Kamis, 18 Agustus 2016

SEKELUMIT KISAH PETILASAN JATI KURUNG KANIGORO, MAKAM SENTONO BANGGLE, KUBUR DOWO TLOGO, HINGGA DUSUN SEKARDANGAN-BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Istilah “Makam Sentono” diartikan sebagai makam keluarga istana/kraton. Di daerah Blitar, terdapat beberapa makam yang disebut sebagai “Makam Sentono” atau makam keluarga istana/kraton. Biasanya, di mana ada makam yang disebut “Makam Sentana”, maka di tempat tersebut dulunya ada sebuah pemerintahan setingkat kabupaten (yang dipimpin oleh bupati) atau kadipaten (yang dipimpin oleh adipati). Misalnya, makam Sentono Boto Putih Surabaya, Makam Sentono Bathoro Kathong Ponorogo, Makam Sentono Gedong Kediri, Makam Sentono Pangeran Sumendi Jetis-Ponorogo, dan lain sebagainya. Adapun makam yang disebut sebagai “Makam Sentono” di kabupaten Blitar, di antaranya:
Pertama, Makam Sentono Lodoyo Blitar: merupakan tempat pemakaman para keluarga istana/kraton pada masa pemerintahan kadipaten Lodoyo, Blitar. Ada beberapa keluarga kraton/istana yang dimakamkan ditempat tersebut, di antaranya: (1) Habib Al-Kamal/ Ki Ageng Imam Sampurno yang merupakan penasehat kerajaan Surakarta; (2) Prabu Joko/ Pangeran Prabu yang merupakan putra Kraton Surokarto sekaligus pembawa Gong Kyai Pradah; (3) Ki Ageng Ronggo Lodoyo/ Kiai Muhammad Badri seorang wedono Lodoyo; (4) Raden Sutojoyo/ Ki Ageng Sutojoyo yang merupakan cikal bakal desa Sutojayan, Lodoyo; (5) Dzurriyah/putra wayah Sultan Abdul Hamid/Pangeran Diponegoro; (6) Keturunan Sunan Tembayat Klaten-Jawa Tengah, di antaranya; Kyai Ragil Siddiq, Mbah Boinem dan lain sebagainya.
Kedua, Makam Sentono Banggle, Kanigoro, Blitar. Makam Sentono Banggle ini diyakini sebagai peninggalan pada saat Kanigoro masih menjadi sebuah kadipaten yang dipimpin oleh Ki Kebo Kanigoro (Kyai Purwoto Siddiq Banyubiru/ Kyai Siddiq Urip). Adapun petilasan rumah (kadipaten Kanigoro masa lampau) yang dulu ditempati Ki Kebo Kanigoro, Nyai Kardinah (Nyi Gadhung Melati) istrinya, Rara Tenggok (Rara Sekar Rinonce/ Rara Sari Onche) hingga kini sering disebut “Petilasan Jati Kurung” Kanigoro. Disebut demikian, sebab dahulu ada Pohon Jati yang dulu dikurung pagar berada di sebelah Timur POM Bensin Kanigoro, jarak 150 meteran, bagian Utara jalan. Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru atau Kiai Siddiq Urip) inilah yang menjadi peletak dasar berdirinya Kadipaten Kanigoro di era Kerajaan Islam Pajang-Mataram.
Dahulu, Pohon Jati itu ditanam ditempat tersebut berfungsi sebagai monumen peringatan bahwa di tempat tersebut pernah menjadi petilasan rumah Ki Kebo Kanigoro dan keluarganya. Tentu saja, pohon Jati itu ditanam oleh orang-orang generasi setelahnya yang berfungsi sebagai “tetenger” untuk mengenang tokoh yang cikal bakal pendiri Kadipaten Kanigoro yang kekuasaannya berhubungan erat dengan Kerajaan Islam Pajang. Karena Kerajaan Islam Pajang tak bertahan lama (yakni hanya satu raja yang berkuasa, adalah Joko Tingkir), maka kelanjutan sejarah kisahnya tidak bisa eksis seperti kadipaten-kadipaten lainnya era Zaman Kerajaan Mataram yang memang kekuasaannya bertahan cukup lama.
Selanjutnya, ada beberapa makam kuno/lama yang berada di “Makam Sentono” Banggle, Kanigoro, Blitar. Dari beberapa wawancara yang saya lakukan, di makam tersebut disemayamkan Raden Aryo Sentono, yakni seorang tokoh yang diyakini keturunan dari keluarga Kadipaten Kanigoro masa lampau. Ada lagi sebuah makam yang disebut “Makam Mbah Buddho”, yakni sebuah makam yang konon banyak digunakan sebagai ritual menarik jimat-jimat kuno, seperti: batu akik, cacing kanil, wesi kuning, semar mesem, dan semacamnya. Selanjutnya, ada pula beberapa makam kiai beserta keluarganya dan warga sekitar yang dimakamkan di areal makam Sentono tersebut. Bisa disebutkan salah satu kiai ahli zikir pecinta tasawuf Imam Al-Ghozali yang dimakamkan di areal Makam Sentono Banggle, yaitu: Kyai Muhyiddin As-Shoffari dan beberapa kerabat serta kyai-kyai lainnya.
Kembali lagi ke kisah Ki Kebo Kanigoro, sang peletak dasar berdirinya Kadipaten Kanigoro, Blitar. Ki Kebo Kanigoro (Kyai Siddiq Banyubiru) merupakan saudara Ki Kebo Kenongo/ Ki Ageng Pengging II (ayah Joko Tingkir, sang pendiri Kerajaan Islam Pajang). Beliau merupakan cucu Raja Brawijaya V dari putrinya yang bernama Ratu Pambayun (istri Adipati Handayaningrat). Dalam beberapa literatur, saudara Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru) di antaranya: (1) Ki Kebo Kenongo;(2) Ki Kebo Amiluhur; (3) Ki Kebo Sulastri; (4) Raden Ayu Retno Pandang Kuning; dan (5) Raden Ayu Retno Pandang Sari. Apabila silsilah nasab Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru) dari pihak ibu masih bersambung dengan Raja Majapahit, maka dari pihak ayah masih bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. Berikut silsilah Ki Kebo Kanigoro dari pihak ayah:
Nabi Muhammad SAW Sayyidah Fathimah Az-Zahra Al-Imam Sayyidina Hussain Al-Imam Ali Zainal Abidin Al-Imam Muhammad Al-Baqir Al-Imam Ja’far As-Sodiq Al-Imam Ali Uradhi . Al-Imam Muhammad An-Naqib . Al-Imam Isa Naqib Ar-Rumi Al-Imam Ahmad al-Muhajir Al-Imam Ubaidillah Al-Imam Alawi Awwal Al-Imam Muhammad Sohibus Saumi’ah Al-Imam Alawi Ats-Tsani Al-Imam Sayyid Ali Kholi’ Qosim Al-Imam Muhammad Sohib Mirbath Al-Imam Alawi Ammil Faqih Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan Sayyid Abdullah Azmatkhan As-Sayyid Ahmad Shah Jalal As-Sayyid Asy-Syaikh Jumadil Kubro al-Husaini Syarif Muhammad Kebungsuan (Adipati Handayaningrat/ Ki Ageng Pengging Sepuh)  Ki Kebo Kanigoro (Kiai Siddiq Urip/ Kiai Buyut Banyubiru).
Berdasarkan kedua silsilah nasab tersebut, dapat dipahami bahwa Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru/ Kyai Siddiq) memiliki darah Jawa-Arab atau Arab-Jawa. Darah Jawa, Ki Kebo Kanigoro mewarisi darah Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir) melalui putrinya Ratu Ayu Pambayun. Sementara dari darah Arab, Ki Kebo Kanigoro mewarisi darah Sayyid Jumadil Kubro/ Syarif Muhammad Kabungsuan/ Adipati Handayaningrat.
Konon, Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru/ Kyai Siddiq) inilah yang dahulu mengarahkan Joko Tingkir untuk mendirikan sebuah kerajaan Islam Pajang. Selain itu, Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru) juga dianggap sebagai guru spiritual Joko Tingkir (Sayyid Abdurrahman).
Oleh karena runtuhnya Kerajaan Islam Pajang (akibat rentetan politik Kerajaan Demak, Pajang, hingga Mataram) menyebabkan Ki Kebo Kanigoro kembali ke dusun Sarehan, desa Jatingarang, kecamatan Weru, kabupaten Sukoharjo hingga wafat. Ada banyak petilasan Ki Kebo Kanigoro dalam pengembaraan tersebut. Konon dusun Sekardangan yang letaknya sekitar tiga kilometer dari Kadipaten Kanigoro merupakan tempat terakhir Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru/ Kyai Siddiq) ketika melakukan perjalanan kembali ke Sukoharjo-Jawa Tengah (para sesepuh Sekardangan sering menyebutnya “kembali ke Solo”).
Bahkan ketika Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru) kembali ke Sukoharjo, istri dan anaknya yakni: Nyai Kardinah (Nyi Gadhung Melati) dan Rara Tenggok (Rara Sekar Rinonce [sesepuh Sekardangan menyebutnya Rara Sari Onche]) masih tetap berada di dusun Sekardangan. Hingga dua tokoh ini akhirnya, melahirkan sejarah dusun yang disebut “Dusun Sekardangan”, yakni sebuah dusun yang sangat asri, sejuk, dan hening; dilingkupi/ dibatasi/ dilingkari oleh sungai-sungai yang jernih sehingga nyaman untuk semedi (meditasi; tafakkur; bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa); dan lain sebagainya.
Setelah menandai berdirinya dusun Sekardangan, akhirnya pada tahun 1621 kedua tokoh perempuan tersebut (yakni; Nyai Kardinah/ Nyi Gadhung Melati dan Rara Sekar Rinonce/ Rara Tenggok) kembali menyusul Ki Kebo Kanigoro (Kyai Buyut Banyubiru) yang sudah lebih dulu kembali ke Sukoharjo-Jawa Tengah. Setelah kedua tokoh tersebut wafat, jasadnya dimakamkan di dusun Sarehan, desa Jatingarang, kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo-Jawa Tengah. Yakni, tempat di mana jasad Kyai Buyut Banyubiru (Ki Kebo Kanigoro) dimakamkan.
Kata Kiai Zainuddin Dasuqi: “... mbahe wedok ndisik mulih ning Jawa Tengah karo anake wedok bar lungo soko Malang kono critane...Mbuh critane wong-wong ndisik ngono kuwi....” Kata Mbah Bayan Mayar: “...lek bapakku ndisik (Mbah Markalam; pen) lan wong tuwek-tuwek ndisik, kuwi critane mbahe wedok ndisik mbalik maneh karo anake wedok ning Solo... Yen critane wong-wong tuwek ndisik, anake mbah wedok sing jenenge Sari Once (Rara Sekar Rinonce/ Rara Tenggok; pen) kuwi kereng lan disiplin....”. Kata Mbah Gunawan: “.... Kanigoro kuwi jenenge uwong.... ndisik critane Mbah Kanigoro (Ki Kebo kanigoro; pen) kuwi yo tau manggon ning petilasan Sekardangan kidul kono kae... Makane sing tau ning kono iku ora mung wong siji-loro thok...” Kata Mbah Gatot menguatkan: “.... Enenge Kecamatan Kanigoro kuwi yo didekne karo Adipati Ki Kebo Kanigoro Gus... Jaman kerajaan Pajang-Mataram... Joko Tingkir kae lho... Makame keluargane ndisik yo ning Makam Sentono Banggle kono kae Gus... Makam Sentono Banggle kae peninggalan jaman kerajaan Islam Demak-Pajang-Mataram... Ngono lho....” Begitulah sekelumit wawancara dari beberapa sesepuh.
Berdasarkan uraian di atas, maka tak heran bila banyak dusun di sekitar wilayah kecamatan Kanigoro-Blitar dan sekitarnya diresmikan oleh tiga tokoh tersebut, yakni Ki Kebo Kanigoro, Nyai Gadhung Melati (Nyai Kardinah), dan Rara Sekar Rinonce (Rara Sari Onche/ Rara Tenggok). Desa Gogodeso yang ada di kecamatan Kanigoro misalnya sering dinisbatkan bahwa yang cikal-bakal dusun tersebut adalah Mbok Rara Sari Onche (Rara Sekar Rinonce/ Rara Tenggok). Desa Kuningan, selain cikal-bakalnya dinisbatkan pada Ki Ageng Kuning dan Mbok Rondo Kuning, juga dinisbatkan kepada Nyai Gadhung Melati (Nyai Kardinah) sebagai orang yang meresmikan desa tersebut. Desa Centong misalnya, selain Mbok Sri Penganti (yang makamnya berada di dalam areal makam umum desa Centong), maka Nyai Gadhung Melati oleh para sesepuh juga sering disebut-sebut tokoh yang meresmikan keberadaan desa tersebut.
Selain itu, ada banyak lagi tempat persinggahan Nyai Gadhung Melati dan Rara Sekar Rinonce (Rara Tenggok) dalam berbagai perjalanannya hingga oleh masyarakat tempat singgah tersebut diabadikan sebagai “Monumen Petilasan” yang kadang pula lazim dijadikan sebagai “Sadranan” warga desa. Di daerah Maliran-Ponggok-Blitar juga ada petilasan singgah Nyai Gadhung Melati dan Rara Sekar Rinonce yang dibangun mirip makam. Di utara pasar Kademangan, juga terdapat petilasan Nyai Gadhung Melati dan Rara Tenggok (Rara Sekar Rinonce) yang berada dekat musholla. Di daerah Dayu-Ponggok-Blitar, juga terdapat perilasan Nyai Gadhung Melati dan Rara Sekar Rinonce yang sudah menjadi perumahan warga desa. Di desa Delonje-Talun, juga terdapat petilasan Nyai Gadhung Melati yang berada di tengah persawahan penduduk. Di daerah Genjong-Wlingi juga terdapat petilasan Nyai Gadhung Melati dan Rara Tenggok (Rara Sekar Rinonce).
Di daerah Selokajang-Srengat-Blitar, juga ada petilasan Nyai Gadhung Melati dan Rara Sekar Rinonce (Rara Tenggok) tepat di utara Sumber Kucur-Selokajang. Di Selokajang-Srengat-Blitar ini, yang sering disebut cikal bakal desa ada empat orang, yaitu: (1) Nyai Gadhung Melati; (2) Mbah Sampir; (3) Mbah Kyai Abu Hanifah; (4) Mbah Kyai Hasan Ali yang konon kadang disebut Ki Ageng Selo. Begitu pula, di Batu-Malang juga ada petilasan Nyai Gadhung Melati dan Eyang Singo. Jadi, memang perlu kajian lagi yang lebih mendalam siapakah tokoh Nyai Gadhung Melati dan Rara Sekar Rinonce (Rara Tenggok/ Rara Sari Onche) yang sering disebut-sebut sebagai cikal-bakal desa dan dusun yang banyak tersebar di wilayah kecamatan Kanigoro hingga kabupaten Blitar.
Kembali ke kisah Makam Sentono Banggle. Konon pula, pada masa-masa Kerajaan Mataram (yakni setelah masa Kerajaan Islam Pajang berakhir pada tahun 1586 masehi), terlebih pada masa abad ke-17, sisa-sisa keturunan tokoh yang berada di “Makam Sentono Banggle” banyak yang berhubungan dekat dengan tokoh-tokoh yang dimakamkan dalam areal “Makam Kubur Dowo” Tlogo, Kanigoro, Blitar, yang kebanyakan berasal dari Mataram-Jawa Tengah. Konon, kubur dowo di Tlogo yang panjangnya kurang lebih lima meter tersebut bukan berisi jasad manusia. Akan tetapi berisi jimat-jimat pada masa Kerajaan Mataram yang dibawa tokoh-tokoh abad ke-17-an. Di antara yang ditanam/dikubur di dalam kubur dowo tersebut adalah: tombak, keris, cacing kanil, wesi kuning, dan berbagai macam azimat. Beberapa tokoh Islam yang dikubur dalam areal “Makam Kubur Dowo Tlogo”, di antaranya: Mbah Kyai Reso Wijoyo, Mbah Kyai Ponco Wijoyo, Mbah Kyai Haji Abu Bakar (ulama pertama desa Tlogo), Mbah Kyai Baghowi, Mbah Kyai Sibaweh (murid Kyai Muhammad Sholeh Kuningan), Mbah Kyai Mujab Masyhud (ahli azimat), Mbah Kyai Mahfud dan lain sebagainya.
          Semoga sekelumit kisah tutur tinular wawancara dari para sesepuh ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga tulisan ini bisa menyambung tali silaturrahim bagi kita semua. Amin. Akhirnya, saya patut berterima kasih kepada para sesepuh diantaranya; Mbah Kiai Zainuddin Dasuki, Mbah Bayan Mayar, Mbah Gatot, Mbah Malik, Mbah Sangidu, Mbah Jawoko, Mbah Jazuli, Mbah Gunawan, Mbah Agung, Mbah Tsabit, Mbah Yahdi dan beberapa tokoh lain yang bisa saya ajak bicara; yang bisa saya dapatkan informasinya mengenai petilasan-petilasan dan sejarah-sejarah seputar dusun Sekardangan hingga kecamatan Kanigoro dan kabupaten Blitar. Mohon maaf bila tulisan penelitian ini ada yang kurang tepat. Terima kasih. Penulis: Arif Muzayin Shofwan. Alamat: Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09, Papungan, Kanigoro, Blitar. Kode Pos 66171. HP. 085649706399.
Petilasan Jatikurung yang merupakan tanda petilasan Ki Kebo Kanigoro, Nyai Gadhung Melati (Nyai Kardinah), Rara Tenggok (Rara Sekar Rinonce/ Rara Sari Onche) di Kanigoro-Blitar.

 
Salah satu Situs "Makam Sentono Banggle" yang sering dianggap peninggalan Ki Kebo Kanigoro, Nyai Gadhung Melati, dan Rara Sekar Rinonce, berjarak 1,5 KM ke Utara dari Petilasan Jatikurung Kanigoro-Blitar.

2 komentar:

  1. saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m

    BalasHapus
  2. Al hamdullillah TRIms

    BalasHapus