Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kata
Sang Kyai:
“Mbah
Kyai Abu Bakar Sekardangan merupakan ulama generasi seangkatan Mbah Kyai Imam
Nawawi Pondok Ringinagung Pare Kediri.”
(Mbah
Kyai Muhammad Sholeh)
Mbah
Kyai Abu Bakar merupakan seorang ulama yang hidup di Sekardangan, Kanigoro,
Blitar seputar awal abad ke-18 masehi. Beliau merupakan menantu dari Mbah Kyai
Kasan Muhtar salah satu tokoh yang mbabat dusun Sekardangan bagian Utara. Mbah
Jembadi mengkisahkan bahwa bapaknya pernah bercerita bahwa mertua Mbah Kyai Abu
Bakar yang bernama Mbah Kyai Kasan Muhtar merupakan ulama yang sakti
mandraguna. Konon Mbah Kyai Kasan Muhtar dahulu selalu menaiki seekor macan
ketika bepergian ke mana-mana. Inilah sekelumit cerita yang dikisahkan oleh
Mbah Jembadi yang diperolehnya dari bapaknya dan kakeknya. (Catatan: Makam Mbah Kyai Kasan Muhtar berada di Pemakaman Gaprang bersama tokoh yang mbabat dusun Sekardangan lainnya, seperti: Mbah Kyai Raden Atmo Setro, Mbah Kyai Abu Yamin bin Abdurrahim, Mbah Kyai Suwiryo, dan lain-lainnya).
Kembali
ke kisah Mbah Kyai Abu Bakar bahwa beliau dahulu pernah mbabat alas di daerah
Judeg, Lodoyo. Setelah diambil menantu oleh Mbah Kyai Kasan Muhtar, beliau lalu
menetap di dusun Sekardangan hingga akhir hayatnya. Beliau meninggalkan sebuah
langgar (mushalla) kuno yang hingga sekarang masih tampak keberadaan
ke-kuno-annya. Kata Mbah Kyai Zainuddin, konon mushalla kuno pertama dibangun
oleh Mbah Kyai Kasan Muhtar. Namun hingga kini keberadaan langgar (mushalla) kuno
Mbah Kyai Kasan Muhtar tersebut sudah tidak ada lagi bekasnya. Kemudian
bangunan langgar kuno yang kedua adalah langgar Mbah Kyai Barnawi Sekardangan
Kidul. Hingga kini keberadaan langgar kuno Mbah Kyai Barnawi juga sudah tidak
ada lagi bekasnya. Dan langgar Mbah Kyai Abu Bakar (menantu Mbah Kyai Kasan
Muhtar) tersebut merupakan langgar paling kuno di Sekardangan yang masih tampak
hingga sekarang.
Mbah
Kyai Muhammad Sholeh menceritakan bahwa Mbah Kyai Abu Bakar merupakan generasi
ulama seangkatan Mbah Kyai Imam Nawawi Pondok Mahir Ar-Riyadh Ringinagung,
Pare, Kediri. Mbah Kyai Imam Nawawi sendiri merupakan ulama keturunan dari
Sunan Kalijaga yang konon sangat dekat Keraton Solo. Begitu pula, Mbah Kyai Abu
Bakar juga demikian. Maka tak heran bila bangunan langgar-nya masih berbau Solo
(Surakarta-an). Di atas pintu terdapat simbol-simbol yang dipakai oleh Keraton
Solo. Bahkan di barat pengimaman langgar (mushalla) tersebut masih ada relief
simbol dari Keraton Solo. Hal tersebut juga telah diceritakan oleh beberapa
sesepuh dusun Sekardangan yang lainnya. Dan masjid Mbah Kyai Imam Nawawi Pare
Ringinagung juga penuh simbol seperti itu. Ada relief bunga-bunga, bulan sabit,
dan semacamnya yang saya sendiri kurang faham.
Pada
suatu hari, saya kedatangan tamu dari Kulonprogo, Jawa Tengah yang bernama Gus
Irfan. Beliau meminta saya agar menghantarkannya ke makam Mbah Kyai Abu Bakar
di barat mushalla-nya. Lalu saya menghantarkan Gus Irfan ke makam tersebut. Tak
berhenti di situ, saya juga menunjukkan simbol-simbol atau tanda-tanda atau
logo-logo yang ada di tembok pengimaman langgar Mbah Kyai Abu Bakar tersebut. Gus
Irfan lalu memotret dan mengatakan bahwa logo atau simbol yang ada di tembok
pengimaman Mbah Kyai Abu Bakar tersebut adalah simbol Keraton Solo. Begitu
pula, Gus Irfan juga memotret simbol-simbol yang ada di atas setiap pintu dan
jendela langgar Mbah Kyai Abu Bakar. Dia juga menyatakan bahwa semua simbol
yang ada di atas pintu dan jendela merupakan simbol yang ada di Keraton Solo.
Mendengar
kata Gus Irfan, saya berucap dalam hati “Alhamdulillahi Rabbil Alamin”
semoga berkah. Amin. Tak hanya itu saya, Gus Irfan juga mengatakan kepada saya
agar merawat makam “Mbah Kyai Abu Bakar” dan “Mbah Menthel” yang
berada di Barat langgar-nya tersebut berjarak kurang lebih 150 meter. Mendengar
hal tersebut, dalam hati saya cumak berkata “Aduh, merawat diri sendiri saja
masih berlepotan nggak karuan kok dipeseni merawat makam. Ah tapi dalam hati
saya juga berdoa, semoga saya diberi kelancaran oleh Tuhan dalam melaksanakan
wasiat atau pesanan dari Gus Irfan tersebut. Semoga saya diberi kelancaran
rejeki dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.” Doa
hanyalah permohonan. Hanya Tuhan yang bisa mengabulkan, bukannya makam. Sebab
makam tidak berkuasa apapun. Hehehe.
Setelah
itu, saya mengantarkan Gus Irfan ke “Makam Kubur Dowo” Tlogo, Kanigoro, Blitar.
Di makam tersebut Gus Irfan berziarah ke beberapa makam, di antaranya: Eyang
Reso Wijoyo, Eyang Ponco Wijoyo, Eyang Rangga Rusik, Mbah Kyai Baghowi (ayah
Kyai Sibaweh), Mbah Kyai Sibaweh (murid Syaikhuna Muhammad Kholil Bangkalan,
Madura dan murid Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan pengarang “Kitab
Nata’ijul Afkar” yang berisi tentang tauhid). Tak lupa, saya juga
berziarah lagi ke makam Mbah Kyai Haji Abu Bakar (ulama pertama desa Tlogo yang
hidup di masa Eyang Reso Wijoyo). Setelah itu, saya menghantarkan Gus Irfan ke
makam Mbah Kyai Abu Hasan, Mbah Kyai Abu Mansur, dan Mbah Kyai Muhammad Sholeh
(guru Mbah Kyai Sibaweh) yang berada di barat masjid desa Kuningan. Allahummaghfirlahum
warhamhum wa afihim wa’fu anhum.
Setelah
ziarah di Kuningan, saya kemudian melanjutkan acara saya sendiri. Sementara Gus
Irfan izin ingin berziarah ke makam “Eyang Darso Wari Kusumo” Tingal,
Garum, Blitar. Akhir kata, inilah catatan harian (cahar) saya kali ini. Ada
kurang dan lebihnya, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Semoga dusun
Sekardangan dijadikan sebuah tempat yang selalu nyaman, aman, dan damai
digunakan untuk segala macam kebaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menjadikan
dusun Sekardangan sebagai tempat yang sejuk untuk berzikir, bermeditasi,
bersemedi, dan lain sebagainya. Bil-khusus, semoga langgar kuno Mbah Kyai Abu
Bakar Sekardangan tetap nyaman digunakan untuk berzikir, meditasi, semedi, membakar dupa Arab, dupo Kawi dan
aktifitas kebaikan lainnya. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.
“Wherever you are, be a useful man”
(Di
manapun Anda berada, jadilah manusia berguna)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Langgar Kuno Mbah Kyai Abu Bakar. Tampak di depan Gus Gundala sedang menyapu halaman langgar. |
Tampak relief yang konon merupakan simbol Keraton Solo berada di tembok pengimaman langgar Mbah Kyai Abu Bakar bagian Barat yang sudah hampir keropos dimakan usia. |
Hiasan atau simbol tertentu di atas setiap pintu langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan. Tampak pula ada simbol bunga-bunga, bintang dan bulan tsabit yang belum saya potret. |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi
perpetualang dalam samudra dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti,
menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, berzikir, meditasi, semedi,
dan berbagai pekerjaan lain yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi
di nomor HP. 085649706399.
Assalamualaikum...pak arif
BalasHapusSaya mohon impormasinya...
Apkah pak arif pernah dengar
Nama"haji syarif abdul mursodo
Beliau adl leluhur saua.saya adl generasi yg ke 6.
Kok blm ya
BalasHapusSalam kenal ya kang kyai barokalloh
BalasHapusAssalamu alaikum Pak Arif.
BalasHapusSaya jadi sangat tertarik dengan ulasan ulasan mengenai tarekat. Saget sowan teng Pak Arif
Ok
BalasHapusLoh ini bukan nya langgarnya buyut saya yg didepan rumah pak adak
BalasHapusالحمد لله منتاف سكالي ياهي عريف مزين صفوان
BalasHapusلانجوتكان ياهي