Minggu, 05 Februari 2017

BERZIARAH KE MAKAM MBAH KYAI RADEN KERTOJAMAN DI PUNCAK GUNUNG BETET, SUTOJAYAN, LODOYO



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 “Menulislah, siapa tahu bermanfaat bagi yang membutuhkan.”
(Anonim)

Sabtu pagi, tanggal 4 Februari 2017, saya di SMS oleh Mbah Jawoko, Jatimalang, Blitar begini: “Engko ono acara opo ora?. Lek ora ono acara ayo melu aku ning makame Mbah Kyai Raden Kertojaman.” Lama SMS tersebut tak saya balas, sebab saya masih ada kesibukan yang lebih penting. Karena tak saya balas, akhirnya pada pukul 14.00 WIB Mbah Jawoko nelpon saya. Dia mengatakan, akan mengajak saya ziarah ke makam Mbah Kyai Raden Kertojaman, Syaikh Abu Naim Fathullah (Kyai Raden Setro Menggolo atau Mbah Kyai Putih), Kyai Raden Imam Sampurna (Pangeran Prabu) Lodoyo, dan lain-lainnya. Mbah Jawoko juga mengatakan bahwa dia bersama kawannya yang bernama Mas Rozikin Sawentar. Saya jawab: “Ya, oke. Siap. Iki pas gak ada acara.”

Akhirnya pertemuan tiga orang, saya, Mbah Jawoko, dan Mas Rozikin diadakan di rumah saya. Setelah bincang-bincang sebentar, kami bertiga lalu meluncur ke makam yang akan dituju. Sebelum ke makam, Mas Rozikin membeli dupa Kawi dan bunga boreh untuk nyekar sebanyak 10 (sepuluh) bungkus. Dalam batin saya, waduh banyak sekali kalau beli bunga. Ah, nggak apalah, wong pakai uangnya dia sendiri kok. Bukan pakai uang saya. Hehehe. Apalagi Mas Rozikin memang ingin nyekar ke tempat-tempat yang akan dituju memang sudah lama. Dan baru berhasil kali ini. Katanya, dia (Mas Rozikin) ziarah ke tempat tersebut memang diperintah (atas rekomendasi) dari seorang kyai. Yah, sudahlah. Namun esoknya Mbah Jawoko bercerita bahwa Mas Rozikin pada saat makan di warung Timur makam Mbah Kyai Raden Kertojaman pernah mendapat bisikan gaib bahwa dia diminta nyekar di makam tersebut, lalu menghubungi Mbah Jawoko. Gituuu.

Pertama kali makam yang kami tuju adalah makam Mbah Kyai Raden Kertojaman yang berada di puncak gunung Betet, Sutojayan, Lodoyo. Yah, cukup lumayan menyenangkan dan suasana sejuk ketika kami bertiga naik ke puncak gunung tersebut. Ada jalan clondakan setapak bila kita ingin ke makam Mbah Kyai Raden Kertojaman tersebut. Dikisahkan bahwa Mbah Kyai Raden Kertojaman merupakan seorang ulama yang berdakwah secara kultural di masyarakat. Sewaktu hidupnya konon beliau berwasiat kalau kelak meninggal dunia, minta jasadnya dimakamkan di puncak gunung Betet, Sutojayan, Lodoyo. Yah, sejuk sekali udara di areal makam Mbah Kyai Raden kertojaman, sampai-sampai saya hampir tertidur. Ternyata Mbah Jawoko dan Mas Rozikin juga demikian.

Sesampai di makam tersebut, Mbah Jawoko langsung mengeluarkan dua bungkus bunga boreh untuk nyekar dan tiga batang dupa Kawi untuk dibakar. Sementara itu, saya kirim hadiah fatikah, wirid (istighfar, shalawat, dan tahlil) yang pahalanya saya kirimkan khususnya buat Mbah Kyai Raden Kertojaman. Lha, Mas Rozikin setelah usai ritual lalu memotret saya dan Mbah Jawoko yang masih khusuk berzikir. Dan setelah semua selesai ritual, kami bertiga asyik diskusi, ngobrol ngalor-ngidul mengkisahkan para tokoh ulama yang mbabat desa sana dan sini.

Usai dari makam Mbah Kyai Raden Kertojaman, kami bertiga lalu menuju makam Syaikh Abu Naim Fathullah (Kyai Raden Setro Menggolo atau Mbah Putih). Ditempat tersebut, saya berfoto di depan patung “Singa” atau “Macan” yang merupakan simbol Lodoyo sejak jaman Majapahit. Patung tersebut bukan untuk disembah seperti prasangka mereka yang tak mau belajar sejarah. Akan tetapi, patung Singa atau Macan tersebut merupakan simbol sebuah daerah. Contohnya, di Surabaya ada patung ikan “Suro” dan “Boyo”, itu untuk simbol saja kang. Ngertiyo!!. Ojo gur fanatik saja kamu. Hehehe. Di dusun Gajah, desa Papungan, Kanigoro, Blitar, juga ada patung Gajah yang besar hanya sebagai simbol saja kang. Bukan untuk disembah. Ngono loo. Blajar sejarah lah. Hehehe.

Selanjutnya, setelah ritual nyekar dengan bunga boreh dan tiga batang dupa Kawi, serta bacaan kalimah toyyibah (istighfar, shalawat, dan tahlil) kami bertiga segera menuju ke areal “Makam Sentono” Lodoyo Blitar. Ada beberapa makam yang dituju di tempat itu, di antaranya: Kyai Raden Imam Sampurno (Pangeran Prabu), Mbah Boinem (wali perempuan), Mbah Kasan Besari (Mbah Bontar), Ki Ronggo Lodoyo, Mbah Sroyo, Mbah Kyai Mahfudz Ali (Abdullah Mas’ud atau Abdul Manaf), Mbah Kyai Sutojoyo (pendiri Sutojayan), dan makam-makam lainnya.

Mungkin hanya ini dulu catatan harian saya kali ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkah kepada kami bertiga. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa selalu mengabulkan doa-doa kebaikan yang kami pancarkan. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun mengampuni segala dosa-dosa para tokoh yang kami ziarahi. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pemurah menempatkan para tokoh yang kami ziarahi di tempat yang penuh kebahagiaan. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Pemberi Kemudahan memudahkan segala urusan kami di kehidupan kini dan mendatang. Amin, amin, amin, Ya Rabbal Alamin.

“If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
 
Mbah Jawoko dan saya nyekar di makam Kyai Raden Kertojaman, Puncak Gunung Betet Lodoyo
 
Jalan menuju puncak Gunung Betet di makam Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mas Rozikin)
Jalan menuju puncak gunung Betet di makam Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mbah Jawoko)
Jalan menuju puncak Gunung Betet di makam Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mas Rozikin)
 
Jalan menuju puncak gunung Betet makam Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mbah Jawoko)
Jalan menuju puncak Gunung Betet di makam Mbah Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mbah Jawoko yang memamerkan dupa Kawi)
 
Jalan menuju puncak gunung Betet di makam Mbah Kyai Raden Kertojaman (Saya dan Mas Rozikin)
 
Jalan menuju puncak gunung Betet di makam Mbah Kyai Raden Kertojaman
Berzikir dengan aroma kembang Boreh dan dupa Kawi yang dibakar Mbah Jawoko
 
Berzikir dengan aroma kembang Boreh dan dupo Kawi yang dibakar Mbah Jawoko
 
Berfoto bersama patung "Singa" atau "Macan" simbol daerah Lodoyo di depan makam Syaikh Abu Naim Fathullah (Raden Setro Manggolo)
 
Saya dan Mbah Jawoko di depan makam Syaikh Abu Naim Fathullah (Raden Serto Menggolo) Lodoyo
 
Nyekar di makam Syaikh Abu Naim Fathullah (Raden Setro Menggolo atau Mbah Putih) Lodoyo
 
Nyekar di makam Syaikh Abu Naim Fathullah (Raden Setro Manggolo) Lodoyo




Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing, maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean” (karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum
    Mau tanya, apakah di puncak/diatas gunung betet ada gubuk? Apa ada kuburan lain selain yg disebutkan di cerita atas?

    BalasHapus
  2. Menurut yg sy lht di lokasi di atas gunung Betet sebelah Utara ad beberapa makam dan 1 gubuk terkenal di masyarakat makam Mbah kartojaman di gunung pandan dgn 2 bangunan tugu lawas.Klau seblah selatan makam Mbah song song buwono jg ad 1 gubuk dan 1 makam.salam santun dari kang parno gondrong lodoyo Rahayu Rahayu Rahayu.

    BalasHapus