Selasa, 06 Desember 2016

SEKILAS TENTANG SANG WIKU KYAI R.M. DJOJOPERNOMO DAN PIRUKUNAN PURWA AYU MARDI UTAMA (PAMU)



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

“Tulislah apapun yang bisa anda tulis, siapa tahu bermanfaat.”
(Anonim)

Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo (Pangeran Papak Natapraja) merupakan pendiri Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU). Beliau merupakan cucu Nyi Ageng Serang (Pahlawan Nasional) dan keturunan ke-12 dari Sunan Kalijaga seorang ulama anggota Walisanga yang memiliki banyak murid, di antaranya: Sunan Tembayat, Sunan Geseng, Jaka Tingkir, Sunan Panggung, dan lain sebagainya. Kyai R.M. Djojopernomo (Pangeran Papak Natapraja) pernah menjadi putra angkat Kyai Ponco Suwiryo atau Kyai Suwiryo Hadi Kesumo (Sayyid Bukhori Mukmin) saat berada di Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, Jawa Timur. Kyai Ponco Suwiryo (Sayyid Bukhori Mukmin) memiliki sembilan (9) anak, salah satu anak angkatnya adalah Kyai R.M. Djojopernomo Sang Pendiri Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU). Lama Kyai R.M. Djojopernomo hidup di Mbrebresmili Santren Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, kemudian beliau hijrah ke daerah Tojo, Temuguruh, Banyuwangi, hingga beliau wafat dan dimakamkan di sana.

Adapun “kaweruh pranataning kamanungsan” warga Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU) diajarkan berdasarkan penuntun kaweruh pranataning kamanungsan yang sudah berusia sekitar satu abad saat tulisan artikel ini saya tulis. Perlu diketahui bahwa buku penuntun yang dipakai warga Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU) dipetik dari karya Kyai R.M. Djojopernomo yang dipayungi hukum Staatsblad tahun 1912 No. 600. Yakni sebuah kitab tuntunan yang ditulis dengan Aksara Jawa (Ha.Na.Ca.Ra.Ka). Kemudian diubah dengan tulisan Latin pada tahun 1932. Kemudian buku yang bertuliskan aksara Latin tersebut direvisi pertama pada tahun 1938. Dan pada tahun 1985, buku aksara Latin tersebut direvisi kembali dengan tambahan bab-bab yang penting, di antaranya: (1) Bab nama buku; (2) Isi buku dan penanggungjawabnya; (3) Lampiran keterangan agama Jawa dari Sesepuh Pembina Pusat PAMU; dan (4) Surat keputusan inventaris sebagai penguat PAMU.

Adapun beberapa anggaran dasar kaweruh pranataning kamanungsan “Purwa Ayu Mardi Utama” di antaranya disebutkan bahwa PAMU bukanlah agama, bukan pula partai politik. Akan tetapi, PAMU mengajarkan bahwa seorang hidup di dunia hendaknya bisa “HIDUP” yang “UTAMA” dan “MATI” yang “SAMPURNA”. Yakni, PURWA berarti amiwiti (memulai), AYU berarti keslametan (keselamatan atau kesejahteraan), MARDI berarti kencenging pambudi (baiknya budi pekerti), dan UTAMA berarti kang tanpa cacat (yang tiada cacat baik lahir maupun batin). Dengan demikian, PURWA AYU MARDI UTAMA berarti memulai keselamatan atau kesejahteraan hidup dengan memperkuat budi pekerti yang tanpa cacat baik lahir maupun batin. Hal inilah sebuah harapan untuk menuju hidup yang utama dan kematian yang sempurna.

Disebutkan pula bahwa SAKIT-MATI (LARA-PATI) itu tidak datang dengan PERSIAPAN HATI (SEDIYANING ATI), maka harus DIJAGA (DIJAGA) jangan sampai CACAT-CIRI-KANAN-KIRI. Oleh karenanya, manusia hidup hendaknya harus memakai anggaran empat hal, di antaranya:

1.    Kudu titi ngerti pranatane WIJI
2.    Kudu titi ngerti pranatane DUMADI
3.    Kudu titi ngerti pranatane PAMBUDI
4.    Kudu titi ngerti pranatane PATI

Selanjutnya, semua manusia juga harus bisa melaksanakan kewajiban empat pranatan, di antaranya:

1.    Kudu rukun marang tangga JIWA
2.    Kudu rukun marang tangga WISMA
3.    Kudu rukun marang tangga DESA
4.   Kudu rukun marang tangga NEGARA

Selanjutnya, manusia hidup hendaknya memiliki empat tekad, di antaranya:

1.   Kudu wani bela BANGSA
2.    Kudu wani bela PRANATAN
3.    Kudu wani bela PANGUWASA
4.    Kudu wani bela NEGARA

Begitu pula, seorang hidup harus mencegah tiga hal berikut:

1.   Aja nganti nyepelekake marang BANGSANE
2.    Aja nganti mecah-belah marang PEMERINTAH
3.    Aja nganti menghina marang AGAMA

Jadi kewajiban manusia hidup di dunia adalah harus JAGA-JINAGA (SALING MENJAGA), RENGGA-RINENGGA (SALING TOLONG-MENOLONG) terhadap sesama manusia, NETEPAKE PIRUKUNAN (MENETAPKAN KERUKUNAN), yang mana hal tersebut akan menjadikan kebaikan buat sesama. Makanya, manusia hidup harus mencegah CIDRA SIYA (LAKU ANIAYA) terhadap sesama manusia hidup tanpa memandang agama, suku, budaya, bangsa, etnis, dan semacamnya. Hal itu bisa dilakukan dengan tanda kiasan sebagai berikut: “ABANG dumunung ana ing KEKAREPAN, PUTIH dumunung ana ing KASUCIAN, dan IRENG dumunung ana ing KELANGGENGAN”. Yakni, manusia hidup hendaknya bisa melaksanakan SUCI dan LANGGENG LAHIR BATIN selamanya.

IDAM-IDAMANIPUN SANG WIKU KYAI R.M. DJOJOPERNOMO
Mboten pisan-pisan kapingin kaganjar pangkat, mboten kapingin kaganjar donya brana, ingkang dipun kapingini amung: “TETEPE PRANATAN PRAJA, KATENTREMANING PRAJA, KAMAREMANING SEDAYA BANGSA.” Sampun ngantos wonten raos pengancam tuwin kebencian, saha tumindak sawenang-wenang, mila srananipun tumindak kanthi “ANGGARAN DHASARING: KAWERUH PRANATANING KAMANUNGSAN PURWA AYU MARDI UTAMA.”

Demikianlah apa yang dapat saya sampaikan dalam catatan harian saya kali ini. Ada kurang lebihnya, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Saya akhiri dengan dhawuh Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo berikut: “Iki dudu PANGAJAK, dudu PAMENGGAK, dudu PANOLAK, mung gumantung marang TEKADE KANG NGLAKONI.” 

CATATAN TAMBAHAN

1.    Kyai Ponco Suwiryo atau Kyai Suwiryo Hadi Kesumo (Sayyid Bukhori Mukmin) ayah angkat Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo dimakamkan dalam areal “Makam Auliya Mbrebesmili Santren” Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, Jawa Timur. Di areal makam tersebut juga dikuburkan jasad Mbah Kyai Muhammad Sya’ban (Mbah Kyai Sya’ban Gembrang Serang atau Mbah Kyai Sya’ban Tumbu), Mbah Kyai Muhammad Asrori (Pendiri Masjid Al-Asror Kedungcangkring, Pakisrejo, Srengat, Blitar), Mbah Kyai Hasan Mujahid (Pendiri Masjid Baitul Hasanah Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar), Sayyid Abdullah, Mbah Kyai Kembang Arum, Mbah Banjir, Mbah Imam Kastawi, dan lain sebagainya. 

2.    Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo (Pangeran Papak Natapraja) dimakamkan dalam areal “Makam Candi Sonyaruri” di Tojo, Temuguruh, Banyuwangi, Jawa Timur. Disana dimakamkan pula jasad Raden Ajeng Soeprapti Djojopoernomo, Mbah Kyai Siddiq, Mbah Kyai Mangun Kusududihardjo (keturunan dari Kyai Juru Martani), dan tokoh-tokoh lainnya.

“The Will springs the knowledge”
(Kemauan menjadi sumber pengetahuan)

Semoga welas asih Tuhan menebar ke seluruh alam semesta. 

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Foto Sang Wiku Kyai R.M. Djojopoernomo
Makam Kyai Ponco Suwiryo (Sayyid Bukhori Mukmin) ayah angkat Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo dalam areal "Makam Auliya' Mbrebesmili Santren" Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar, Jawa Timur.
Makam Sang Wiku Kyai R.M. Djojopernomo di Tojo, Temuguruh, Banyuwangi
Makam Raden Ajeng Soeprapti Djojopoernomo



Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi perpetualang dalam samudera dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti, menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, dan berbagai pekerjaan lain yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar