Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kata
guru saya:
“Menulislah!
Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof.
Dr. Syamsul Arifin, M.Si.)
Setiap
tahun, MI Miftahul Huda Papungan 01, Kanigoro, Blitar mengadakan ziarah
Waliyullah Jawa Timur dan Wisata Bahari Lamongan (WBL). Kali ini saya ingin
menuliskan kegiatan yang diadakan tiap tahun oleh madrasah tersebut. Sebagai
acara tahunan buat kelas 6 yang akan meninggalkan sekolah, tempat rekreasi yang
menjadi tujuan selalu urut sebagai berikut; (1) Makam Sayyid Sulaiman
Mojoagung, Jombang; (2) Makam Sayyid Jumadil Kubro Troloyo; (3) Makam Syaikhuna
Muhammad Kholil bin Abdul Latif Bangkalan, Madura; (4) Makam Sunan Ampel atau
Raden Rahmatullah Surabaya; (5) Makam Sunan Giri atau Sultan Abdul Fakih
Gresik; (7) Makam Sunan Gresik atau Syaikh Maulana Malik Ibrahim; (8) Makam
Sunan Drajat atau Raden Qosim Lamongan; (9) Wisata Bahari Lamongan atau WBL;
(10) Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim; dan (11) KH. Abdurrahaman Wahid
atau Gus Dur “Sang Tokoh Pluralis dan Multikulturalis” yang hebat.
Sekali
waktu ketika berziarah ke makam-makam tersebut saya tidak hanya mengikuti
tradisi yang hanya melakukan “Ritual Tahlil dan Doa-doa” saja. Akan
tetapi, lebih dari itu, yang sangat menarik bagi saya adalah “Studi Para
Tokoh Waliyullah” yang banyak diziarahi tersebut. Sewaktu ziarah,
seringkali saya mencuri waktu untuk mengamati makam-makam kuno lain yang berada
di areal makam para tokoh waliyullah. Sesekali waktu saya juga harus
bertanya-tanya kepada Sang Juru Kunci Makam mengenai riwayat para tokoh
waliyullah ini dan itu. Bagi saya, Situs Makam Waliyullah bukanlah
tempat bertakhayul, khurafat, dan bid’ah. Namun Situs Makam Waliyullah dapat
digunakan sebagai studi sejarah, mempelajari kisah kesuksesan para tokoh dan
kemudian mengambil yang baik-baik dari cerita atau kisah mereka.
Sewaktu
saya memposting salah satu foto saya saat berada di Makam Sayyid Jumadil Kubro,
Troloyo, Mojokerto, ada seorang teman yang mengingatkan pada saya:”Wahai
kawan jadilah ahli bait Allah, bukan ahli bait kuburan. Mereka orang yang sudah
meninggal bisa kita jadikan suri tauladan untuk menjadi ahli bait Allah.
Menjadi ahli bait Allah (ahli rumah Allah), tentu saja hatinya digunakan
untuk berdiam diri di dalam rumah Allah. Bukan berdiam diri di dalam kuburan-kuburan.
Jadi kita boleh ke kuburan-kuburan para Waliyullah tetapi harus dengan niat
mengkaji dan mempelajari yang mereka teladankan, bukan menyembah dan apalagi meminta
agar dikabulkan doa pada mereka dan mengkultusakan mereka. Jadilah ahli bait
Allah kawan, bukan ahli kuburan.” Hehehe, saya pikir juga ada
benarnya apa yang dikatakan kawan di group tersebut.
Saya
ingat, bahwa ahli bait Allah (ahli rumah Allah) akan selalu nyaman dan
tenteram di dalam rumah-Nya, bukan di kuburan-kuburan. Dengan demikian,
mungkin kita harus bisa memposisikan diri sebagai “ahli bait Allah” dan “ahli
kuburan” manakala mempelajari kesuksesan para tokoh Waliyullah yang
dimakamkan. Jadi dalam hal ini saya
harus bisa memposisikan menjadi dua hal berikut, yaitu:
1. Menjadi Ahli Bait Allah,
yakni berusaha terus agar selalu nyaman dan tenteram berada di dalam rumah
Allah. Ada ungkapan ahli tasawuf “Qolbul Mukmin Baitullah”
artinya hati orang beriman adalah rumah Allah.
2. Menjadi Ahli Kuburan, yakni ketika di
kuburan tidak berbuat takhayul, khurafat, dan bid’ah. Akan tetapi pada saat di
kuburan juga digunakan untuk studi kisah dan sejarah para Waliyullah atau tokoh
yang dimakamkan.
Entah
apa yang saya katakan di atas benar atau salah. Mudah-mudahan ada orang yang
mengingatkan saya kalau hal di atas ternyata salah. Mudah-mudahan ada orang
yang mengikuti jejak saya bila hal di atas ternyata benar. Bagi saya, yang
terpenting adalah belajar dan terus belajar. Sebab ada ungkapan “Belajar
itu dimulai dari ayunan hingga ke liang lahat.” Jadi, selama saya masih
belum berada di liang lahat (dikubur seperti para Waliyullah yang saya ziarahi
di atas), tentu saja saya harus tetap belajar dan terus belajar. Kalau mungkin
saya sudah dikubur seperti para Waliyullah di atas, mungkin saya sudah harus
berhenti belajar dan merdeka dari tuntutan belajar. Hehehe. Mengapa?. Ya saya
renungkan aja terus. Ah, mungkin cukup sekian cahar saya kali ini. Ya Tuhan,
berkahilah hamba-Mu ini. Perbaikilah akhlak hamba-Mu ini. Amin, amin, Ya Rabbal
Alamin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Arif Muzayin Shofwan berada di Makam Sayyid Jumadil Kubro (Foto diambil Ilma Nurul Fajri) |
Arif Muzayin Shofwan berada di depan Museum Sunan Drajat Lamongan |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki Gadhung
Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar