Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kiai
Ageng Hasan Muhtar
Kiai
Ageng Hasan Muhtar merupakan ulama abad 17 masehi yang pertama kali mendirikan
tempat ibadah umat Islam di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Seorang tokoh
yang akrab dipanggail “Mbah Hasan Muhtar” ini berasal dari Kerajaan Mataram
Islam. Tempat ibadah yang beliau dirikan ini dahulu dipakai untuk shalat Jum’at
para warga pada masanya. Saat tulisan ini ditulis, pada tembok sebelah Barat
pengimaman “langgar” yang didirikan oleh Kiai Ageng Hasan Muhtar masih
ditemukan “Logo Kerajaan Mataram” yang sudah mulai keropos di makan usia. Kiai
Ageng Hasan Muhtar dimakamkan di Pemakaman Umum desa Gaprang, Kanigoro, Blitar.
Sebab pada masa itu Sekardangan memang belum memiliki pemakaman sendiri.
Sepeninggal
Kiai Ageng Hasan Muhtar, maka kepemimpinan tempat ibadah umat Islam tersebut
dipegang oleh menantunya yang bernama Kiai Ageng Abu Bakar. Beliau merupakan
ulama yang juga berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Pada saat kepemimpinan
Kiai Ageng Abu Bakar banyak sekali para santri yang menimba ilmu di “langgar”
yang dia kelola tersebut. Bahkan pada masa itu, langgar (mushalla) yang beliau
kelola juga digunakan untuk zikir para penganut Tharikah Naqsyabandiyah hingga
generasi-generasi berikutnya. Kiai Ageng Abu Bakar wafat dan dimakamkan di
Barat mushalla (langgar) tersebut yang merupakan “Makam Keluarga”. Banyak pula
ulama yang dimakamkan disana termasuk Kiai Imam Ghozali (putra Kiai Ageng Abu
Bakar), yang merupakan pendiri Masjid Al-Mubarok, Sekardangan, Kanigoro,
Blitar. Namun pada masa hidup Kiai Imam Ghozali, masjid tersebut masih berupa
“langgar kecil” (mushalla kecil).
Kiai
Ageng Abu Yamin
Diceritakan
oleh Kiai Zainuddin yang menyatakan bahwa Kiai Ageng Abu Yamin merupakan santri
pertama dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar yang berguru kepada Kiai Ageng
Hasan Muhtar. Kiai Zainuddin menyatakan bahwa Kiai Ageng Abu Yaman berasal dari
Gaprang, Kanigoro, Blitar. Beliau mempunyai saudara bernama Kiai Ageng Abu
Yaman yang hijrah ke daerah Jember dan menjadi tokoh di sana. Dalam kehidupan
pribadinya, Kiai Ageng Abu Yamin mempunyai dua putra dan satu putri yang
kesemuanya menjadi ulama di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Ketiga
putra-putri Kiai Ageng Abu Yamin adalah:
1.
Kiai Abdurrahman; merupakan pendiri
“langgar” (mushalla) di dusun Sekardangan bagian Tengah di ujung paling Barat,
dekat Pemakaman Desa Gaprang, Kanigoro, Blitar. Saat tulisan ini ditulis, langgar
tersebut dipegang oleh Kiai Muhammad Munib, Kiai Bahruddin, dan lain-lain.
Salah satu putra Kiai Abdurrahman yang bernama Kiai Abu Toyyib dan
saudara-saudaranya juga mendirikan sebuah langgar (mushalla) berada di dusun
Sekardangan bagian Tengah yang saat tulisan ini ditulis, dikelola oleh Kiai
Haji Tamzi, seorang kiai yang juga memiliki keahlian sebagai “dukun manten” (dukun pengantin), Kiai
Masykur, Kiai Sholeh dan lain-lainnya.
2.
Kiai Zainuddin; merupakan pendiri
“langgar” (mushalla) di dusun Sekardangan bagian Tengah ujung paling Timur. Saat
tulisan ini ditulis, langgar tersebut dipegang oleh Kiai Masrukin, Kiai Haji
Suwandi, Kiai Muhammad Irfa’i (pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hisan
Sekardangan), dan lain-lainnya.
3.
Nyai Siti Maryam; beliau adalah istri
dari Kiai Ageng Barnawi yang merupakan ulama kedua pendiri mushalla (langgar)
di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Dahulu langgar tersebut berada di
tengah dusun Sekardangan persis, yang dulu ada “sumber air”-nya. Namun hingga
saat ini, langgar yang dibangun Kiai Ageng Barnawi tersebut sudah tidak ada
lagi bekasnya. Diceritakan bahwa bekas-bekas pondasi langgar Kiai Ageng Barnawi
ini dulu dibongkar lalu dipakai untuk tambahan pondasi pembangunan Masjid
Baitul Makmur Sekardangan, yang dirintis oleh Kiai Imam Fakih dan sahabat
perjuangannya yang bernama Kiai Hasan Thohiran pada tahun 1903 masehi. Kedua
ulama ini berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah.
Kiai
Ageng Raden Tirto Sentono
Kiai
Ageng Raden Tirto Sentono merupakan seorang tokoh dusun Sekardangan yang hidup
pada abad 17 masehi bersamaan dengan Kiai Ageng Hasan Muhtar, Kiai Ageng Abu
Yamin dan lain-lainnya. Beliau juga berasal dari Kerajaan Mataram Islam, Jawa
Tengah. Beliau wafat dan dimakamkan di “Pemakaman Umum” dusun Sekardangan,
Kanigoro, Blitar. Sementara istrinya dimakamkan di “Pemakaman Umum” desa
Gaprang, Kanigoro, Blitar sebab pada masa wafatnya, dusun Sekardangan belum
mempunyai pemakaman tersendiri untuk para warga yang meninggal dunia.
Pada
saat tulisan ini ditulis, ada dzurriyyah (keturunan)
Kiai Ageng Raden Tirto Sentono yang memiliki sebuah pondok pesantren. Bisa
disebutkan disini bahwa Nyai Hajjah Mastiyah (istri Kiai Haji Mahrus Yunus)
merupakan keturunan dari Kiai Ageng Raden Tirto Sentono yang mengasuh Pondok
Pesantren Sunan Pandanaran Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Bahkan hingga kini
pesantren tersebut sudah memiliki lembaga SDI Sunan Pandanaran dan juga TK
Sunan Pandanaran.
Kiai
Ageng Sopuro & Kiai Ageng Bontani
Kiai
Ageng Sopuro dan Kiai Ageng Bontani merupakan tokoh yang hidup semasa dengan
Kiai Raden Tirto Sentono yakni pada abad 17 masehi. Diceritakan oleh Kiai
Zainuddin bahwa pada zaman dahulu Kiai Ageng Sopuro merupakan orang yang sangat
gemar melakukan dzikir. Adapun dzikir yang biasa diistiqomahkan oleh Kiai Ageng
Sopuro adalah “huk-huk-huk-huk”. Sebuah dzikir yang lazim digunakan orang-orang
dahulu. “Huk-Huk-Huk” berasal dari kata “Huwa-Huwa-Huwa” yang artinya “Dia
Tuhan Yang Esa, Dia Tuhan Yang Esa, Dia Tuhan Yang Esa”. Pada zaman dahulu,
dzikir semacam ini biasa diamalkan oleh penganut thariqah seperti:
Naqsyabandiyah, Sathoriyah, Akmaliyah, dan lain sebagainya.
Kedua
tokoh ini (yakni Kiai Ageng Sopuro dan Kiai Ageng Bontani) dimakamkan di
belakang Masjid Baitul Makmur Sekardangan, Kanigoro, Blitar, dan merupakan “makam tertua” di antara makam-makam yang
berada di belakang masjid tersebut. Banyak yang menceritakan bahwa sebelum
Masjid Baitul Makmur Sekardangan didirikan, di Barat masjid tersebut sebenarnya
merupakan sebuah pemakaman lama yang sudah tidak terawat. Bahkan ketika para
warga Sekardangan mengambil tanah di pojok pesantren bagian Barat [yang
sekarang berdiri megah tersebut] untuk “mengurug
pondasi masjid”, banyak ditemukan kerangka-kerangaka dan temgkorak kepala
manusia di dalam “blandongan pring”
(gerombolan akar bambu). Begitu juga ketika Kiai Haji Imam Mahdi bersama para
santri membuat “pagar makam Barat masjid” tersebut juga menemukan tengkorak
kepala manusia. Banyak yang menceritakan bahwa makam-makam kuno tersebut luasnya
hingga ke Barat sampai tanah pekarangan Kiai Muhammad Shokeh (salah satu kiai
yang menjadi imam di Masjid Baitul Makmur Sekardangan). Doa saya, semoga arwah
mereka mendapat tempat yang layak disisi Allah swt dan segala kesalahan dan
dosanya diampuni oleh Allah. Aamiin.
Kiai
Imam Fakih & Kiai Hasan Thohiran
Kiai
Imam Fakih adalah seorang ulama yang berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah.
Begitu juga Kiai Hasan Thohiran juga berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah. Kiai
Hasan Thohiran merupakan keponakan Kiai Imam Fakih tersebut. Pada tahun 1900
masehi, Kiai Imam Fakih dibantu oleh keponakannya bernama Kiai Hasan Thohiran tersebut berhasil
mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama “Pondok Pesantren Miftahul Huda”
berada di dusun Sekardangan ujung Selatan, pojok Timur. Setelah berhasil
mendirikan pesantren tersebut, maka pada tahun 1903 masehi, Kiai Imam Fakih
dibantu Kiai Hasan Thohiran dan warga sekitar berhasi mendirikan masjid yang
juga diberi nama “Masjid Miftahul Huda”. Pembangunan masjid ini didanai dari
hasil penjualan tanah pekarangan milik Kiai Imam Fakih yang dipakai untuk jalan
kereta api pengangkut tebu oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya
dengan berjalannya waktu, maka pada tahun 1984 nama masjid tersebut dirubah
menjadi “Masjid Baitul Makmur”. Hingga tulisan ini ditulis, di lingkungan
Masjid Baitul Makmur tersebut telah berdiri MI Miftahul Huda Papungan 01, TK
Al-Hidayah Papungan 01, PAUD Insan Kamil, dan lembaga keagamaan lainnya. Kiai
Imam Fakih meninggal dunia dan jasadnya di makamkan di belakang Masjid Baitul
Makmur Sekardangan. Sementara Kiai Hasan Thohiran yang merupakan keponakan dan
kawan seperjuangannya, dimakamkan di “Pemakaman Umum” dusun Sekardangan,
Kanigoro, Blitar. Setelah wafatnya kedua tokoh tersebut, lalu tampuk
kepemimpinan Masjid Baitul Makmur secara berantai dipegang oleh para keturunan
Kiai Imam Fakih.
Ulama
Sekardangan Setelah Wafatnya Para Kiai Diatas
Adapun
beberapa ulama dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar setelah wafatnya para kiai
dan tokoh-tokoh di atas, bisa disebutkan disini antara lain:
1.
Kiai Ahmad Shobiri: ahli tasawuf “Kitab
Bidayatul Hidayah” karya Imam al-Ghozali serta kitab-kitab tasawuf lainnya.
2.
Kiai Ahmad Dasuqi: ahli aqaid lima puluh
(aqa’id khomsin), murid Kiai Muhammad
Sholeh Kuningan yang terkenal dengan “Kitab
Nata’ijul Afkar”-nya.
3.
Kiai Abbas Fakih: seorang kiai yang
terkenal sebagai ahli pengobatan terkena gangguan jin, salah satu murid Kiai
Dimyathi, Selopuro, Blitar. Adapun penerus pengobatan ini adalah Kiai Muhammad
Danisuryo, Jeding, Sanankulon, Blitar; Kiai Jaelani, Jengglong,Lodoyo, Blitar,
dan lainnya.
4.
Kiai Romli: seorang kiai yang terkenal
bisa mengobati dengan besi panas yang dia jilati dengan lidahnya. Beliau
mempunyai kegemaran ziarah ke makam-makam orang shalih dan makam-makam keramat.
5.
Kiai Imam Syadzali; penerus perjuangan
Kiai Imam Fakih dalam mengelola Pesantren Miftahul Huda Sekardangan.
6.
Kiai Ahmad Mahdi (Kiai Imam Mahdi):
seorang ulama yang berdakwah melalui dzikir Shalawat Dala’ilul Khairat dan
Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah. Beliau juga terkenal dengan kajian kitab
“Bulughul Maram” dan Tafsir al-Qur’an “Al-Ibriz” dan lain sebagainya.
7.
Kiai Nasruddin: seorang ulama yang
berdakwah melalui dzikir Shalawat Wahidiyyah dan Shalawat Dala’ilul Khairat
serta kajian-kajian kitab tasawuf, terutama Kitab Al-Hikam karya Ibnu Athoillah
as-Sakandari dan kitab-kitab karya Imam al-Ghazali.
8.
Kiai Zainuddin yang lebih dikenal dengan
“Mbah Kiai Sakri”: seorang ulama yang
terkenal dengan berbagai kitab tasawuf Imam al-Ghazali serta berbagai kitab
perdukunan seperti Kitab Khazinatul Asrar, karya Muhammad Haqqi an-Nazili dan
lain sebagainya. Beliau merupakan perintis “Jam’iyah
Tahlil dan Yasin” dan “Jam’iyah
Istighotsah” di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar.
9.
Kiai Muhammad Hamzah atau yang kadang
disebut “Kiai Tjokro” karena nama
aslinya adalah Muhammad Hamzah Tjokro Muji Harsono: seorang ulama yang ahli
kitab usul fikih fatwa-fatwanya sering digunakan oleh Kiai Marzuki Mustamar
Malang, Jawa Timur.
10.
Kiai Maulan: seorang ulama yang ahli
kitab-kitab fikih dan ahli ilmu hisab. Beliau juga ulama yang terkenal
“bersuara merdu” ketika melantunkan shalawat ISHARI.
11.
Kiai Mahrus Yunus: seorang ulama yang
terkenal dengan kajian kitab-kitab fikih lintas madzhab dan perintis “Jam’iyah Shalawat Nariyah” di dusun
Sekardangan, Kanigoro, Blitar.
12.
Kiai Muhtar Fauzi: seorang ulama yang
ahli hizib-hizib para Auliya’ seperti: Hizib Nasr, Hizib Bahri, Hizib Nawawi,
dan lainnya. Beliau juga ahli dalam bidang aqaid lima puluh dan kitab-kitab
tauhid lainnya.
13.
Kiai Muhammad Irjaz: seorang kiai yang biasa
menjadi khatib Jum’at di Masjid Baitul Makmur Sekardangan dan menguasai
berbagai kitab fikih, tajwid, tauhid, dan lain sebagainya.
14.
Dan kiai-kiai lain yang tidak bisa
disebutkan disini.
Pada
saat tulisan ini ditulis, ada banyak kiai yang saat ini berjuang menegakkan
agama Islam di dusun Sekardangan antara lain: Kiai Bahruddin, Kiai Muhammad
Munib, Kiai Tamzi, Kiai Nawadji Romli, Kiai Muhammad Tasrifin [imam Masjid
Baitul Makmur Sekardangan dan Pengasuh Pesantren Miftahul Huda Sekardangan],
Kiai Suwandi, Kiai Masrukin, Kiai Mashudi [imam Masjid Baitul Makmur
Sekardangan], Kiai Muhammad Shokeh [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan],
Kiai Kaprawi [imam shalat Trawih Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Kiai Abdul
Fattah [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Kiai Saik Saiful Hadi [imam
Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Gus Muhammad Yasin Fakih [yang terkenal
dengan “Jam’iyah Terong”-nya dan
ISHARI-nya] , Kiai Masykur [jalan tengah], dan kiai-kiai lain yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu disini.
Semoga
tulisan ini bermanfaat di dunia sekarang dan di akhirat kelak. Semoga tulisan
ini menjadi informasi, khususnya bagi warga dusun Sekardangan, Kanigoro,
Blitar, dan umumnya bagi pecinta sejarah para ulama dan kiai dimanapun berada. Semoga
Sekardangan melahirkan banyak ulama dan kiai yang bisa meneruskan perjuangan
para leluhurnya. Amin, amin, amin, ya Robbal Alamin. Terima kasih.
Tentang
Penulis
Arif Muzayin Shofwan
Jl. Masjid Baitul
Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09
selamat berjuang Mas Arif
BalasHapussaya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m
BalasHapusMaaf. Apa tidak ad info keturunan romo yai abu yamin kebawah?
BalasHapus