Kamis, 12 Januari 2017

MAKAM EYANG SONOJOYO DAN NYAI PONIRAH DI DUSUN MOJO, DESA PLOSOARANG, KECAMATAN SANANKULON, KABUPATEN BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Kata guru saya:
“Menulislah! Sesederhana apapun tulisan itu.”
(Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si.)

Pada hari Rabo, 11 Januari 2017 usai rapat di kantor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, tiba-tiba HP saya berdering. Ternyata ada SMS dari Mbah Jawoko Jatimalang yang menuliskan begini: “Sing mbabat desa Mojo kuwi Mbah Sonojoyo. Enek tandane patung Sapi lan wit Jenar. Koyok-e keturunane Mahesa Jenar.” SMS dari Mbah Jawoko Jatimalang hanya saya balas singkat: “Ok”. Saya tak juga secepatnya ingin tahu siapakah Eyang Sonojoyo tersebut. Selain itu, Mbah Jawoko Jatimalang melalui WA juga mengirimkan foto makam Eyang Sonojoyo dan istrinya yang bernama Mbah Nyai Putri Ponirah/ Mbah Nyai Putri Semi. Doa saya dalam hati, semoga keduanya berbahagia di alam-alam yang dilaluinya dalam kehidupan kini dan mendatang. Amin Ya Rabbal Alamin.

Banyak sesepuh yang menyatakan bahwa para tokoh nenek moyang terdahulu terkadang dapat dilihatatau ditelusuri dari “SIMBOL (TANDA/ TETENGER)” maupun “SANDI” yang mereka gunakan. Misalnya, sandi berupa Pohon Sawo biasanya dipakai oleh trah keturunan Panembahan Sawo Ing Kajoran, dan termasuk Pangeran Diponegoro dari pihak ibunya berasal dari trah keturunan ini. Simbol atau sandi berupa Pohon Jati biasanya dipakai oleh Ki Kebo Kanigoro (Kyai Purwoto Siddiq Banyubiru), Nyai Gadhung Melati (istrinya), dan Rara Sekar Rinonce/ Rara Tenggok/ Endang Widuri (anaknya) dan beberapa trah keturunan mereka serta para murid Syaikh Siti Jenar (Sayyid Hasan Ali/ Syaikh Lemah Abang) yang terkenal dengan ajaran “Manunggaling Kawula Gusti”-nya.

Begitu pula, simbol berupa Patung Singa atau Macan Putih biasanya digunakan oleh para trah keturunan dan wadyabala seperjuangan Eyang Singo Lodoyo Blitar Selatan dan Pangeran Prabu yang membawa Gong Pradah ke tempat tersebut. Bila ditarik jauh ke belakang, bahwa simbol Pohon Boddhi juga digunakan oleh para siswa Sang Buddha Gautama India. Banyak lagi “SIMBOL” atau “SANDI” berupa pusaka, keris, gaman, dan semacamnya yang bisa dipakai untuk menelusuri trah keturunan siapakah mereka para tokoh tersebut. Begitu pula, panji-panji yang mereka gunakan di zamannya juga dapat dipakai menelusuri trah keturunan siapakah mereka para tokoh tersebut.

Berdasarkan hal di atas, maka tak heran bila Mbah Jawoko Jatimalang sedikit menyimpulkan bahwa Eyang Sonojoyo merupakan trah keturunan Eyang Mahesa Jenar yang sangat terkenal di zamannya. Hal tersebut dapat dilihat dari “SIMBOL” atau “SANDI” atau “TETENGER” berupa POHON JENAR dan PATUNG SAPI yang berada di samping makamnya. Dan hal semacam ini sangat lazim digunakan sebagai simbol (tanda/ tetenger) bagi para tokoh masa lalu. Ada yang menyatakan bahwa Eyang Mahesa Jenar sendiri merupakan seorang tokoh Islam yang berguru kepada Syaikh Siti Jenar (Sayyid Hasan Ali/ Syaikh Lemah Abang) dan Prabu Handayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh) yang terkenal dengan AJARAN TAUHIDManuggaling Kawula Gusti”-nya. Eyang Mahesa Jenar berasal dari Pandanaran (Semarang) dan merupakan sahabat dari Sunan Tembayat. Saya juga tak begitu mendalami apa yang dikatakan Mbah Jawoko Jatimalang hingga menuangkan dalam tulisan ini. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dunia dan akhirat. Kata Mbah Jawoko Jatimalang yang terakhir melalui WA: "Kira-kira ki ngono."

Selanjutnya, Syaikh Siti Jenar sendiri juga merupakan guru dari Ki Kebo Kanigoro, Ki Kebo Kenongo, dan Jaka Tingkir (pendiri kerajaan Islam Pajang). Dan perlu diketahui bahwa Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur merupakan trah keturunan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) tersebut. Maka tak heran bila Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) jiwa memiliki jiwa yang multikulturalis seperti para nenek moyang pendahulunya. Yakni Gus Dur mampu menghargai segala perbedaan agama, kepercayaan, suku, budaya, dan semacamnya. Akhir kata, mudah-mudahan dusun Mojo, desa Plosoarang, kecamatan Sanankulon, kabupaten Blitar menjadi tempat yang nyaman, damai, tentram sepanjang zaman yang tiada tertandingi. Amin 3X Ya Rabbal Alamin.

“The Will springs the knowledge”
(Kemauan menjadi sumber pengetahuan)

Semoga welas asih Tuhan menebar ke seluruh alam semesta. 

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Makam Eyang Sonojoyo Mojo, Sanankulon, Blitar (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
 
Makam Mbah Nyai Ponirah/ Nyai Semi yakni istri Eyang Sonojoyo (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
 
Tulisan Maesan Eyang Sonojoyo (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
Tulisan Maesan Mbah Nyai Ponirah/ Nyai Semi, yakni istri Eyang Sonojoyo (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
Patung Sapi sebagai simbol dari Eyang Sonojoyo yang diduga dari trah keturunan dari Eyang Mahesa Jenar (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)
 
Lokasi Makam Eyang Sonojoyo tampak dari depan terasa nyaman, tenteram dan damai untuk bermeditasi (Mbah Jawoko Jatimalang, 2017)


Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang memiliki hobi perpetualang dalam samudra dan benua ilmu pengetahuan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang kesehariannya belajar, mengajar, diskusi, mengaji, meneliti, menulis, membaca, menyadari, mengamati, mewaspadai, dan berbagai pekerjaan lain yang tak bisa dijelaskan tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar