Sabtu, 04 Juli 2015

SEJARAH ULAMA DAN TOKOH AGUNG DI SEKARDANGAN, KANIGORO, BLITAR MASA LALU DAN MASA KINI



Oleh: Arif Muzayin Shofwan
Kiai Ageng Hasan Muhtar
Kiai Ageng Hasan Muhtar merupakan ulama abad 17 masehi yang pertama kali mendirikan tempat ibadah umat Islam di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Seorang tokoh yang akrab dipanggail “Mbah Hasan Muhtar” ini berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Tempat ibadah yang beliau dirikan ini dahulu dipakai untuk shalat Jum’at para warga pada masanya. Saat tulisan ini ditulis, pada tembok sebelah Barat pengimaman “langgar” yang didirikan oleh Kiai Ageng Hasan Muhtar masih ditemukan “Logo Kerajaan Mataram” yang sudah mulai keropos di makan usia. Kiai Ageng Hasan Muhtar dimakamkan di Pemakaman Umum desa Gaprang, Kanigoro, Blitar. Sebab pada masa itu Sekardangan memang belum memiliki pemakaman sendiri.
Sepeninggal Kiai Ageng Hasan Muhtar, maka kepemimpinan tempat ibadah umat Islam tersebut dipegang oleh menantunya yang bernama Kiai Ageng Abu Bakar. Beliau merupakan ulama yang juga berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Pada saat kepemimpinan Kiai Ageng Abu Bakar banyak sekali para santri yang menimba ilmu di “langgar” yang dia kelola tersebut. Bahkan pada masa itu, langgar (mushalla) yang beliau kelola juga digunakan untuk zikir para penganut Tharikah Naqsyabandiyah hingga generasi-generasi berikutnya. Kiai Ageng Abu Bakar wafat dan dimakamkan di Barat mushalla (langgar) tersebut yang merupakan “Makam Keluarga”. Banyak pula ulama yang dimakamkan disana termasuk Kiai Imam Ghozali (putra Kiai Ageng Abu Bakar), yang merupakan pendiri Masjid Al-Mubarok, Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Namun pada masa hidup Kiai Imam Ghozali, masjid tersebut masih berupa “langgar kecil” (mushalla kecil).
Kiai Ageng Abu Yamin
Diceritakan oleh Kiai Zainuddin yang menyatakan bahwa Kiai Ageng Abu Yamin merupakan santri pertama dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar yang berguru kepada Kiai Ageng Hasan Muhtar. Kiai Zainuddin menyatakan bahwa Kiai Ageng Abu Yaman berasal dari Gaprang, Kanigoro, Blitar. Beliau mempunyai saudara bernama Kiai Ageng Abu Yaman yang hijrah ke daerah Jember dan menjadi tokoh di sana. Dalam kehidupan pribadinya, Kiai Ageng Abu Yamin mempunyai dua putra dan satu putri yang kesemuanya menjadi ulama di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Ketiga putra-putri Kiai Ageng Abu Yamin adalah:
1.      Kiai Abdurrahman; merupakan pendiri “langgar” (mushalla) di dusun Sekardangan bagian Tengah di ujung paling Barat, dekat Pemakaman Desa Gaprang, Kanigoro, Blitar. Saat tulisan ini ditulis, langgar tersebut dipegang oleh Kiai Muhammad Munib, Kiai Bahruddin, dan lain-lain. Salah satu putra Kiai Abdurrahman yang bernama Kiai Abu Toyyib dan saudara-saudaranya juga mendirikan sebuah langgar (mushalla) berada di dusun Sekardangan bagian Tengah yang saat tulisan ini ditulis, dikelola oleh Kiai Haji Tamzi, seorang kiai yang juga memiliki keahlian sebagai “dukun manten” (dukun pengantin), Kiai Masykur, Kiai Sholeh dan lain-lainnya.
2.      Kiai Zainuddin; merupakan pendiri “langgar” (mushalla) di dusun Sekardangan bagian Tengah ujung paling Timur. Saat tulisan ini ditulis, langgar tersebut dipegang oleh Kiai Masrukin, Kiai Haji Suwandi, Kiai Muhammad Irfa’i (pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hisan Sekardangan), dan lain-lainnya.
3.      Nyai Siti Maryam; beliau adalah istri dari Kiai Ageng Barnawi yang merupakan ulama kedua pendiri mushalla (langgar) di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Dahulu langgar tersebut berada di tengah dusun Sekardangan persis, yang dulu ada “sumber air”-nya. Namun hingga saat ini, langgar yang dibangun Kiai Ageng Barnawi tersebut sudah tidak ada lagi bekasnya. Diceritakan bahwa bekas-bekas pondasi langgar Kiai Ageng Barnawi ini dulu dibongkar lalu dipakai untuk tambahan pondasi pembangunan Masjid Baitul Makmur Sekardangan, yang dirintis oleh Kiai Imam Fakih dan sahabat perjuangannya yang bernama Kiai Hasan Thohiran pada tahun 1903 masehi. Kedua ulama ini berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah.
Kiai Ageng Raden Tirto Sentono
Kiai Ageng Raden Tirto Sentono merupakan seorang tokoh dusun Sekardangan yang hidup pada abad 17 masehi bersamaan dengan Kiai Ageng Hasan Muhtar, Kiai Ageng Abu Yamin dan lain-lainnya. Beliau juga berasal dari Kerajaan Mataram Islam, Jawa Tengah. Beliau wafat dan dimakamkan di “Pemakaman Umum” dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Sementara istrinya dimakamkan di “Pemakaman Umum” desa Gaprang, Kanigoro, Blitar sebab pada masa wafatnya, dusun Sekardangan belum mempunyai pemakaman tersendiri untuk para warga yang meninggal dunia.
Pada saat tulisan ini ditulis, ada dzurriyyah (keturunan) Kiai Ageng Raden Tirto Sentono yang memiliki sebuah pondok pesantren. Bisa disebutkan disini bahwa Nyai Hajjah Mastiyah (istri Kiai Haji Mahrus Yunus) merupakan keturunan dari Kiai Ageng Raden Tirto Sentono yang mengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Bahkan hingga kini pesantren tersebut sudah memiliki lembaga SDI Sunan Pandanaran dan juga TK Sunan Pandanaran.
Kiai Ageng Sopuro & Kiai Ageng Bontani
Kiai Ageng Sopuro dan Kiai Ageng Bontani merupakan tokoh yang hidup semasa dengan Kiai Raden Tirto Sentono yakni pada abad 17 masehi. Diceritakan oleh Kiai Zainuddin bahwa pada zaman dahulu Kiai Ageng Sopuro merupakan orang yang sangat gemar melakukan dzikir. Adapun dzikir yang biasa diistiqomahkan oleh Kiai Ageng Sopuro adalah “huk-huk-huk-huk”. Sebuah dzikir yang lazim digunakan orang-orang dahulu. “Huk-Huk-Huk” berasal dari kata “Huwa-Huwa-Huwa” yang artinya “Dia Tuhan Yang Esa, Dia Tuhan Yang Esa, Dia Tuhan Yang Esa”. Pada zaman dahulu, dzikir semacam ini biasa diamalkan oleh penganut thariqah seperti: Naqsyabandiyah, Sathoriyah, Akmaliyah, dan lain sebagainya.
Kedua tokoh ini (yakni Kiai Ageng Sopuro dan Kiai Ageng Bontani) dimakamkan di belakang Masjid Baitul Makmur Sekardangan, Kanigoro, Blitar, dan merupakan “makam tertua” di antara makam-makam yang berada di belakang masjid tersebut. Banyak yang menceritakan bahwa sebelum Masjid Baitul Makmur Sekardangan didirikan, di Barat masjid tersebut sebenarnya merupakan sebuah pemakaman lama yang sudah tidak terawat. Bahkan ketika para warga Sekardangan mengambil tanah di pojok pesantren bagian Barat [yang sekarang berdiri megah tersebut] untuk “mengurug pondasi masjid”, banyak ditemukan kerangka-kerangaka dan temgkorak kepala manusia di dalam “blandongan pring” (gerombolan akar bambu). Begitu juga ketika Kiai Haji Imam Mahdi bersama para santri membuat “pagar makam Barat masjid” tersebut juga menemukan tengkorak kepala manusia. Banyak yang menceritakan bahwa makam-makam kuno tersebut luasnya hingga ke Barat sampai tanah pekarangan Kiai Muhammad Shokeh (salah satu kiai yang menjadi imam di Masjid Baitul Makmur Sekardangan). Doa saya, semoga arwah mereka mendapat tempat yang layak disisi Allah swt dan segala kesalahan dan dosanya diampuni oleh Allah. Aamiin.
Kiai Imam Fakih & Kiai Hasan Thohiran
Kiai Imam Fakih adalah seorang ulama yang berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah. Begitu juga Kiai Hasan Thohiran juga berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah. Kiai Hasan Thohiran merupakan keponakan Kiai Imam Fakih tersebut. Pada tahun 1900 masehi, Kiai Imam Fakih dibantu oleh keponakannya  bernama Kiai Hasan Thohiran tersebut berhasil mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama “Pondok Pesantren Miftahul Huda” berada di dusun Sekardangan ujung Selatan, pojok Timur. Setelah berhasil mendirikan pesantren tersebut, maka pada tahun 1903 masehi, Kiai Imam Fakih dibantu Kiai Hasan Thohiran dan warga sekitar berhasi mendirikan masjid yang juga diberi nama “Masjid Miftahul Huda”. Pembangunan masjid ini didanai dari hasil penjualan tanah pekarangan milik Kiai Imam Fakih yang dipakai untuk jalan kereta api pengangkut tebu oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya dengan berjalannya waktu, maka pada tahun 1984 nama masjid tersebut dirubah menjadi “Masjid Baitul Makmur”. Hingga tulisan ini ditulis, di lingkungan Masjid Baitul Makmur tersebut telah berdiri MI Miftahul Huda Papungan 01, TK Al-Hidayah Papungan 01, PAUD Insan Kamil, dan lembaga keagamaan lainnya. Kiai Imam Fakih meninggal dunia dan jasadnya di makamkan di belakang Masjid Baitul Makmur Sekardangan. Sementara Kiai Hasan Thohiran yang merupakan keponakan dan kawan seperjuangannya, dimakamkan di “Pemakaman Umum” dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar. Setelah wafatnya kedua tokoh tersebut, lalu tampuk kepemimpinan Masjid Baitul Makmur secara berantai dipegang oleh para keturunan Kiai Imam Fakih.
Ulama Sekardangan Setelah Wafatnya Para Kiai Diatas
Adapun beberapa ulama dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar setelah wafatnya para kiai dan tokoh-tokoh di atas, bisa disebutkan disini antara lain:
1.      Kiai Ahmad Shobiri: ahli tasawuf “Kitab Bidayatul Hidayah” karya Imam al-Ghozali serta kitab-kitab tasawuf lainnya.
2.      Kiai Ahmad Dasuqi: ahli aqaid lima puluh (aqa’id khomsin), murid Kiai Muhammad Sholeh Kuningan yang terkenal dengan “Kitab Nata’ijul Afkar”-nya.
3.      Kiai Abbas Fakih: seorang kiai yang terkenal sebagai ahli pengobatan terkena gangguan jin, salah satu murid Kiai Dimyathi, Selopuro, Blitar. Adapun penerus pengobatan ini adalah Kiai Muhammad Danisuryo, Jeding, Sanankulon, Blitar; Kiai Jaelani, Jengglong,Lodoyo, Blitar, dan lainnya.
4.      Kiai Romli: seorang kiai yang terkenal bisa mengobati dengan besi panas yang dia jilati dengan lidahnya. Beliau mempunyai kegemaran ziarah ke makam-makam orang shalih dan makam-makam keramat.
5.      Kiai Imam Syadzali; penerus perjuangan Kiai Imam Fakih dalam mengelola Pesantren Miftahul Huda Sekardangan.
6.      Kiai Ahmad Mahdi (Kiai Imam Mahdi): seorang ulama yang berdakwah melalui dzikir Shalawat Dala’ilul Khairat dan Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah. Beliau juga terkenal dengan kajian kitab “Bulughul Maram” dan Tafsir al-Qur’an “Al-Ibriz” dan lain sebagainya.
7.      Kiai Nasruddin: seorang ulama yang berdakwah melalui dzikir Shalawat Wahidiyyah dan Shalawat Dala’ilul Khairat serta kajian-kajian kitab tasawuf, terutama Kitab Al-Hikam karya Ibnu Athoillah as-Sakandari dan kitab-kitab karya Imam al-Ghazali.
8.      Kiai Zainuddin yang lebih dikenal dengan “Mbah Kiai Sakri”: seorang ulama yang terkenal dengan berbagai kitab tasawuf Imam al-Ghazali serta berbagai kitab perdukunan seperti Kitab Khazinatul Asrar, karya Muhammad Haqqi an-Nazili dan lain sebagainya. Beliau merupakan perintis “Jam’iyah Tahlil dan Yasin” dan “Jam’iyah Istighotsah” di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar.
9.      Kiai Muhammad Hamzah atau yang kadang disebut “Kiai Tjokro” karena nama aslinya adalah Muhammad Hamzah Tjokro Muji Harsono: seorang ulama yang ahli kitab usul fikih fatwa-fatwanya sering digunakan oleh Kiai Marzuki Mustamar Malang, Jawa Timur.
10.  Kiai Maulan: seorang ulama yang ahli kitab-kitab fikih dan ahli ilmu hisab. Beliau juga ulama yang terkenal “bersuara merdu” ketika melantunkan shalawat ISHARI.
11.  Kiai Mahrus Yunus: seorang ulama yang terkenal dengan kajian kitab-kitab fikih lintas madzhab dan perintis “Jam’iyah Shalawat Nariyah” di dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar.
12.  Kiai Muhtar Fauzi: seorang ulama yang ahli hizib-hizib para Auliya’ seperti: Hizib Nasr, Hizib Bahri, Hizib Nawawi, dan lainnya. Beliau juga ahli dalam bidang aqaid lima puluh dan kitab-kitab tauhid lainnya.
13.  Kiai Muhammad Irjaz: seorang kiai yang biasa menjadi khatib Jum’at di Masjid Baitul Makmur Sekardangan dan menguasai berbagai kitab fikih, tajwid, tauhid, dan lain sebagainya.
14.  Dan kiai-kiai lain yang tidak bisa disebutkan disini.
Pada saat tulisan ini ditulis, ada banyak kiai yang saat ini berjuang menegakkan agama Islam di dusun Sekardangan antara lain: Kiai Bahruddin, Kiai Muhammad Munib, Kiai Tamzi, Kiai Nawadji Romli, Kiai Muhammad Tasrifin [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan dan Pengasuh Pesantren Miftahul Huda Sekardangan], Kiai Suwandi, Kiai Masrukin, Kiai Mashudi [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Kiai Muhammad Shokeh [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Kiai Kaprawi [imam shalat Trawih Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Kiai Abdul Fattah [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Kiai Saik Saiful Hadi [imam Masjid Baitul Makmur Sekardangan], Gus Muhammad Yasin Fakih [yang terkenal dengan “Jam’iyah Terong”-nya dan ISHARI-nya] , Kiai Masykur [jalan tengah], dan kiai-kiai lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu disini.
Semoga tulisan ini bermanfaat di dunia sekarang dan di akhirat kelak. Semoga tulisan ini menjadi informasi, khususnya bagi warga dusun Sekardangan, Kanigoro, Blitar, dan umumnya bagi pecinta sejarah para ulama dan kiai dimanapun berada. Semoga Sekardangan melahirkan banyak ulama dan kiai yang bisa meneruskan perjuangan para leluhurnya. Amin, amin, amin, ya Robbal Alamin. Terima kasih.
Tentang Penulis
Arif Muzayin Shofwan
Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09
Papungan Kanigoro Blitar. Kode Pos 66171.
Langgar Kiai Ageng Hasan Muhtar dan Kiai Ageng Abu Bakar
 
Serambi Masjid Baitul Makmur Sekardangan

3 komentar:

  1. saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m

    BalasHapus
  2. Maaf. Apa tidak ad info keturunan romo yai abu yamin kebawah?

    BalasHapus