Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
"Tulislah apapun yang bisa anda tulis, siapa tahu bermanfaat"
(Anonim)
"Tulislah apapun yang bisa anda tulis, siapa tahu bermanfaat"
(Anonim)
Pada
waktu senggang, saya sering diajak Mbah Jawoko napak tilas menelusuri berbagai
macam cikal-bakal desa maupun dusun di seputar kabupaten Blitar. Bukan hanya
Mbah Jawoko saja yang sering mengajak saya napak tilas cikal-bakal desa dan
dusun di Blitar. Bisa disebutkan di sini beberapa sesepuh yang sering mengajak
saya napak tilas, di antaranya: Mbah Jadug, Mbah Agung, Mbah Kambali, Mbah
Gatot, Mbah Gelung, dan lain sebagainya. Namun, kali ini saya ingin
menceritakan penelusuran saya bersama Mbah Jawoko ke Makam Cikal Bakal Desa
Plosorejo, kecamatan Kademangan, kabupaten Blitar. Sebenarnya, saya sudah
beberapa kali diajak Mbah Jawoko ke Makam Cikal Bakal Desa Plosorejo tersebut.
Saya beberapa kali bertemu dengan para sesepuh desa tersebut, di antaranya:
Mbah Tomo (juru kunci makam cikal bakal desa Plosorejo), Pak Lurah Bejananto,
dan lain sebagainya.
Pernah pada malam hari pada tahun
2015, ketika desa Plosorejo mau mengadakan “Kirab Tumpeng Guyub Rukun” dan kirab pusaka, saya berada di makam
cikal bakal tersebut bersama Mbah Jawoko dan para sesepuh lainnya. Malam itu,
oleh para tokoh di desa tersebut, saya sempat diberi amanah untuk mencari
silsilah para sesepuh cikal bakal desa Plosorejo. Adapun para sesepuh dusun
tersebut di antaranya: (1) Kyai Raden
Gunondiko; (2) Kyai Raden Conomo, yakni adiknya Kyai Raden Gunondiko; (3) Kyai Raden Wonosuro dan
(4) Kyai Raden Marsidiq (Kyai Raden Singoyudho). Selanjutnya,
berada di utara makam cikal bakal desa Plosorejo kurang lebih 200 meter
terdapat makam Nyai Rara Suwarsih
(seorang ledek/ penari pada zaman itu).
Kata Mbah Jawoko bahwa seorang “ledek”
atau “penari” pada jaman dahulu sering digunakan oleh para sesepuh Jawa sebagai
media untuk menetralkan tempat yang angker atau wingit. Prosesnya adalah
apabila ada tempat yang angker atau wingit, sesepuh tokoh spiritual Jawa mengadakan
doa, japa mantra dan menyediakan berbagai macam sesaji, lalu seorang “ledek”
atau “penari” menari-nari di tempat yang angker atau wingit tersebut. Konon
dengan upacara yang demikian itu, para makhluk penghuni tempat yang angker dan
wingit tersebut tidak akan mengganggu warga masyarakat yang akan bertempat
tinggal di tempat tersebut.
Kembali mengenai amanah para tokoh
desa Plosorejo kepada saya untuk menelusuri keberadaan silsilah para
cikal-bakal di desa tersebut. Saya beberapa kali menelusuri keberadaan silsilah
cikal bakal desa Plosorejo dan menemukan informasi bahwa konon para sesepuh
seperti Kyai Raden Gunondiko, Kyai Raden Conomo, Kyai Raden Wonosuro dan Kyai Raden Marsidiq (Kyai Raden Singoyudho) memiliki hubungan nasab ke atas hingga Raden Bathoro Kathong (Sunan Kathong)
Ponorogo, yakni salah satu murid Sunan
Ampel Denta Surabaya. Konon yang pernah menarik silsilah cikal bakal desa
Plosorejo adalah Mbah Subakir,
seorang mantri yang bertempat tinggal di sebelah Barat pasar Kademangan,
Blitar. Beberapa anak Mbah Subakir seperti, Bapak Agung, Bapak Bowo, dan lain
sebagainya konon juga pernah mendapatkan silsilah tersebut pada saat reoni
keluarga. Sayang beribu sayang ketika
kedua orang itu saya datangi, ternyata mereka sudah tidak menyimpan silsilah
itu lagi.
Ada
lagi yang menyatakan bahwa Kyai Raden Gunondiko, Kyai Raden Conomo, Kyai Raden Wonosuro dan
Kyai Raden Marsidiq (Kyai Raden Singoyudho) memiliki hubungan
nasab ke atas hingga Sunan Tembayat,
Klaten, Jawa Tengah. Tentu saja hal ini bisa pula memperkuat silsilah di atas,
sebab Sunan Tembayat sendiri merupakan menantu dari Bhatoro Katong (Sunan
Katong) Ponorogo. Yakni, Sunan Tembayat menikahi
Nyai Kaliwungu Binti Bhatoro Kathong
Ponorogo. Dengan demikian, ketiga cikal-bakal desa Plosorejo tersebut
merupakan keturunan Bhatoro Kathong
(Sunan Kathong) Ponorogo dan Sunan
Tembayat, Klaten, Jawa Tengah. Entah keturunan ke berapa, yang hingga saat
ini masih menjadi tanda tanya. Sebab silsilah yang pernah disusun Mbah Subakir seorang
mantri di Kademangan juga sudah tidak ada lagi.
Diceritakan
bahwa ketiga tokoh cikal bakal desa Plosorejo, yakni Kyai Raden Gunondiko, Kyai
Raden Conomo, dan Kyai Raden Marsidiq (Kyai Singoyudho) hidup
sekitar tahun 1704-1719 masehi pada saat Lodoyo dipimpin oleh Pangeran Prabu.
Dikisahkan pula bahwa desa tersebut dinamakan desa “Plosorejo” sebab pada masa ketiga tokoh tersebut banyak ditemukan “Pohon Ploso” di tempat mereka mbabat
desa. Oleh karena banyak Pohon Ploso, maka desa tersebut dinamakan desa “Plosorejo.” Saat saya berkunjung ke
makam cikal bakal desa Plosorejo tersebut, tampak di depan pintu masuk makam
terdapat Pohon Ploso. Mbah Jawoko menunjukkan, “Iku lho Gus, Wit Ploso. Makane kene dijenengne deso Plosorejo.”
(Itu lho Gus, Pohon Ploso. Makanya desa ini diberi nama desa Plosorejo). Dalam penelusuran saya, beberapa sesepuh menyatakan bahwa tokoh-tokoh tersebut hidup berdasarkan CONDRO SENGKOLO berikut: (1) "PUSPO HANDALU SUMADYO WINARPO", artinya tahun 1829 Saka; (2) "SEKAR KANTIL MIJIL HAMENGKU BUMI", artinya tahun 1829 Saka; dan (3) "SUMEBAR AMBABAR TRAH NAGARI", artinya tahun 1799 Saka. Maka, bila ingin membudayakan tradisi Jawa, sengkalan ini bisa dituliskan pada areal makam cikal-bakal desa Plosorejo di atas.
Beberapa
yang harus dicatat dalam tulisan ini bahwa kepala desa Plosorejo, kecamatan
Kademangan, kabupaten Blitar berturut-turut hingga saat ini, di antaranya: (1)
Kyai Raden Gunondiko, konon setelah dia wafat digantikan adiknya yang bernama
Kyai Raden Conomo; (2) Mbah Mango; (3) Mbah Bronto; (4) Mbah Mujaer; (5) Mbah
Parto; (6) Mbah Atmo Redjo Bungkik; (7) Mbah Daman; (8) Mbah Sutoyo; (9) Bapak
H. Sumari, HS; (10) Bapak Mulyani; dan (11) Bapak Drs. Bejananto, yakni mulai
tahun 2013 hingga sekarang kisah ini ditulis. Akhir kata, semoga desa Plosorejo
menjadi desa yang aman, tentram, damai sepanjang masa yang tiada tertandingi.
Sluman, slumun, slamet. Slameto lek ngemongi
jiwo rogo.
Mbah Jawoko sedang nyekar di Makam Cikal Bakal Plosorejo, Kademangan, Blitar |
Beberapa kuburan di Areal Makam Cikal Bakal Desa Plosorejo |
Ucapan Selamat di Makam Cikal Bakal Desa Plosoarang |
Inilah "Pohon Ploso" sebagai sumber inspirasi nama desa "Plosorejo" |
Makam Mbah Kyai Raden Marsidiq (Mbah Kyai Singoyudho) |
Patung Singa sebagai Simbol Pada Zaman Singo Lodoyo Blitar Selatan |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang yang biasa disebut "Raden Bagus Sadranan" atau "Raden Bagus Dhanyangan" atau "Raden Bagus Sambang Kuburan" atau "Raden Bagus Pasarean" atau "Mbah Jalaluddin Akbar" atau "Raden Bagus Orong-Orong Gong" ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul
Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Dia
merupakan salah satu peneliti petilasan-petilasan dan makam-makam para tokoh
cikal bakal desa maupun dusun di Blitar dan sekitarnya. Penulis bisa dihubungi
di nomor handphone berikut: 085649706399.
saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m
BalasHapusAlhamdulillah sejarah desa Plosorejo masih ada dan smoga tetap terjaga kelestariannya sampai dengan generasi berikutnya aamiin yra
BalasHapusMonggo dikoreksi silsilah keluarga ku yang sudah turun temurun
BalasHapusMbah Rajekwesi
Mbah Kendil wesi
Mbah Singoyudho
Mbah Singokromo
Mbah Utsman
Mbah Ruqoyyah
Mbah Masyhad
Abah
Saya
Saya cucunya mbh gundondiko ke 6 terimakasih sudah mengulas silsilah leluhur
BalasHapus