Selasa, 24 Januari 2017

MENGAJUKAN PROPOSAL BORANG S1 FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI) UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA (UNU) BLITAR DI KOPERTAIS SURABAYA



(Dari Kantor UNU Blitar hingga Kopertais Surabaya, 23 Januari 2017)

Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Kata guru saya:
“Menulislah! Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si.)

Setelah proposal borang S1 Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama Blitar saya garap bersama kawan-kawan sejak pertemuan tanggal 28 Desember 2016 hingga 23 Januari 2017, maka hari ini, Selasa, 24 Januari 2016 borang tersebut diajukan ke Kopertais Surabaya yang kantornya berada dalam lingkungan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Terutama sekali Mas Abid dan Mas Rohman yang banyak berkontribusi dalam pengetikan dan penyusunan borang tersebut. Juga perlu disebutkan di sini, antara lain: Mbak Lussy, Mbak Afifah, dan lain sebagainya. Selanjutnya, ada enam orang yang ikut menghantar borang tersebut ke Kopertais Surabaya, di antaranya: Arif Muzayin Shofwan, Yaomi Tertibi, SH., Puji Wianto, M.Pd., Muhammad Choirul Abidin, S.Pd.I. (selaku Tim dan sopir), KH. Masda’in Rifai Ahyad (Pengasuh Pondok Tahfidzul Qur’an Kunir, Wonodadi, Blitar dan selaku PCNU), dan Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd (selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama [UNU] Blitar).

Ada empat program studi yang kami ajukan bersama ke Kopertais Surabaya yang kantornya berada di dalam lingkungan UINSA Surabaya tersebut, di antaranya: (1) Al-Akhwal As-Syakhsiyyah atau Hukum Keluarga Islam; (2) Ekonomi Syariah; (3) Perbankan Syariah; dan (4) Komunikasi Penyiaran Islam atau Dakwah Islam. Dalam hati kami, yakni mulai awal perjalanan dari Kantor UNU Blitar pukul 06.00 WIB hingga sampai di sekretariat Kopertais Surabaya selalu teriring doa, mudah-mudahan apa yang menjadi cita-cita dan harapan kami demi terwujudnya empat program studi Fakultas Agama Islam (FAI) UNU Blitar tersebut dikabulkan dan diridhai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahkan hingga kami berenam pulang juga tetap berdoa dengan santai dan penuh kedamaian, mudah-mudahan apa saja yang menjadi harapan kami di Kopertais Surabaya tersebut mendapatkan buah yang manis, lezat, dan amat disukai oleh mereka yang menginginkan. Amin.

Dalam perjalanan pulang dari Kopertais Surabaya tersebut ternyata ada sedikit hambatan di perjalanan. Yaitu mobil Pak Puji Wianto, M.Pd. (wakil Rektor UNU Blitar) yang dipakai untuk rombongan mengalami kerusakan. Namun, kurang lebih selama empat jam kemudian kerusakan tersebut dapat di atasi di sebuah bengkel di Surabaya. Karena kerusakan itu tepat waktu Asyar dan Mangrib, maka kami berenam melakukan shalat jamak qashar di sebuah masjid yang dekat dengan bengkel tersebut. Usai shalat, kami berenam melakukan ritual makan malam dengan dua menu. Pertama, menu tempe penyet dipesan oleh tiga orang, yaitu: Arif Muzayin Shofwan, KH. Masdain Rifai Ahyad, dan Prof. Dr. Zainuddin. Kedua, menu pecel lele goreng dipesan oleh tiga orang pula, yaitu: Muhammad Choirul Abidin, S.Pd.I., Puji Wianto, M.Pd., dan Yaomi Tertibi, SH. Usai ritual makan malam, kami berenam melanjutkan pulang ke Blitar.

Sampai di UNU Blitar kira-kira sudah hampir jam 12 malam. Dalam WA saya kirim pesan dengan ungkapan “Baru Sampai di UNU” ke Group FAI UNU Blitar pukul 23.56 WIB. Saya langsung mengetik apa saja yang bisa saya ketik dalam perjalanan ke Kopertais Surabaya tersebut. Mengingat-ingat apa saja yang saya ingat sebagai bagian dari ritual saya membuat catatan harian (cahar) sembari berdoa: “Mudah-mudahan Tuhan mengabulkan cita-cita atau harapan kami berenam mewakili Tim FAI UNU Blitar ke Kopertais Surabaya tersebut. Amin, amin, amin, Ya Rabbal Alamin.” Mungkin inilah catatan harian (cahar) saya hari ini. Cahar ini saya selesaikan di Kantor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar pukul 01.00 WIB (malam hari) usai merebahkan badan di kursi empuk. Mudah-mudahan catatan harian ini bermanfaat bagi saya pribadi dan para budiman yang ketepatan membacanya. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.

Act good things to clean up the evil deeds
(Berbuatlah amal kebajikan untuk membersihkan kejahatan)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Proposal Borang FAI dengan empat prodi siap diajukan ke Kopertais Surabaya (Foto dari Yaomi Tertibi, SH)
Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd (Rektor UNU Blitar), KH. Masdain Rifai Ahyad, Dr. Priyo Handoko, Puji Wianto, M.Pd (Wakil Rektor UNU Blitar), Arif Muzayin Shofwan, Yaomi Tertibi, SH., dan kawan-kawan lainnya. (Foto dari Muhammad Choirul Abidin, S.Pd.I)
 
Foto sama dengan atas (Dari Facebook Dr. Priyo Handoko). Semoga berkah di dunia dan akhirat



Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi perpetualang dalam samudra dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti, menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, dan berbagai pekerjaan lain yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Senin, 16 Januari 2017

PERTEMUAN BERSAMA KAWAN-KAWAN DI UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA (UNU) BLITAR, JAWA TIMUR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

“Tulislah apapun yang dapat anda tulis, siapa tahu bermanfaat”
(Anonim)

Telah beberapa kali saya mengikuti dan terakhir mengadakan pertemuan di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Jawa Timur. Alhamdulillah Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar telah resmi mendapatkan izin dari Kemenristekdikti Republik Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan sejak tanggal 31 Agustus 2017. Kemudian pada tanggal 29 Oktober 2017 telah dilaksanakan peresmian secara simbolis di Pendopo Ronggo Hadinegoro Blitar. Peresmian simbolis tersebut dihadiri oleh para tokoh berikut, di antaranya: Prof. Dr. H. Muhammad Nashir, M.Si., Ph.D. (Menristekdikti), Prof. Dr. Maksum Mahfoedz, M.Sc (PBNU), Drs. Rijanto, MM (Bupati Blitar), KH. Anwar Iskandar, dan beberapa tokoh lokal lainnya, seperti: KH. Imam Suhrowardi, KH. Masdain Rifai Ahyad, Prof. Dr. H.M. Zainuddin, M.Pd., Puji Wianto, M.Pd., para mahasiswa-mahasiswi UNU Blitar, serta yang tak dapat disebut satu-persatu.

Saya dan Mas Winarto, M.Pd.I beberapa kali ikut pertemuan pendirian Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar. Baru pada tanggal 29 Desember 2016, saya dihubungi melalui telepon genggam oleh Bapak Puji Wianto, M.Pd (Wakil Rektor UNU Blitar) untuk menghubungi Mas Winarto, M.Pd.I untuk mengadakan pertemuan Tim UNU Blitar lanjutan. Ada banyak yang saya bicarakan dalam pertemuan tersebut. Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya: Saya, Mas Winarto, M.Pd.I, Mas Muhammad Choirul Abidin, S.Pd. (yang masih menyelesaikan S2 di Universitas Islam Negeri Surabaya), Bu Alfiah, SE (yang masih menyelesaikan kuliah S2 di Universitas Muhammadiyah Malang), Mas Yaoumi Tertibi, SH (yang saat itu mendampingi pedangang jalan Mastrip Blitar yang akan digusur), Mas Baim Muslim, Mbak Lussy Ana Anggarani, MM., Mbak Elly Eka Fatmawati, M.Pd., Mas Ahmad Karomi, M.Th.I., Mas Miftakhul Rohman, M.Pd., dan lain sebagainya.

Hingga catatan harian ini saya tulis, ada beberapa pertemuan yang perlu saya catat di sini, antara lain: pertemuan hari Jumat tanggal 29 Desember 2016, Rabo tanggal 04 Januari 2017, Senin tanggal 9 Januari 2017, Sabtu tanggal 14 Januari 2017, dan Senin tanggal 16 Januari 2017. Pada pertemuan Senin 9 Januari 2017, Pak Puji Wianto, M.Pd meminta saya untuk berkunjung ke rumah Pak Tono Sananwetan membicarakan sesuatu yang amat penting. Ya, pada hari Jumat setelah itu, saya kemudian berkunjung ke rumah Pak Tono Sananwetan dan sempat memotret wajah beliau sebagai bukti bahwa saya sudah ke rumah beliau. Saat saya di situ, Pak Tono juga cerita bahwa saudara kakeknya juga berasal dari dusun saya Sekardangan, namanya Mbah Karto Sentono. Ah, saya langsung tanggap dengan nama tersebut. Mbah Karto Sentono ini tidak memiliki anak dan dulu ingin meminta anak kakek saya (pakdhe saya), tetapi sama nenek tidak boleh. Lalu Mbah Karto Sentono mengasuh Bapak Bambang putra dari Mbah Kamituwo Bai.

Oya, kembali ke pertemuan di lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar tersebut bersama kawan-kawan. Kadang pertemuan tersebut kami lakukan di barat mushalla UNU Blitar sambil lesehan. Kadang pertemuan tersebut kami lakukan di ruang Wakil Rektor UNU Blitar. Kadang pertemuan tersebut kami lakukan di ruang dosen UNU Blitar, dan lain-lainnya. Tentunya ada banyak yang kami bicarakan demi kemajuan dan perkembangan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar ke depan. Yah, mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya kali ini. Ada kurang dan lebihnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin. Istajib du’a-ana Ya Rahman Ya Rahim.

Whoever planted will surely reap
(Barangsiapa menanam pasti akan memetik)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Pertemuan di barat mushalla UNU Blitar. Saya berbaju hitam sedang memasukkan berkas-berkas penting (Foto dari Pak Puji Wianto, M.Pd)

Pak Tono Sananwetan saya potret saat akan pergi ke Masjid Hidayatullah menjalankan shalat Maghrib berjamaah.


Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing, maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean” (karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

LANGGAR KUNO MBAH KYAI ABU BAKAR SEKARDANGAN, KANIGORO, BLITAR, JAWA TIMUR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Kata Sang Kyai:
“Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan merupakan ulama generasi seangkatan Mbah Kyai Imam Nawawi Pondok Ringinagung Pare Kediri.”
(Mbah Kyai Muhammad Sholeh)

Mbah Kyai Abu Bakar merupakan seorang ulama yang hidup di Sekardangan, Kanigoro, Blitar seputar awal abad ke-18 masehi. Beliau merupakan menantu dari Mbah Kyai Kasan Muhtar salah satu tokoh yang mbabat dusun Sekardangan bagian Utara. Mbah Jembadi mengkisahkan bahwa bapaknya pernah bercerita bahwa mertua Mbah Kyai Abu Bakar yang bernama Mbah Kyai Kasan Muhtar merupakan ulama yang sakti mandraguna. Konon Mbah Kyai Kasan Muhtar dahulu selalu menaiki seekor macan ketika bepergian ke mana-mana. Inilah sekelumit cerita yang dikisahkan oleh Mbah Jembadi yang diperolehnya dari bapaknya dan kakeknya. (Catatan: Makam Mbah Kyai Kasan Muhtar berada di Pemakaman Gaprang bersama tokoh yang mbabat dusun Sekardangan lainnya, seperti: Mbah Kyai Raden Atmo Setro, Mbah Kyai Abu Yamin bin Abdurrahim, Mbah Kyai Suwiryo, dan lain-lainnya).

Kembali ke kisah Mbah Kyai Abu Bakar bahwa beliau dahulu pernah mbabat alas di daerah Judeg, Lodoyo. Setelah diambil menantu oleh Mbah Kyai Kasan Muhtar, beliau lalu menetap di dusun Sekardangan hingga akhir hayatnya. Beliau meninggalkan sebuah langgar (mushalla) kuno yang hingga sekarang masih tampak keberadaan ke-kuno-annya. Kata Mbah Kyai Zainuddin, konon mushalla kuno pertama dibangun oleh Mbah Kyai Kasan Muhtar. Namun hingga kini keberadaan langgar (mushalla) kuno Mbah Kyai Kasan Muhtar tersebut sudah tidak ada lagi bekasnya. Kemudian bangunan langgar kuno yang kedua adalah langgar Mbah Kyai Barnawi Sekardangan Kidul. Hingga kini keberadaan langgar kuno Mbah Kyai Barnawi juga sudah tidak ada lagi bekasnya. Dan langgar Mbah Kyai Abu Bakar (menantu Mbah Kyai Kasan Muhtar) tersebut merupakan langgar paling kuno di Sekardangan yang masih tampak hingga sekarang.

Mbah Kyai Muhammad Sholeh menceritakan bahwa Mbah Kyai Abu Bakar merupakan generasi ulama seangkatan Mbah Kyai Imam Nawawi Pondok Mahir Ar-Riyadh Ringinagung, Pare, Kediri. Mbah Kyai Imam Nawawi sendiri merupakan ulama keturunan dari Sunan Kalijaga yang konon sangat dekat Keraton Solo. Begitu pula, Mbah Kyai Abu Bakar juga demikian. Maka tak heran bila bangunan langgar-nya masih berbau Solo (Surakarta-an). Di atas pintu terdapat simbol-simbol yang dipakai oleh Keraton Solo. Bahkan di barat pengimaman langgar (mushalla) tersebut masih ada relief simbol dari Keraton Solo. Hal tersebut juga telah diceritakan oleh beberapa sesepuh dusun Sekardangan yang lainnya. Dan masjid Mbah Kyai Imam Nawawi Pare Ringinagung juga penuh simbol seperti itu. Ada relief bunga-bunga, bulan sabit, dan semacamnya yang saya sendiri kurang faham. 
 
Pada suatu hari, saya kedatangan tamu dari Kulonprogo, Jawa Tengah yang bernama Gus Irfan. Beliau meminta saya agar menghantarkannya ke makam Mbah Kyai Abu Bakar di barat mushalla-nya. Lalu saya menghantarkan Gus Irfan ke makam tersebut. Tak berhenti di situ, saya juga menunjukkan simbol-simbol atau tanda-tanda atau logo-logo yang ada di tembok pengimaman langgar Mbah Kyai Abu Bakar tersebut. Gus Irfan lalu memotret dan mengatakan bahwa logo atau simbol yang ada di tembok pengimaman Mbah Kyai Abu Bakar tersebut adalah simbol Keraton Solo. Begitu pula, Gus Irfan juga memotret simbol-simbol yang ada di atas setiap pintu dan jendela langgar Mbah Kyai Abu Bakar. Dia juga menyatakan bahwa semua simbol yang ada di atas pintu dan jendela merupakan simbol yang ada di Keraton Solo.

Mendengar kata Gus Irfan, saya berucap dalam hati “Alhamdulillahi Rabbil Alamin” semoga berkah. Amin. Tak hanya itu saya, Gus Irfan juga mengatakan kepada saya agar merawat makam “Mbah Kyai Abu Bakar” dan “Mbah Menthel” yang berada di Barat langgar-nya tersebut berjarak kurang lebih 150 meter. Mendengar hal tersebut, dalam hati saya cumak berkata “Aduh, merawat diri sendiri saja masih berlepotan nggak karuan kok dipeseni merawat makam. Ah tapi dalam hati saya juga berdoa, semoga saya diberi kelancaran oleh Tuhan dalam melaksanakan wasiat atau pesanan dari Gus Irfan tersebut. Semoga saya diberi kelancaran rejeki dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.” Doa hanyalah permohonan. Hanya Tuhan yang bisa mengabulkan, bukannya makam. Sebab makam tidak berkuasa apapun. Hehehe.

Setelah itu, saya mengantarkan Gus Irfan ke “Makam Kubur Dowo” Tlogo, Kanigoro, Blitar. Di makam tersebut Gus Irfan berziarah ke beberapa makam, di antaranya: Eyang Reso Wijoyo, Eyang Ponco Wijoyo, Eyang Rangga Rusik, Mbah Kyai Baghowi (ayah Kyai Sibaweh), Mbah Kyai Sibaweh (murid Syaikhuna Muhammad Kholil Bangkalan, Madura dan murid Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan pengarang “Kitab Nata’ijul Afkar” yang berisi tentang tauhid). Tak lupa, saya juga berziarah lagi ke makam Mbah Kyai Haji Abu Bakar (ulama pertama desa Tlogo yang hidup di masa Eyang Reso Wijoyo). Setelah itu, saya menghantarkan Gus Irfan ke makam Mbah Kyai Abu Hasan, Mbah Kyai Abu Mansur, dan Mbah Kyai Muhammad Sholeh (guru Mbah Kyai Sibaweh) yang berada di barat masjid desa Kuningan. Allahummaghfirlahum warhamhum wa afihim wa’fu anhum.

Setelah ziarah di Kuningan, saya kemudian melanjutkan acara saya sendiri. Sementara Gus Irfan izin ingin berziarah ke makam “Eyang Darso Wari Kusumo” Tingal, Garum, Blitar. Akhir kata, inilah catatan harian (cahar) saya kali ini. Ada kurang dan lebihnya, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Semoga dusun Sekardangan dijadikan sebuah tempat yang selalu nyaman, aman, dan damai digunakan untuk segala macam kebaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menjadikan dusun Sekardangan sebagai tempat yang sejuk untuk berzikir, bermeditasi, bersemedi, dan lain sebagainya. Bil-khusus, semoga langgar kuno Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan tetap nyaman digunakan untuk berzikir, meditasi, semedi, membakar dupa Arab, dupo Kawi dan aktifitas kebaikan lainnya. Amin, amin, amin. Ya Rabbal Alamin.

 “Wherever you are, be a useful man”
(Di manapun Anda berada, jadilah manusia berguna)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Langgar Kuno Mbah Kyai Abu Bakar. Tampak di depan Gus Gundala sedang menyapu halaman langgar.
Tampak relief yang konon merupakan simbol Keraton Solo berada di tembok pengimaman langgar Mbah Kyai Abu Bakar bagian Barat yang sudah hampir keropos dimakan usia.
 
Hiasan atau simbol tertentu di atas setiap pintu langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan. Tampak pula ada simbol bunga-bunga, bintang dan bulan tsabit yang belum saya potret.

Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi perpetualang dalam samudra dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti, menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, berzikir, meditasi, semedi, dan berbagai pekerjaan lain yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Kamis, 12 Januari 2017

MAKAM EYANG SONOJOYO DAN NYAI PONIRAH DI DUSUN MOJO, DESA PLOSOARANG, KECAMATAN SANANKULON, KABUPATEN BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Kata guru saya:
“Menulislah! Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si.)

Pada hari Rabo, 11 Januari 2017 usai rapat di kantor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, tiba-tiba HP saya berdering. Ternyata ada SMS dari Mbah Jawoko Jatimalang yang menuliskan begini: “Sing mbabat desa Mojo kuwi Mbah Sonojoyo. Enek tandane patung Sapi lan wit Jenar. Koyok-e keturunane Mahesa Jenar.” SMS dari Mbah Jawoko Jatimalang hanya saya balas singkat: “Ok”. Saya tak juga secepatnya ingin tahu siapakah Eyang Sonojoyo tersebut. Selain itu, Mbah Jawoko Jatimalang melalui WA juga mengirimkan foto makam Eyang Sonojoyo dan istrinya yang bernama Mbah Nyai Putri Ponirah/ Mbah Nyai Putri Semi. Doa saya dalam hati, semoga keduanya berbahagia di alam-alam yang dilaluinya dalam kehidupan kini dan mendatang. Amin Ya Rabbal Alamin.

Banyak sesepuh yang menyatakan bahwa para tokoh nenek moyang terdahulu terkadang dapat dilihatatau ditelusuri dari “SIMBOL (TANDA/ TETENGER)” maupun “SANDI” yang mereka gunakan. Misalnya, sandi berupa Pohon Sawo biasanya dipakai oleh trah keturunan Panembahan Sawo Ing Kajoran, dan termasuk Pangeran Diponegoro dari pihak ibunya berasal dari trah keturunan ini. Simbol atau sandi berupa Pohon Jati biasanya dipakai oleh Ki Kebo Kanigoro (Kyai Purwoto Siddiq Banyubiru), Nyai Gadhung Melati (istrinya), dan Rara Sekar Rinonce/ Rara Tenggok/ Endang Widuri (anaknya) dan beberapa trah keturunan mereka serta para murid Syaikh Siti Jenar (Sayyid Hasan Ali/ Syaikh Lemah Abang) yang terkenal dengan ajaran “Manunggaling Kawula Gusti”-nya.

Begitu pula, simbol berupa Patung Singa atau Macan Putih biasanya digunakan oleh para trah keturunan dan wadyabala seperjuangan Eyang Singo Lodoyo Blitar Selatan dan Pangeran Prabu yang membawa Gong Pradah ke tempat tersebut. Bila ditarik jauh ke belakang, bahwa simbol Pohon Boddhi juga digunakan oleh para siswa Sang Buddha Gautama India. Banyak lagi “SIMBOL” atau “SANDI” berupa pusaka, keris, gaman, dan semacamnya yang bisa dipakai untuk menelusuri trah keturunan siapakah mereka para tokoh tersebut. Begitu pula, panji-panji yang mereka gunakan di zamannya juga dapat dipakai menelusuri trah keturunan siapakah mereka para tokoh tersebut.

Berdasarkan hal di atas, maka tak heran bila Mbah Jawoko Jatimalang sedikit menyimpulkan bahwa Eyang Sonojoyo merupakan trah keturunan Eyang Mahesa Jenar yang sangat terkenal di zamannya. Hal tersebut dapat dilihat dari “SIMBOL” atau “SANDI” atau “TETENGER” berupa POHON JENAR dan PATUNG SAPI yang berada di samping makamnya. Dan hal semacam ini sangat lazim digunakan sebagai simbol (tanda/ tetenger) bagi para tokoh masa lalu. Ada yang menyatakan bahwa Eyang Mahesa Jenar sendiri merupakan seorang tokoh Islam yang berguru kepada Syaikh Siti Jenar (Sayyid Hasan Ali/ Syaikh Lemah Abang) dan Prabu Handayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh) yang terkenal dengan AJARAN TAUHIDManuggaling Kawula Gusti”-nya. Eyang Mahesa Jenar berasal dari Pandanaran (Semarang) dan merupakan sahabat dari Sunan Tembayat. Saya juga tak begitu mendalami apa yang dikatakan Mbah Jawoko Jatimalang hingga menuangkan dalam tulisan ini. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dunia dan akhirat. Kata Mbah Jawoko Jatimalang yang terakhir melalui WA: "Kira-kira ki ngono."

Selanjutnya, Syaikh Siti Jenar sendiri juga merupakan guru dari Ki Kebo Kanigoro, Ki Kebo Kenongo, dan Jaka Tingkir (pendiri kerajaan Islam Pajang). Dan perlu diketahui bahwa Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur merupakan trah keturunan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) tersebut. Maka tak heran bila Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) jiwa memiliki jiwa yang multikulturalis seperti para nenek moyang pendahulunya. Yakni Gus Dur mampu menghargai segala perbedaan agama, kepercayaan, suku, budaya, dan semacamnya. Akhir kata, mudah-mudahan dusun Mojo, desa Plosoarang, kecamatan Sanankulon, kabupaten Blitar menjadi tempat yang nyaman, damai, tentram sepanjang zaman yang tiada tertandingi. Amin 3X Ya Rabbal Alamin.

“The Will springs the knowledge”
(Kemauan menjadi sumber pengetahuan)

Semoga welas asih Tuhan menebar ke seluruh alam semesta. 

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Makam Eyang Sonojoyo Mojo, Sanankulon, Blitar (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
 
Makam Mbah Nyai Ponirah/ Nyai Semi yakni istri Eyang Sonojoyo (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
 
Tulisan Maesan Eyang Sonojoyo (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
Tulisan Maesan Mbah Nyai Ponirah/ Nyai Semi, yakni istri Eyang Sonojoyo (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
Patung Sapi sebagai simbol dari Eyang Sonojoyo yang diduga dari trah keturunan dari Eyang Mahesa Jenar (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
 
Lokasi Makam Eyang Sonojoyo tampak dari depan terasa nyaman, tenteram dan damai untuk bermeditasi (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)


Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi perpetualang dalam samudra dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti, menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, dan berbagai pekerjaan lain yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.