Rabu, 17 September 2014

SEKELUMIT TENTANG TOKOH SEKARDANGAN DARI MASA KE MASA (ABAD 15 M – 20 M)



 Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Pada abad 17 masehi, jauh sebelum berdirinya Masjid Baitul Makmur yang diprakarsai oleh Mbah Kyai Imam Fakih pada tahun 1900 masehi, Sekardangan merupakan sebuah dusun yang di babat oleh beberapa tokoh agung, diantaranya: Mbah Kyai Raden Tirto Sentono (makam istrinya di Gaprang), Mbah Kyai Abu Yamin (makam di Gaprang), Mbah Kyai Hasan Muhtar (makam di Gaprang), Mbah Kyai Abu Bakar, Mbah Kyai Barnawi, Mbah Kyai Sopuro (makam terlama di Barat Masjid Baitul Makmur), Mbah Menthel dan lain-lain. Lebih jauh dari masa ini pula (yakni, zaman peralihan Dinasti Kerajaan Islam Pajang-Mataram seputar tahun 1580 masehi), Sekardangan merupakan sebuah dusun yang didirikan oleh Nyai Gadhung Melati (Mbah Sekar) yang makamnya berada di dusun Sarehan (berada di sebelah Selatan Kota Solo, Jawa Tengah). Setelah Nyai Gadhung Melati mendirikan dusun Sekardangan (Kec. Kanigoro Kab. Blitar), lalu sekitar tahun 1621 masehi beliau kembali pulang ke daerah asalnya yaitu dusun Banyubiru (sekarang Sarehan) yang berada di Selatan Kota Solo, Jawa Tengah. Perlu diketahui bahwa Nyai Gadhung Melati adalah istri Kyai Ageng Purwoto Sidik (Kyai Ageng Banyubiru) yang merupakan guru spiritual Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya (Pendiri Kerajaan Islam Pajang). Di dusun Sekardangan, maka ditempat pendirian “Monumen Petilasan” inilah, Nyai Gadhung Melati dulu mendirikan sebuah Sanggar/Langgar (Gasebo) dari kayu dan bambu.
Menurut sesepuh, seputar abad 17 masehi, seorang tokoh yang pertama kali mendirikan tempat ibadah di dusun Sekardangan adalah Mbah Kyai Barnawi. Tempat ibadah yang disebut “Langgar” ini dahulu berada ditengah-tengah dusun Sekardangan, yang di tempat itu dulu ada “Sumber Mata Air”-nya. Namun langgar itu hingga kini sudah tidak ada bekasnya sama sekali. Tokoh kedua yang mendirikan sebuah “Langgar” adalah Mbah Kyai Abu Bakar (penerus langgar Mbah Kyai Hasan Muhtar). Langgar Mbah Kyai Abu Bakar ini, hingga kini masih berdiri sesuai dengan ciri khas “Langgar Zaman Mataraman”, yakni masih terlihat “Logo Mataraman” berada di tembok pengimaman langgar sebelah Barat. Langgar ini juga masih berhiaskan simbol-simbol bunga di atas setiap pintu ataupun jendela sebagai akulturasi budaya Jawa. Konon, langgar Mbah Kyai Abu Bakar ini dahulu dipakai sebagai sarana “Shalat Jum’at” warga dusun Sekardangan. Di era ini pula, menyusul berdirinya langgar yang diprakarsai  oleh Mbah Kyai Abdurrahman, Mbah Kyai Zainuddin, Mbah Kyai Murasyid dan beberapa langgar yang lain.
Pada era selanjutnya, seputar abad 18 masehi datanglah seorang dari Bagelenan, Jawa Tengah  yang bernama Mbah Kyai Imam Fakih, menantu dari Mbah Kyai Abu Mansyur Kuningan. Beliau membeli tanah yang luas tepat berada di pojok dusun Sekardangan bagian Selatan, paling Timur. Sebagian tanah itu pada tahun 1900 masehi dijual pada Kompeni Belanda untuk jalan trem kereta api pengangkut tebu. Dari hasil penjualan itulah, digunakan sebagai modal untuk mendirikan sebuah pesantren dan masjid yang sekarang diberi nama “Masjid Baitul Makmur”. Ide pendirian pesantren dan masjid tersebut disokong warga Sekardangan dengan berbagai bantuan yang berupa batu bata, pasir, kayu bangunan, tenaga, pikiran dan lain-lainnya. Tersebut pula pada seputar era ini diantaranya Mbah Kyai Hasan Thohiran (sahabat perjuangan Mbah Kyai Imam Fakih), Mbah Kyai Ahmad Dasuqi, Mbah Kyai Hasyim, Mbah Kyai Sadzali, Mbah Kyai Shobiri dan lain-lain. Era-era selanjutnya, seputar abad 19-20 masehi telah muncul beberapa tokoh kyai diantaranya; Mbah Kyai Romli, Mbah Kyai Abbas Fakih, Mbah Kyai Mahfudz (pejuang syahid), Mbah Kyai Imam Mahdi, Mbah Kyai Hamzah, Mbah Kyai Mahrus Yunus, Mbah Kyai Nasruddin, Mbah Kyai Zainuddin, Mbah Kyai Muhtar Fauzi, Mbah Kyai Maulan, dan seterusnya.
Bung Karno mengatakan: “Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah!
(Dikeluarkan Oleh: PUSAT STUDI SEJARAH SEKARDANGAN (PUSKAR) Sekardangan)
Monumen Petilasan Nyi Ageng Sekardangan

Monumen Petilasan Nyi Ageng Sekardangan         
 
Denah Seputar Petilasan Nyi Ageng Sekardangan


Tanda Arah Menuju Kolam Petilasan Nyi Ageng Sekardangan
Makam Kyai Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) dan istrinya Nyai Gadhung Melati dan anaknya Roro Tenggok















5 komentar:

  1. Izin nyimak Mas Arief,ini nartikel yang bagus ,oh ya saya jg pernah mondok di PP Alfalah Trenceng,walau 1 thn tabarukan .Ni saya juga masih keturunan Mbah Kiai Romli Sekardangan dari jalur Putri beliau Nyai Asmuni di Pojok Grum Blitar,namun saya dari keturunan nya di SUKADANA Lampung timur.Sepertinya Mas Arif faham ulamam ulama SEKARDANGAN,nah sya kehilangan jejak silsilah MBAH kiai Romli bin Hasan Juhari,keturunan siapakah Yai Hasan Juhari Sekardangan,karena dulu beliau adalah murid Ky As'ary ayah KH.Hasiem As'ary Jombang Jatim.Suwun mas yo.

    BalasHapus
  2. Apakah yg dimaksud dg mbah hasan banyubiru itu ada kaitannya diatas ya?

    BalasHapus
  3. saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m

    BalasHapus