al-Qur’an hingga sore hari. Terdengar suara
lantunan al-Qur’an menggema di lingkungan pesantren dan sekitarnya. Selain itu,
tampak di samping ndalem, Mbah Kyai Abdul Halim beserta beberapa santri sedang
mempersiapkan ubo rampe yang akan dipakai untuk menjala ikan di sungai
Lahar Kedawung, Nglegok, Blitar. Saya lalu menemui Mbah Kyai Abdul Halim Zahid,
hingga sepuluh menit kemudian datanglah seorang santri membawa wedang kopi dari
dapur yang berada tidak jauh dari tempat tersebut.
Oleh
karena sesajian wedang kopi sudah dipersembahkan, maka kemudian saya dan Mbah
Kyai Abdul Halim Zahid melakukan ritual “Puja Dewa Api” alias merokok
serta rirual “Puja Dewa Kopi” alias menikmati wedang kopi. Saya
mengadakan ritual rokok Surya Pro Mild dan Mbah Kyai Abdul Halim Zahid
ritual Djarum Mild. Kira-kira pukul 08.40 WIB kami berangkat menuju
sungai yang dimaksud bersama Mbah Kiai Abdul Halim Zahid dan para ustadz serta
santri. Jarak sungai Lahar di Kedawung tersebut kira-kira 12 KM dari Pondok
Pesantren Bustanul Mutaallimin kota Blitar. Sebelum berangkat ke sungai
tersebut, kami sempat mengambil gambar atau memfoto Mbah Kiai Abdul Halim Zahid
yang pada saat itu memakai sarung dan bersepatu. Pada saat saya memfoto, Mbah Kiai
Abdul Halim Zahid juga sedang mengadakan ritual menghisap rokok Djarum Mild
kesukaannya.
Sesampai
di sungai Lahar di desa Kedawung, kami lalu bersiap-siap untuk menjala ikan.
Kang Ustadz Alvin Salam dan Kang Ustadz Indar Prayitno beserta para santri
siap-siap melepas sarung dan jaket yang mereka pakai. Saya pun juga melepas
jaket untuk kemudian bergabung menjala ikan di sungai tersebut. Di tempat ini, Mbah
Kiai Abdul Halim Zahid, ustadz dan para santri terlihat asyik bergurau, bahkan
nyaris tanpa jarak mana yang kiai, ustadz, dan santri. Begitu pula, saat
menjala ikan, Mbah Kiai Abdul Halim Zahid hanya mengenakan celana pendek dan
bertopikan helm. Ah, tampak ada suasana “egaliter”
(sederajat) di antara mereka. Dan lagi, aktivitas mencari ikan ini juga saya
abadikan dalam foto.
Sementara
itu pula, ada hal yang menarik ketika saya ikut belajar “njala” bersama Mbah Kiai Abdul Halim Zahid, dkk.,. Yakni pada saat saya
menjala, saya bisa menjala dan mendapatkan seekor ular air sebesar ibu jari
kaki. Sepertinya, ular itu dinamakan “Ulo Kadud”, seekor ular air yang
biasanya berukuran pendek dan besar serta biasa hidup di air. Seperti biasa,
ketika ada kejadian yang unik saya lalu melakukan otak-atik gatut
tentang Ulo Kadud tersebut. Ini kalau di dalam tradisi Jawa dinamakan “Kirata
Basa”, dikira-kira pokok cetha (jelas). Lalu saya meng-kirata basa-kan
Ulo Kadud tersebut. Dalam batin saya, “Ka”, artinya tekakno siro!
(Kamu harus mendatangkan), “Dud” artinya ing udud (pada rokok).
Jadi, “Kadud” berarti saya harus mendatangkan rokok (udud; Jawa) dari
saku saya, kemudian harus merokok lagi. Hehehehe, ritual “Puja Dewa Api”
lagi. Hehehe.
Kira-kira
pukul 13.50 WIB semua rombongan tersebut kemudian pulang ke pondok. Di pondok
masih terdengar lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an dari para santri dan sebagian
warga Dawuhan kota Blitar. Karena hari sudah sore, saya lalu izin pamit kepada
Mbah Kyai Abdul Halim Zahid dan kawan-kawan. Kata Mbah Kyai Abdul Halim Zahid: “Kono,
nggowo-a iwak kono lho.” Jawabku: “Iya,ya mbah.” Tapi saya cumak
iya-iya atau menjadi “Yesman”, tetapi tidak membawa ikan tersebut.
Sesampai di rumah saya lalu makan dan shalat Asyar. Tak lupa, ritual Ngopi juga
harus saya lakukan. Ya, mungkin ini saja ending dari catatan harian saya
kali ini. Mudah-mudahan hari ini lebih baik dari hari yang kemarin. Lebih
berkah untuk kehidupan kini dan mendatang. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.
“Religion
without science is empty”
(Agama
tanpa ilmu adalah hampa)
Semoga
welas asih Tuhan menebar ke seluruh alam semesta.
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Menjala ikan di Sungai Lahar Kedawung, Nglegok, Blitar. Saya berkaos biru berada di belakang Mbah Kyai Abdul Halim Zahid |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi
perpetualang dalam samudra dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti,
menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, dan berbagai pekerjaan lain
yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m
BalasHapus